Sabtu, 02 Oktober 2010

Beauty Love Brother - 3


Rating : K+

Genre : Family

Character : Alec, Ben, Dean, Sam


Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?

ENJOY 





Bagian 3

      “Ben?” Suster Anne langsung memeluk Ben untuk menenangkannya.
     “Kenapa? Kenapa saya?”
     “Karena mereka menyukaimu, sayang.”
     “Lalu Alec? Apa mereka tidak menyukainya juga?”
Suster Anne menghela nafas dengan menengok ke arah Suster Theresa.
     “Nggak! Saya tidak akan pergi kalau mereka tidak mengambil Alec juga. Atau ambil Alec saja, jangan saya!!” Ben dengan paniknya disertai tangisan.
     “Ben, sayang.... mereka menginginkamu. Mereka sudah menyayangimu sejak pertama mereka melihatmu.”
     “Dan Alec? Mereka tidak menyukai Alec juga?” Ben kembali bertanya.
     “Mereka menyukainya juga, Ben.”
     “Lalu kenapa mereka tidak mengambil Alec?.”
     “Ya, karena mereka sudah menentukan pilihan padamu, Ben,” Suster Anne bersusah payah menjelaskannya.
     “Kenapa mereka lebih menyukaiku? Kenapa bukan Alec?!?”
Tentu saja tidak ada yang bisa menjawabnya
     “Mereka sudah menyayangimu dan mereka ingin memberikan segalanya untukmu. Mereka adalah pasangan yang sudah 15 tahun menikah tapi belum juga dikaruniai anak, jadi mereka menginginkan dirimu untuk menjadi bagian dari keluarga mereka. Kau akan memiliki orang tua dan keluarga, Ben.”
     “Lalu Alec?”
     “Alec masih memiliki kami. Kami akan selalu ada untuk dia.”
Ben mulai berpikir.
     “Nggak!!! Saya nggak bisa meninggalin dia, Suster. Siapa yang akan menjaga dia? Dan siapa yang akan mengingatkan dia untuk minum obatnya? Siapa yang akan membawakan tasnya, dan siapa yang akan menyayikan dia kalau di nggak bisa tidur kalau saya pergi?” Ben otomatis menyebutkan semua tugasnya yang selalu ia lakukan untuk Alec. Air mata mengalir deras di pipinya.
  “Ben…Ben… sayang,” Suster Anne berusaha keras untuk menenangkan Ben yang panik. “Alec masih memiliki kami, sayang. Kami yang akan menjaganya, kami yang akan memastikan dia selalu meminum obatnya, kami yang akan menyanyikannya kalau dia tidak bisa tidur, nak.”
    “Nggak.... dia masih membutuhkan saya …,” masih dengan terisak. Dia yakin dirinya tidakakan bisa dengan mudah meninggalkan Alec begitu saja.
    “Ben,” Sister Theresa mencoba untuk berbicara. “Saya tahu ini sangat berat untukmu, tapi kau tahu, nak, kau tidak bisa terus bersamanya, suatu hari kalian pasti akan berpisah juga.”
    “Alec saudara kembar saya, suster, kami harus selalu bersama,” Ben mencoba memprotes.
    “Memang, tapi kami tidak bisa memaksa untuk kalian tetap bersama. Tidak banyak pasangan yang menginginkan mengadopsi dua anak sekaligus, meski mereka adalah pasangan kembar sekalipun. “
    “Pasti ada, suster, dan kami akan menunggunya.”
    “Tidak bisa begitu, sayang. Sesorang akan hanya mengambilmu atau hanya mengambil Alec, kau harus bisa menerimanya, nak.”
    “Kalau memang harus begitu, saya lebih suka jika mereka mengambil Alec, bukan saya. Saya tidak bisa meninggalkan dia sebelum memastikan dia mendapatkan keluarga dan bahagia.“
   “Dia akan tetap bahagia di sini, Ben, dan kami yang akan memastikannya dia mendapatkan keluarga yang baik yang sayang sama dia dan dia bahagia bersama mereka, sama seperti jika kau ikut bersama keluarga ini, bersama pasangan ini. Kau ingin memiliki orang tua bukan, Ben?”
Ben masih terisak, dan mengangguk lirih.
    “Dan kau akan segera merasakannya. Kau akan memiliki orang tua dan bahagia bersama mereka.”
    “Tapi bagaimana kalau saya tidak bahagia bersama mereka?
    “Kau akan bahagia, mereka orang baik, kau akan bahagia bersama mereka. Berikan mereka kesempatan, sayang, dan ini kesempatanmu juga.”
    “Dan Alec?”
    “Dia akan mendapatkannya juga, kami janji.”
Ben menggigit bibirnya. “Tapi saya tidak bisa pergi, saya sudah berjanji tidak akan meninggalkan dia, suster, saya tidak bisa meninggalkan dia.”
    “Kau bisa, sayang, dan kau harus melakukannya,” Suster Anne berucap dengan halus.
Dan Ben tidak dapat menahannya, dia langsung menghambur ke pelukan Suster kesayangannya dan menangis di sana, “Saya tidak mau meninggalkan dia, suster ….”
Sister Anne memeluk Ben dengan hangat, “Tidak apa-apa,sayang, jangan khawatir, Alec akan baik-baik saja bersama kami, kau bisa pergi,” dengan mengusap punggung Ben penuh kasih sayang.

Ben masih menangis di pelukannya, tidak dilepasakan, dan Suster membiarkannya, membiarkan Ben mengeluarkan perasaannya.

Hingga perlahan lahan, Ben melepaskan pelukannya, dan tangisannya perlahan berhenti. Suster Anne mengusap air mata yang masih membasahi di pipinya
    “Kapan mereka akan membawaku pergi suster?” masih dengan terisak.
 Sister Theresa memberikan pandangan hangat, “Besok malam, sayang.”
Ben terpaku, “Besok? Secepat itu, suster??”
    “Iya, sayang.”
Ben mengigit bibirnya. ‘Besok’ Tapi ia masih memiliki kesempatan untuk berpamitan dengan Alec..
    “Dan…,” Sister Theresa berucap, “kami memutuskan untuk tidak memebritahu tentang kepergianmu, Ben.”
Ben terpaku kembali dengan pandangan tidak percaya, “Tidak ada ucapan selamat tinggal?”
    “Kami takut Alec tidak akan bisa menerimanya, nak.”
    “Itu karena memang saya tidak seharusnya meninggalkan dia, suster. Saua sudah berjanji untu selalu bersama dia!”
    “Iya, sayang, kami tahu itu, karena itulah ini yang terbaik. Ini untuk dia juga.”
Ben menggigit bibinya, tidak dapat berpikir. Yang ia pikirkan adalah Alec akan membenci dirinya selamanya, karena sudah meninggalkannya, dan karena tidak berpamitan.
    “Kau bisa melakukannya, Ben?”
Tidak ada sahutan. Ia kemudian memandangi suster-suster yang sudah ia anggap orang tuanya sendiri, dengan maat memohon, “Bisakah saya yang tinggal, dan biarkan mereka mengambil Alec?”
    “Tidak bisa, sayang. Kita tidak bisa memaksa orang untuk menyukai apa yang kita inginkan.”
   “Itu tidak adil.”
   “Kami tahu, sayang.”
   “Nah, kau bisa melakukannya, Ben? Tolong, jadilah Ben yang baik dan manis yang kami kenal, sayang,” Suster Anne dengan memohon.
Perlahan Ben mengangangguk, dan merasakan air mata kemebali menetes di pipinya.
  “Ow, sayang....” Suster Anne kembali mememluk Ben ke dalam pelukannya. “Kami berjanji akan menjaga Alec seperti yang kaulakukan padanya, dan dia akna menemukan keluarga yang baik untuknya.”
Ben hanya mengangguk.
    “Nah, sekarang kemaskan pakaian dan barang-barangmu, sebelum ada yang mengetahuinya,” suara Suster Theresa sudah berubah menjadi tegas.
Ben harus mengangguk, “Baik, suster,” dan berbalik menuju kamarnya.
    “Biar saya bantu, Ben,” Suster Anne segera menyusul Ben.

Di kamar, tempat ia berbagi kamar bersama 12 kawannya selama 6 tahun sejak usia 5 tahun (4 tahun pertamanya ia dan Alec tidur di kamar balita bersama 10 balita lainnya),  tempat ia tidur berdampingan bersama Alec, Ben tidak dapat menahan untuk  memandangi sosook yang tertidur dengan pulasnya. Wajahnya seperti malaikat. Alec benar-benar seperti malaikat; cantik dan kecil.
   “KenapaTuhan tidak mengizinkan mereka memilih Alec?” Ben masih bertanya-tanya.
  “Karena Tuhan sudah menyimpan orang tua terbaik untuknya.”
  “Dan di mana mereka sekarang?”
  “Mereka masih mencarinya, dan mereka akan datang untuknya. Mereka pasti datang.”
Ben hanya mengangguk dan mulai berkemas, memasukkan barang-barang yang tidak seberapa ke dalam ransel kecilnya.
Sister Anne memandangi Ben dengan penuh kekaguman, “Kau anak yang baik, Ben, pantas Alec sangat menyayangimu.”
    “Dia saudara kembarku, aku sangat menyayangi dia, Suster, dan kami tak seharusnya berpisah,”
Suster Anne menghela nafas perih, “Kami tahu, sayang, maafkan kami.”
Ben hanya mengangguk pedih.

Tak membutuhkan waktu lama untuk Ben membereskan barang-barangnya.

    “Nah, sekarang kau tidurlah. Kau terlihat sangat kelelahan.”  
Ben hanya mengangguk dan membaringkan tubuhnya di tempat tidurnya sendiri.
Suster Anne menarik selimut hingga menutupi tubuh Ben.
     “Jangan takut, semua akan baik-baik saja, Alec akan baik-baik saja,” Suster Anne kembali meyakinkannya.
Ben tidak ingin mengangguk, tapi akhirnya mengangguk, dan melihat Suster Anne keluar dari kamar setelah memberinya kecupan sayang di keningnya.

Tapi Ben tidak bisa memejamkan matanya. Ia menoleh ke tempat tidur di sampingnya, dan melihat sosok yang masih tertidur pulas di sana.
Ia segera bangkit dan membaringkan tubuhnya di samping Alec. Hati-hati, ia menarik tubuh kecil Alec ke dalam pelukannya. Dalam-dalam ia merasakan tubuh Alec yang tertidur di pelukannya dan merasakan aroma tubuhnya yang manis layaknya seorang anak perempuan. Perih ia harus merasakan ini yang mungkin untuk terakhir kalinya ia merasakan tubuh Alec di pelukannya, dan selanjutnya ia akan kehilangan dia untuk selamanya.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar