Rating : K+
Genre : Family
Character : Alec, Ben, Dean, Sam
Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka
berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka.
Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan
membuat mereka terpisah satu sama lain?
ENJOY
Bagian 10
Lady Mary dan Emma masih duduk menemani bocah sakit ini selama ia melalui demam tingginya. Bocah ini masih berjuang untuk dapat bernafas, dengan tiap nafasnya yang sangat berat dan penuh kesakitan. Lord Winchester pun duduk tak jauh dari mereka, melihat perkembangan yang ada.
Mereka masih terus berusaha menenangkannya dan mengusahakan si bocah untuk dapat meminum obatnya saat Caleb datang
“Tuan, Bapa dan Suster dari St Peter telah datang,” Caleb memberitahukan.
John Winchester mengangguk. Sesaat ia melihat Mary untuk menunggu reaksi dari istrinya, tapi tidak ada. Mary sama sekali tidak terpancing perhatiannya dengan kedatangan tamu dari St. Peter. Perhatiannya benar-benar terfokus pada bocah sakit ini yang ia yakini adalah Adeline. John menghela nafas dan segera keluar, diikuti Caleb dari belakang.
“Tuan, ini Bapa Simon, dan Suster Anne dari St. Peter,” Caleb memperkenalkan mereka.
“Ah, Selamat Pagi, Bapa,” John menyapa mereka hangat dengan berjabat tangan.
“Marques Winchester,” Father Simon mengangguk hormat.
“Kami yakin St. Peter telah kehilangan salah satu putra kalian semalam, Bapa,” John langsung menanyakan.
“Ya, Tuan, putra kami Alec. Kami sangat yakin ia keluar tengah malam, di saat semua orang sudah tertidur lelap, Tuan. ”
John mengangguk, tepat sekali, anak ini bernama Alec.
“Ya, kami menemukannya setengah sadarkan diri di tepi jalan, tengah malam, dalam keadaan sakit. Radang paru-paru.”
“Ya, Tuan, dia pernah mengalaminya, dulu, saat ia berusia 8 tahun,” Bapa Simon memberitahukan.
John sempat terkejut dengan usia anak ini, ia mengira berumur sekarang ini 8 tahun. “Dan berapa umurnya sekarang?”
“Sebelas tahun Tuan.”
John terkatup, ‘usia yang sama dengan Adeline, jika ia masih ada.’ Tapi tetap membuatnya terkejut. Sebelas tahun? Tubuhnya tida menunjukkan usianya yang sudah 11 tahun. Tapi ya, mungkin karena fisiknya lemah, mempengaruhi pertumbuhan tumbuhnya. Dan sekarang bisa lebih parah lagi.
“Kali ini sepertinya lebih berat dari sebelumnya. Saya sudah mengatasi demamnya, juga paru-paru, tapi tetap akan menjadi perjuangan panjang untuknya. Dia masih kesakitan, sulit bernafas dan panas tubuhnya belum juga turun. Dia terus berjuang tanpa henti dan menangis.”
Suster Ann yang mendengarkan, terhenyak perih mendengarnya.
“Ya, dan kami sudah mencoba untuk menenangkannya dan membuatnya nyaman. Ada alasan kenapa di pergi?”
Bapa Simon sempat menengok ke arah Suster Anne, “Kami yakin, dia ingin menyusul saudara kembarnya, Ben, yang sudah terlebih dahulu diadopsi sebulan yang lalu dan dibawa ke Dublin. Mereka belum pernah berpisah sebelumnya.”
John menarik nafas, “Ya, sebuah alasan yang sangat kuat untuknya dan nekat pergi tengah malam untuk menyusul saudaranya.”
Bapa Simon mengangguk.
“Sebuah keputusan yang berani dan sangat kuat.”
“Tapi tidak sekuat tubuhnya. Dia memiliki masalah dengan paru-parunya sejak lahir. Dia sama sekali tidak kuat udara dingin.”
“Ya, itu sudah menjelaskan semuanya.”
“Tuan, boleh kami melihatnya?”
“Tentu, tapi istri saya sedang bersamanya sekarang, dan dia mengira anak ini adalah putri kami, Adeline. Adeline telah berpulang tiga tahun yang lalu.”
Baik Bapa Simon dan Suster Anne terkatuo mendengarnya.
“Kami turut berduka cita, Tuan, semoga putri Anda beristirahat dengan tenang..”
“Terima kasih, Bapa,” John menarik nafas berat. “Istri saya sedang dalam keadaan tidak sehat. Kepergian Adeline membuatnya sangat terpuru. Jadi saya mohon, jika Bapa tidak keberatan, biarkan istri saya menyangkanya sebagai putri kami, untuk sementara
Bapa Simon sempat terkatup, tapi langsung mengangguk, “Tentu, tentu saja Tuan, kami sangat mengerti itu,” seraya menengok ke arah Suster Anne, dan sang suster pun mengangguk.
“Terima kasih,” John tersenyum dengan lega dan perih. “Mari, Bapa” dengan mengantar mereka ke kamar.
Saat mereka sampai di kamar, Suster Anne tidak dapat menahan tangisnya, hatinya menangis dengan sosok lemah Alec terbaring kesakitan, berjuang untuk bernafas. Lady Mary sedang mencoba menenangkannya, menusap keringatnya, dan dan membasuh dahinya, sementara seorang pelayang membantunya. Dia seperti melihat dirinya saat merawat Alec yang sedang kesakitan. Alec berada di pelukannya, bernafas dengan kesakitan, tanpa ada tanda akan bertahan. Tapi Alec bertahan, dia dapat melaluinya. Alec anak yang sangat kuat. Dan sekarang iapun berharap Alec dapat melaluinya lagi. Dia berdoa dan memohon kepada Tuhan untuk menyelamatkan Alec. Begitu juga dnegan Bapa Simon.
“Bapa boleh tinggal, mungkin itu dapat memberikan kekuatan untuk Alec,” John berucap dengan menyebutkan nama anak tersebut.
“Terima kasih, Tuan.”
Sebuah perjuangan yang sangat panjang. Hari berganti hari dan sudah tiga hari berlalu, tapi belum juga ada penurunan demam. Semua menunggu dengan tegang, dan berdoa untuk si bocah sakit itu, tak terkecuali Dean. Dean dapat merasakan ada sesuatu dalam diri anak ini yang mengharuskan dia hidup untuk sebuah alasan. Sementara Samuel, Dean tidak tahu bagaimana adiknya ini menanggapi semua ini, karena terkadang Samuel anaknya sulit ditebak, tapi yang ia tahu, Samuel tidak begitu nyaman dengan apa yang sedang terjadi.
Bapa Simon tetap datang setiap harinya terkadang bersama Suster Anne atau bersama Suster Theresa. Mereka tahu ini akan terjadi dan mereka akan menunggu hingga Alec terbangun dari sakitnya. Mereka sudah pernah melaluinya dulu. Dibutuhkan tiga hari untuk akhirnya demam akhirnya turun. Tapi kali ini berbeda. Ini lebih buruk dari tiga tahun yang lalu, dan mereka berharap Sam dapat melaluinya lagi.
Lady Mary masih mendampingi bocah yang ia yakini sebagai Edeline. Dia terus mengusap keringatnya dan berusaha untuk dapat membuat putrinya minum, atau mengusahakan makanan bisa masuk ke dalam mulut putrinya. Segala usaha ia lakukan untuk dapat menyelamatkan putrinya yang sedang sakit, hingga iapun tidak memikirkan kelemahan fisiknya sendiri. Dia harus kuat untuk putrinya, dan dia harus selalu bersama putrinya. Dia akan memeluknya hangat setiap kali terdengar rintihan dan tangis putrinya. Suara lembutnya menenangkan putrinya dari rasa sakit yang dirasakannya.
John berdoa untuk anak ini dan menaruh harapan besar untuknya dapat tetap hidup, terlebih dengan kehadiran Mary yang terus mendampinginya. Tapi saat demam tidak kunjung turun di akhi minggu, John semakin khawatir. Anak ini kemungkinan akan mati. Sebagai seorang doktor ia tahu batasan seorang anak seumur anak ini untuk bertahan dengan suatu penyakit di dalam tubuhnya. Anak ini semakin lemah setiap harinya, berat badannya menurun drastis, membuatnya semakin terlihat kurus dibandingkan saat pertama kali ia membawanya kemari. Tapi jika anak ini meninggal, ia pun tidak akan kuat melihat hancurnya hati Mary kehilangan putrinya untuk kedua kalinya, dan Mary tidak akan bertahan. John sangat berharap Alec kuat melaluinya dan tetap hidup, dan dengan penuh keyakinnya bukanlah sebuah kesalahan dirinya membawanya ke rumah ini.
*
Alec terperangkap dalam penuh kesakitan dan demam. Dadanya terasa sakit dan nyeri, juga seluruh tubuhnya. Dia berjuang untuk mencari celah kehidupan dan keluar dari rasa sakit ini. Sesaat ia terbangun adalah yang terparah! Orang-orang asing mengelilinginya, memaksanya untuk minum di saat dia tidak lagi ada tenaga untuk melawan. Dia tidak mengenal satupun orang yang ada di dekatnya. Semua orang tampak menakutkan untuknya. Kecuali satu
Tangan halus dan lembut memeluknya, mendekapnya dalam kehangatan dan kasih sayang. Malaikat yang cantik mengusap keningnya. Dia sangat cantik dengan rambut pirang emasnya seperti milikanya, sepasang mata coklat dan suara yang menenangkan hati. Apakah itu Ibu? Ibu yang belum pernah ia temui? Alangkah senangnya jika memiliki ibu seperti malaikat ini. Ia ingi dipeluk seperti ini selamanya. Dia ingin memiliki ibu. Apakah ini surga?
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar