Minggu, 03 Oktober 2010

Beauty Love Brother - 9


Rating : K+

Genre : Family

Character : Alec, Ben, Dean, Sam


Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?

ENJOY 



Bagian  9

Sudah hampir subuh saat mereka tiba di rumah. Lord Winchester segera masuk ke dalam dengan tetap menggendong bocah yang semakin biru.

    “Emma!!” dengan berseru ia masuk ke dalam rumah. “Dean, kau juga!” saat berpapasan dengan putranya yang sudah bangun dan menuruni tangga besar.

Lord Winchester membawanya ke dalam sebuah kamar yang besar dan mewah.
    “Tuan?” Caleb ragu melihat Tuannya membawa naik, masuk anak itu ke kamar Nona Adeline. Tapi Lord Winchester tidak mendengarnya dan meletakannya di tempat tidur yang besar dan cantik.
    “Ya Tuhan!! Tuan?” Emma masuk ke dalam kamar nona mudanya dan melihat seorang tak dikenalnya di atas tempat tidur nona muda tersayangnya.

Dean yang masih terbalut kimono tidur sutranya, segera naik kembali dan  menyusul mereka. Sempat ragu ia harus masuk ke kamar yang digunakan ayahnya; kamar yang sudah 3 tahun tidak pernah ia masuki lagi, dan bersumpah tidak akan masuk lagi ke sana. Dan ia semakin terpaku melihatnya. Siapa anak itu, tidur di tempat tidur Adeline?
Dan yang terkaget ayahnya sendiri yang meletakkan anak itu di sana. Ayahnya yang membawa anak ini ke sini.
    “Jangan bicara apa-apa dulu, Emma, kompres dia saja. Dean bantu Papa, ambilkan air.”
    “Baik, Pa,” pemuda berusia 17 tahun itu langsung melaksanakan perintah ayahnya, sementara Emma sudah mulai mengusap kening bocah itu.
Emma menggigit bibirnya dengan melihat wajah anak ini.
    “Tuan, dia mirip sekali…”
    “Iya, saya tahu, Emma, karena itu saya tidak bisa kehilangannya untuk kedua kalinya,” Lord Winchester memeriksa kembali. Anak ini sudah berhenti merintih, kelelahan bernafas kesakitan.
    “Radang paru-paru akut. Paru-parunya penuh sekali, dan dari suara dia bernafas, dia sepertinya sudah pernah mengalami ini sebelumnya! Tetap kompres, dan usahakan dia minum.”
Emma mengangguk, dan tanpa disuruh, Dean langsung mengambilkan segelas air.
     “Terima kasih, Tuan,” Emma tersenyum dan mencoba meminumkannya pada anak.

Lord Winchester mulai meracik obat untuk dibalurkan di dadanya.

    “Papa menemukan dia di mana?” tanya Dean terheran.
    “Di jalan.”
Jawaban ayahnya membuat Dean semakin terheran. Tidak biasanya ayahnya mengambil anak sembarangan dari jalan.
    “Anak ini tidak terlihat seperti anak jalanan,” sahut Emma masih mengompresnya.
Ya, Lord Winchester juga bisa melihat anak ini bukanlah anak jalanan, buktinya dia membawa obat-obatannya, sepertinya dia tahu tentang penyakitnya.
   “Sekarang, buka bajunya, dan pegang dia,” Lord Winchester siap dengan kain balutan yang sudah diolesi obat. “Ini akan terasa perih untuknya.”
Emma segera membuka pakaiannya, dan memegangi anak agar tidak berontak saat Lord Winchester memakaikan kain itu ke seluruh menutupi dadanya.
Tapi bocah ini sudah tidak punya kekuatan untuk memberontak, dia hanya mengerang kesakitan.
    “Shs… jangan melawan, nak, coba tenang dan istirahat.”
    “S…sa..kit…. ngg..gak… bisa.. na..fas!” pekiknya dengan suara kecil terengah-engah.
    “Iya, tahu, nak, tidak apa-apa,” Lord Winchester menenangkannya.
    “Sus..ter… Anne, … m..aa…fin..aku..,” ia mulai menangis dengan kesakitan. “B…B…en!”
    “Shh… tenanglah, nak,” Emma terus mengusap-usap anak ini penuh perhatian.

Dean berdiri tak jauh dari tempat tidur dan melihatnya sangat kesakitan. Mirip  sekali dengan Adeline. Ya Tuhan, kenapa dia harus melihatnya lagi?

    “Edele?” suara serak kecil tiba-tiba menyeruak masuk mengagetkan mereka.
    “Mary?” Lord Winchester segera bangkit dari duduknya.
    “Ma?” Dean langsung mendekap ibunya yang berjalan limbung masuk ke kamar.   
Dean ingin menahan ibunya untuk masuk ke kamar, terlebih jika melihat sosok lain di tempat tidur Adeline.
      “Putriku…,”  perhatian ibunya tertuju pada sosok di tempat tidur.
Dean menangkap sinyal ayahnya untuk membiarkan Ibunya dibimbing mendekati tempat tidur.
Lord Wichester menggantikan Dean untuk membimbing Mary.

Lady Mary mendekati tempat tidur dan melihat sosok kecil itu merintih kesakitan.
   “Edeleku sayang,”
   “Nyonya?” Emma ingin memprotesnya tapi tetap Lord Wincheser menggelengkan kepala. Emma segera bangkit dari tempat tidur begitu Lady Mary duduk di tempat tidur.
     “Edele sayang?” Mary menyentuh bocah itu dan terkaget dengan panas tubuhnya. “John, dia sakit…, lakukan sesuatu!”
    “Kita sedang melakukannya, Mary, sekarang Edele hanya butuh istirahat.”
Ketiganya, Caleb, Emma, dan Dean saling bertukar pandang terheran dengan ucapan Lord Winchester.
   “Oh, putriku yang malang,” dan membaringkan tubuhnya di samping bocah sakit ini dan menenangkannya.
     “Pa…?” Dean semakin khawatir dengan sikap ibunya. Ibunya menyangka anak laki-laki ini adalah putrinya, Adeline, yang sudah berpulang 3 tahun yang lalu.
Tapi Lord Winchester tetap mengangguk dan membiarkannya.
     “Shs… tidak apa-apa sayang, mama di sini, kau akan baik-baik saja, sayang …,” Mary menenangkannya dan memeluknya hangat.
Bocah sakit ini masih memberontak dengan berjuang untuk dapat bernafas  dalam kesakitan. Mary mengecup keningnya dan berdoa, dia tidak akan kehilangan putrinya lagi.

Mereka melihatnya dengan hati perih tapi juga lega. Lady Mary sudah berbulan-bulan tidak dapat bangun dari tempat tidurnya, sejak ia kehilangan putri bungsunya yang amat disayanginya. Lady Mary memang sudah sakit sebelumnya. Ia memiliki masalah dengan Jantungnya, dan dengan kehilangan putri tersayangnya, memperburuk keadaannya. Secara fisik dan mental Lady Mary belum menerima kepergian Adeline. Jadi jadi merupakan mukzizat melihat Milady turun dari tempat tidurnya dan berjalan kemari. Tidak ada yang tahu bagaimana Milady mengetahui ada anak sakit di sini.

Emma tidak dapat menahan tangisnya, dia tidak menyangka dia akan melihat Milady berjalan lagi.

Lord Winchester memberi sinyal pada Emma untuk membantu Milady, dan Emma-pun langsung mengambilkan air dan membantu Milady untuk membuat si bocah minum sementara Milady terus menenangkannya.

John melihat istrinya, ada semangat baru di sana untuk datang kemari, dan ada daya tarik yang membuatnya datang. John melihat ada cinta dan kasih sayang di mata istrinya untuk bocah yang tak dikenal ini, dia melihat ada semangat baru dalam diri Mary. Ya, Mary tidak bisa kehilangan putrinya lagi untuk yang kedua kali, dan John tidak akan membiarkannya. John memandangi bocah tersebut, bocah itu sangat sakit, dan dia tidak tahu bisakah dia melaluinya, tapi John berjanji tidak membiarakan bocah ini menyerah. Bocah ini harus hidup untuk memberikan kehidupan lagi untuk Mary yang sempat hilang.

    “Caleb, kau pergi ke St. Peter, tanyakan apakah mereka kehilangan salah satu anak mereka? Kalau ia, katakan dia selamat di sini, dan mereka boleh datang menjenguknya. Aku yakin, mereka pasti sangat khawatir dengan kehilangan anak ini.”
    “Baik, Tuan, Sir,” Caleb mengangguk dan segera keluar.
    “Pa?”  suara lain mengejutkan mereka lagi. “Dean?”
    “Samuel?” Lord Winchester melihat putra keduanya yang masih berumur 13 tahun muncul di pintu kamar.
Samuel terheran melihat semua orang ada di kamar adik perempuannya, tapi yang lebih membuatnya kaget, ibunya pun ada di sana. Dia terbaring di sana bersama seorang dan memberinya kehangatan.
    “Ma?” Samuel mencoba mendekati ibunya, namun tertahan dengan tangan yang menahan tubuhnya.
    “Sssh..., jangan dekati dulu,” Dean memegang pundak adiknya menahannya untuk mendekati ibu mereka.
Samuel semakin terheran. “Maksudnya....?”
     “Sh… tolong jangan ribut, Nak, adikmu sedang mencoba untuk istirahat. Dia sedang sakit.”
Itu lebih mengagetkan Samuel, dan melihat lagi anak yang di tempat tidur adiknya. Dia yakin anak itu adalah anak laki-laki, meski terlihat seperti ... Samuel langsung terpaku dan mendongak ke arah kakaknya. Dean hanya mengangguk. Samuel menengok ke arah ayahnya, “Pa?”
    “Biarkan, Nak, anak ini memberi kekuatan pada ibu kalian,” Lord Winchester dengan suara pelan.
Samuel menggigit bibir, dan kembali mendongak dan juga pada ayahnya, “Siapa dia? Kenapa dia mirip Adeline?”
    “Kita belum tahu, tapi Papa percaya, dia dari Panti Asuhan St. Peter. Kami menemukannya di jalan, basah kuyup karena hujan, dan sakit. Dia terkena radang paru-paru akut.”
Samuel kembali menggigit bibir. Ia menengok ke arah Dean dan ke arah ibunya yang membelai anak itu penuh kasih sayang. “Dan Ibu menyangka, dia adalah Adele

Lord Winchester harus mengangguk.
Samuel terkatup. Dia tahu ibunya sangat terpukul kehilangan Adeline, tapi ini, menyangka anak lain sebagai putrinya? Adiknya yang sudah meninggal?
    “Tolong, jangan hancurkan perasaan mamu-mu lagi,” Lord Winchester setengah memohon, seperti sudah tahu apa yang difikirkan putra keduanya. Memang Samuel agak berbeda dengan Dean yang sudah cukup dewasa. Samuel tipe pemberontak, jika dia tidak suka, dia akan menentangnya.
Samuel masih belum dapat berucap. Ia mendongak ke arah kakaknya yang sama tidak dapat berucap juga, tapi mengangguk Samuel untuk ibu mereka.
Lord Winchester tersenyum lega.
    “Apa dia akan mati?”
    “Akan menjadi perjuangan panjang, paru-parunya sudah terlalu lemah, tapi papa harap dia kuat.”
Samuel dan Dean tak menyahut. Mereka masih tidak tahu bagaimana menyikapi ini, melihat ibu mereka dapat berjalan kembali adalah hal yang besar untuk mereka.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar