Sabtu, 02 Oktober 2010

Daddy Dee - Apa Yang Seharusnya dan Yang Tidak Seharusnya Terjadi - 1


ENJOY



Chapter 1

                Dean dengan seksama mengawasi dan mengamati keadaan tempat itu dari balik tebok, dengan adiknya, Sam, tetap di belakangnya menunggu saat yang tepat untuk menyerang. Mereka sedang berada sebuah gua di dalam perut bumi, tempat sebuah ritual aneh sedang dilakukan. Mereka  dalam tugas mengejar evil yang melakukan sebuah ritual kuno dengan kedok sebuah aliran sesat bernama The Order of Innocence….. . Tidak ada yang mengetahui aliran tersebut kecuali anggotanya sendiri, dan memang tidak ada yang ingin mengetahuinya ataupun peduli dengan kegiatan mereka. Tapi Winchester bersaudara harus melakukannya. Mereka sudah cukup muak dengan ritual demon itu, tapi mereka lebih muak lagi dengan penggunaan bayi sebagai tumbal. Tumbal manusia dengan menggunakan bayi tak berdosa, sudah jadi alasan yang cukup buat Dean untuk memusnahkan demon ini. 

Dengan mudah, mereka berdua bisa membereskan para pengikut aliran sesat ini, dan sekarang tinggal pemimpinnya. Dean and Sam bisa melihat altar dengan bayi terikat di atasnya. Nyanyian mantra terdengar keras bercampur dengan suara tangis bayi ketakutan, semakin membuat Dean muak. Tidak heran nama alirannya The Order of Innocence’, karena mereka memakai bayi tak berdosa sebagai tumbal untuk Demon, betul-betul harus dihentikan. Sang pendeta menyelesaikan mantranya …. dan terlihat mengangkat sesuatu sambil berkumat-kamit. Bulu kuduk Dean dan Sam berdiri saking tegangnya. Mereka siap untuk menyerang sekarang mumpung dia masih berkumati-kamit tidak jelas,....
    “Bagaimana kalau kalian mendekat dan bergabung di sini, daripada bersembunyi di sana seperti seorang pengecut.”
Dean dan Sam berpadangan kaget. Mereka ketahuan.

Pendeta itu berbalik ke arah mereka dan dua bersaudara itu sudah tidak bisa lagi bersembunyi. Senyuman iblis menyungging di sana.
    “Mari, mari bergabung bersama The Order of Innocence….”
    “Kami datang bukan untuk bergabung,” dengan berani dan percaya diri Sam menujukkan dirinya, “kami datang akan memusnahkanmu, iblis bajingan!” seraya mengangkat tangannya dan mulai mengeluarkan kekuatannya. Cahaya putih kelur dari tangan Sam menyerang iblis itui. Si iblis membalasnya dengan kekuatan yang ia punya, dan mendapat perlawanan. Sam mengeluarkan seluruh kekuatannya, yang berarti seluruh kekuatan iblisnya untuk memusnahkan iblis ini. Dean hanya bisa berdiri terpaku, melihat adik kesayangannya bertarung, menggunakan kekuatan iblisnya. Meski Dean sangat tidak setuju dengan kekuatan Sam, dia tidak dapat berbuat apa-apa untuk menhentikan Sam menggunakannya. Kekuatan itu sangat membantu mereka. Dan Dean merasa sangat bersalah membiarkannya.
       “Dean, bawa keluar bayinya dari sini!!” teriak Sam seraya terus mengeluarkan ekkuatannya, berusaha untuk memusnahkan iblis ini. Teriakan Sam menyadarkan Dean dari pikirannya.
Tak perlu disuruh dua kali, Dean langsung berlari menuju altar dan melepaskan bayi yang masih menangis keras ketakutan dari, “Shss…tidak apa-apa, baby, aku akan melepaskanmu, kita akan mengeluarkanmu dari sini,” Dean menenangkan bayi laki-laki itu yang menangis dengan kencangnya, lalu memeluknya hangat, dan sesegera mungkin membawanya ke balik tembok.

Dean tetap mendekap sang bayi dengan terus memperhatikan pertarungan Sam. Dean bisa melihat bagaimana Sam berusaha keras mengeluarkan seluruh kekuatannya membuat Sam kehabisan tenaganya. Iblis ini pastilah iblis yang kuat. Dean tahu Sam sangatlah kesakitan, dilihat dari mimik wajah Sam dan juga yang mulai mengalir dari hidungnya. Belum lagi mata Sam yang berubah menjadi hitam semua. Hati Dean terasa hancur berkeping-keping.
    “Oh, Sammy,” tapi tetap Dean tak dapat berbuat apa-apa.

Hingga akhirnya kabut hitam pekat melayang keluar dari mulut pendeta itu dan hilang di langit-langit ruangan, dan Sam terengah-engah kehabisan tenaga. Matanya perlahan kemabli normal. Darah masih mengalir dari hidungnya, membuat Dean khawatir, meski ini bukan pertama kalinya Deqan melihatnya.

    “Sammy, kamu tidak pa-pa?” suara Dean penuh kekhawatiran, dan mencoba untuk mengusap darah di hidung Sam.
Sam terengah, “Yeah!” dan siap untuk jatuh pingsan saat hampir sebuha tangan yang kuat menangkap tubuh limbungnya.
     “Yow, aku memenggangmu, Sammy,” Dean menangkap tubuh limbung adiknya dengan satu tangan sementara tangan satunya masih mendekap bayi..
Sam berusaha untuk tetap berdiri di atas kakinya, karena tahu Dean tidak akan mampu menopang tubuh besarnya. Sam benar-benar kehabiasan tenaga
     “Yuk, kita keluar dari sini,” Dean menopang adiknya berjalan dan keluar dari etmpat gelap ini.
     “Heh, Dean…, dia tidur,” Sam tiba-tiba berucap
     “Huh?” Dean menengok kea rah bayi yang ada di dekapnnya, dan etrsenyum lega. “Paling tidak dia tidak ketakutan lagi.”
Sam mengangguk setuju
Dean tersenyum kulum dengan bangganya. Dan teringat ini bukan bertama kali ia bisa membuat seorang bayi tidur dengan tenangnya di pelukannya. Dia pernah mealukan bertahun-tahun yang lalu, dan dia lega belum kehilangan sentuhan ajaibnya
Sam melihat abangnya dengan terheran dan mencoba mengartikan senyum kulum di wajah abanya, tapi tidka berhasil.
      “Udah ayo,” Dean menyeret adiknya dengan hati-hati

Mereka berjalan menuju Impala dan Dean segera menyerahkan bayinya pada Sam agar dia bisa menyetir.
    “Nih, pegang dia,” Dean seraya menyerahkan bayinya pada Sam.
    “Hah? Kenapa harus aku yang pegang dia?” protes Sam. Dia tidak mau mengasuh bayi ini selama perjalanan pulang, meski hanya dengan memangku bayi itu.
    “Yeah, kita kan tidak punya kursi bayi buat dia, dan tidak mungkin aku memegang dia selama aku menyetir, ya, kan?”
    “Ya sudah, aku yang nyetir saja.”
    “Enak saja. Mana mungkin aku mengizinkanmu menyetir setelah kamu habiskan kekuatanmu tadi, Sam.”
    “Aku tidak pa-apa Dean, aku masih bisa menyetir,” Sam meyakinkan.
Dean mengamati adiknya, tapi sebelum ia berucap,
    “Aku tidak mau pegang dia, Dean!!!!” Sam dengan paniknya, sangat berbeda dengan wajah marah saat mengeluarkan kekuatan demonnya..
Dean melihat adiknya dengan tidak percaya, dan harus tersenyum, karena dia tahu Sammy sama sekali tidak ada pengalaman dalam mengasuh bayi.
Sam menatapnya dalam  berharao Dean menariknya perintahnya, tapi
    “Tidak,” Dean tetap pada perintahnya, dan memberikan bayi yang masih tertidur dengan lelap itu kepada Sam. Tapi tiba-tiba sang bayi menangsi dengan keras begitu sampai di tangan Sam, menolak untuk berpindah.
Dean terpaku dengan reaksi si bayi.
     “Kan, dia tidak suka aku!”
     “Yeah, karena kamu bau.”
Sam melotot protes tapi hanya membuat Dean tertawa geli. Dean menarik lagi bayinya kembali ke pelukannya, dan ajaib, tangis si bayi perlaha-lahan mereda.
Dean dan Sam sama-sama terpaku terheran, dengan si bayi:  ‘aneh’
      “Nah, sudah jelas, kan, siapa yang akan memegang dia selama perjalanan pulang?” Sam dengan nada kemenangan.
Dean memandang adiknya dengan sebal, tapi tidak dapat berbnuat apa-apa. Diberikannya kunci pada Sam dan berjalan ke arah bangku penumpand, sementara Sam nyerngir dengan senangnya duduk di kursi supir.


Perjalanan pulang dilalui dengan kesunyian, dan tenang. Sam menengok ke Dean yang duduk di sampingnya. Sam harus tersenyum melihat wajah damai abangnya tertidur dengan tetap mendekep erat dan aman bayi di pelukannya. ‘Ow,Dean…’


Begitu mereka sampai di rumah si bayi mereka tahu mereka harus langsung mengembalikan sang bayi kepada orang tuanya. Tapi Sam dapat melihat perasaan sedih Dean saat mereka berada di di depan rumah sang bayi.
        “Kita harus mengembalikan dia, Dean,” Sam berucap dengan halus
Dean mengela nafas, “Yah, aku tahu,” dan keluar dari mobil.

Pengembalian sang bayi berjalan dengan lancar dan sedikit emosional. Orang tua sang bayi sudah hamper menyangka tidak akan bertemu dengan putra mereka lagi. Dan mereka sangat bersyukur dan berterima kasih, putra mereka masih dapat kembali dengan selamat tak kurang satu apapun. Tapi bagi Winchester bersaudara, ini hanyalah pekerjaan yang biasa.

Setelah berpamitan dan menerima amplop sebagai balas jasa (meski mereka tidak memintanya) merekapun siap untuk melanjutkan perjalanan mereka, mencari buruan yang lain.

Tapi saat Sam hendak menyerahkan kuncinya kembali pada Dean, Dean menggeleng menolaknya,
     “Nggak, kamu saja yang menyetir, punggungku sakit, memegang bayi dengan posisi tadi selama berjam-jam.”
     “Tapi kamu menikmatinya, kan,” balas Sam.  “Akuilah Dean, kamu suka bayi itu ada di pangkuanmu,” Sam nyengir nakal.
     “Ah, nggak juga, cuma mengingatkanku pada jaman dulu.”
 Sam terheran, “Ingat apa?”
      “Ingat waktu aku menggendongmu, Sam. Kamu tidur dengan pulasnya di pelukanku setelah menangis dengan kencang karena mimpi buruk.”
Sam terkatup, dengan memandang abangnya. Tidak perlu ditanyakan lagi, Deanlah yang selalu menenangkan saat kalau dia menangis waktu dia masih kecil. ”Yeah, Dean, kamu memang melakukannya.”
     “Jangan dilanjutkan,” balas Dean dengan tidak nyaman, dia bahkan tidak menengok ke arah adiknya.
Sam hanya tersenyum. Dia tahu Dean sangat tidak suka dengan ’the flick chick moment.’

Merekapun masuk  ke dalam mobil, Dean segera duduk dengan nyamanya di kursi penumpang dengan Sam masih terus membahasnya.
      “Kamu harus punya, Dean,” ucap Sam seraya menyalakan mesin mobil.
      “Punya apa?” Dean tidak mengerti
      “Anak, bayi.”
      “Oh, yang benar saya,” Dean mengerutu.
      “Kamu menginginkannya, Dean. Suatu hari kamu harus membiarkan itu terjadi.” 
      “Bisa kita berhenti bahas ini?” Dean semakin tidak nyaman. Sejak kapan bayi menjadi bahasan penting di sini.”
      “Baru saja,” Sam menyeringai nakal.
Dean memutar bola matanya dengan kesal, “Diam, Sam, atau aku tendang kamu keluar!
Sam hanya tertawa dan mulai menjalankan mobilnya. Ia melirik abangnya dan menangkap senyum sungging di sana lalu berubah menjadi sedih. Entah bagaimana Sam tahu apa yang dipikirkan Dean, tapi tidak ingin mengungkitnya lagi . Cukup untuk saat ini. Sam menghela nafas, dan melajukan mobilnya lebih cepat untuk mencari motel terdekat agar Dean bisa melanjutnya tidur dengan nyaman.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar