Sabtu, 02 Oktober 2010

Brother's Love - 14


Chapter 14


    “Martha!!” pekik Catherine memasuki rumah dengan masih menggandong Sam yang masih belum sadar.
Dean mengikuti di belakang bersama Anton.
Martha segera datang dan terkaget setengah mati, terlebih melihat apa yang di pelukan Nyonya Catherine.
    “Panggilkan Paman Louis,” perintah Catherine memasuki kamar Sam ke kamar yang dulu.
    “Baik, Nyonya.”

Dengan hati-hati, Catherin meletakkan Sam di atas tempat tidur, dan Dean duduk di kursi.
Catherine meminta Martha untuk memeriksa Dean.

    “Kita lihat lukamu,” Martha meminta Dean melepas pakaiannya.
Dean menurutinya dan melepas pakaiannya.
    “Ya, Tuhan,” Martha harus geleng-geleng kepala melihatnya. Punggungnya tidak jauh beda dari punggung Sam, walau memang lebih serius Sam.
    “Tidak apa-apa, Dean,” dan mulai membersihkan luka-luka itu.
Dengan cepat Martha membersihkan luka Dean, dan memberinya pakaian bersih.
    “Terima kasih, Martha.”
Martha hanya tersenyum, dan kembali pada Sam.

Sementara, Catherine membersihkan luka-luka Sam. Dan selama itu pula Sam sama sekali tidak terbangun. Bergerak pun tidak, dan suhu badannya semakin tinggi.

    “Anton?” suara Gabriel masuk ke dalam kamar. Dia terkaget dengan Dean dan Sam di sana, terlebih dengan kembali terluka.
    “Gabriel, keluarlah sebentar, sayang” pinta Catherine. Dia tidak ingin Gabriel melihat ini lagi.
Anton segera menggiring Gabriel keluar kamar.

    “Dia panas sekali, Nyonya,” Martha menyentuh tangan Sam membantu Nyonyanya.
    “Ya, dia demam.”

Dean memperhatikan bagaimana Ny. Sullivan kembali merawat Sam.
Perlahan ia mendekatinya, dan memandangi adiknya yang masih belum sadarkan.
    “Kenapa kau menghindari kami, Dean, sementara kau tahu Sam sakit,” suara halus Ny. Sullivan cukup mengagetkannya.
Dean tertunduk, “Saya tidak ingin merepotkan Nyonya lagi.”
Catherine hanya tersenyum perih dan mengusap pipi Dean dengan penuh  kasih sayang.

SPN

Gabriel menunggu dengan penasaran di luar kamar, tanpa tahu apa yang tengah terjadi, tapi ia tahu, Sam terluka lagi.

    “Ada apa, Anton? Apa yang terjadi dengan mereka?” Gabriel dengan wajah penasaran.
    “Kami memergoki ayah mereka sedang memukuli mereka berdua.”
Gabriel terkatup. “Parahkah?”
    “Mudah-mudahan tidak. Tapi sepertinya Sam demam lagi. Nyonya sedang membersihkan luka-lukanya.”
Gabriel tertegun tak berucap lagi.

SPN

    “Nyonya, Tuan Walsh telah datang,” seorang pelayan memberitahukan bersamaan pria gempal masuk di belakangnya.
    “Apa lagi yang terjadi dengannya?” Louis melihat Sam tertelungkup masih dengan Catherine membersihkan luka-lukanya yang terlihat baru.
    “Dia demam,” Catherine memberitahukan seraya memberi tempat untuk Louis duduk.
Louis segera memeriksanya,
    “Ya, luka-lukanya terinfeksi,” dan mulai mengobatinya.
    “Catherine, apa yang terjadi?” Peter masuk dengan tergopoh-gopoh.
Catherine langsung menyambutnya dengan lega.
Peter menahan nafas dengan melihat keadaan Sam.
    “Kami memergoki ayahnya sedang memukuli mereka berdua.”
Perhatian Peter langsung beralih pada Dean.
    “Kau tidak apa-apa, Nak?”
Dean mengangguk, “Ya, Tuan.”

Louis menarik nafas dalam-dalam setelah menyelesaikan tugas seluruhnya. Ini sudah meelbihi dari yang ia perkirakan, terlebih dengan apa yang baru saja ia temukan. Dia mengajak suami istri itu keluar kamar.

     “Kondisinya tidak terlalu baik. Hampir semua lukanya terinfeksi, termasuk dengan luka-luka gigitan ini. Dan Catherine… saya melihat ada memar di sekitar pantat dan area di bawahnya, dan mendapati ada luka di dalam, selain luka melepuh di sekitar duburnya yang mulai terinfeksi. Sepertinya dia juga mengalami kekerasan seksual.”
Catherine dan Peter berubah pucat mendengarnya.
     “Maksud paman, ayahnya juga melakukan ‘itu’ padanya?”
Louis harus mengangguk, “Siapa lagi. Dan sepertinya tidak sekali ini ia lakukan, tapi berulang kali.
Catherine lemas seketika, “Aku benci orang itu. Dia bukan seorang ayah, dia penjahat.”
    “Bajingan, orang itu!!” Peter dengan sangat geram. “Apa Dean tahu?”
    “Entahlah. Tapi kalaupun ia tahu apa yang dilakukan ayahnya pada Sam, mungkin Dean pun tidak mengerti apa itu. Dia masih 13 tahun. Sebaiknya jangan diberitahu. Itu akan semakin membuatnya sedih. Dia sudah jatuh dengan melihat adiknya seperti ini,” Catherine tidak ingin Dean semakin jatuh dalam kesedihan.
Peter dan Louis mengangguk setuju.
     “Semua lukanya yang terinfeksi harus sering dibersihkan setiap tiga jam sekali untuk menghentikan infeksinya semakin dalam. Dan sepertinya Kita akan berjaga sepanjang malam, menunggu demamnya turun. Tapi bila demamnya tidak kunjung turun, itu akan lebih berat lagi. Ini sudah jauh di atas batas kekuatannya untuk menahan rasa sakit ini. Aku akan tetap di sini menunggunya,” seraya kembali masuk ke dalam kamar.
Catherine dan Peter hanya mengangguk, menghela nafas perih, dan menyusul masuk.

Catherine tersenyum perih melihat Dean sudah duduk di samping adiknya dengan memegang tangannya yang panas.
Disentuhnya pundak Dean dengan hangat. Dean menoleh dengan mata sedih.
    “Apa dia akan mati?” tanyanya lirih.
Catherine menggeleng, “Tidak Dean. Sam sangat kuat, dan kami akan menjaganya. Bila ayahmu datang, dia tidak akan bisa mendapatkan kalian lagi.”
Dean hanya mengangguk.
    “Bagaimana dia?” Gabriel sudah berdiri di sampingnya, penuh perhatian melihat Sam.
    “Tidur.”
Gabriel tak berucap lagi.

Dean terus memeluk tubuh Sam, dengan Tn. dan Ny. Sullivan juga Tn. Walsh bergantian menemaninya. Terkadang, Sam akan bangun berontak di tengah alam bawah sadarnya, dengan panas tubuhnya yang tak kunjung turun. Ia semakin berontak saat lukanya dibersihkan. Yang bisa mereka lakukan hanya memeluk dan menenangkannya dengan mengompresnya.

Sepanjang malam mereka terus menjaga Sam yang tidak juga menunjukkan penurunan demamnya.

Hingga esok paginya, Sam masih belum juga terlihat penurunan demamnya dengan masih dengan berontak kesakitan saat mereka mengganti dan membersihkan lukanya.
Louis mulai khawatir dan Catherine tidak dapat menutupi kecemasannya, terlebih Dean yang sangat takut kehilangan adiknya.

Dean terus di samping Sam. Mengusap keningnyanya yang basah keringat, dan memeluknya bila ia memberontak lagi. Dia bahkan melupakan dirinya sendiri. Catherine sampai harus memaksa Dean untuk mau makan.

Syukurlah sekitar tengah hari, panas Sam berangsur-angsur turun, dan kini tinggal menunggu Sam terbangun.

Namun hingga sore hari Sam belum juga sadarkan diri. Suhu tubuhnya tetap normal, dan kulitnya masih tampak pucat. Dean belum bisa tenang sebelum melihat Sam membuka matanya.

    “Jangan takut, Dean, dia hanya tertidur,” Tn. Walsh berusaha menenangkan Dean.
    “Tapi bagaimana kalau dia tidak bangun lagi?”
Louis tersenyum, “Lihat, Dean, dia bangun.”
Dean menengok kembali pada Sam, dan melihat mata kecil Sam mengerjap-ngerjap dan perlahan-lahan membuka.
Tak terkira lega Dean , “Sammy ...” dengan tersenyum menahan air matanya.
Sam hanya memandangnya, lalu mengedarkan matanya melihat orang-orang yang mengelilinginya
    “Hallo, Sam, selamat datang kembali, nak,” Tn. Walsh menyapa dengan hangat.
Sam terdiam tidak mengerti.
    “Kamu demam semalam. Kamu membuat kita takut!” Dean masih tersenyum. “Kamu di rumah Ny. Sullivan, Sam.”
Sam masih terdiam.
    “Ya, mereka yang merawat dan menjaga kamu.”
    “Hallo, Sam,” suara lembut Ny. Sullivan tepat di sampingnya, dengan mengenggam tangannya hangat, “Senang bisa melihatmu kembali.”
Sam memandang Ny. Sullivan ‘Terimakasih.’

SPN

    “Dia anak yang kuat, Peter. Sebaiknya jangan kau biarkan dia kembali pada orang itu. Dia tidak akan bertahan jika kembali terjadi lagi,” Louis harus berucap. Dia tidak akan kuat lagi bila harus datang untuk merawat luka Sam yang lebih parah lagi.
    “Yea, saya tahu. Catherine pun sangat ingin merawat mereka. Dia sudah jatuh hati dengan kedua anak itu.”
    “Nah, tambah dua anak lagi tidak akan merepotkanmu, kan, hitung-hitung sebagai teman Gabriel.”
Peter hanya mengangguk, sedikit mulai mempertimbangkannya.

SPN

Keluarga Sullivan menjaga dan merawat Sam, dan membantu pemulihannya. Seisi rumah sangat baik pada mereka berdua. Juga Gabriel yang selalu menemani Sam, mengajaknya mengobrol, walau Sam tidak pernah menyahut atau membalasnya. Rumah ini masih menerimanya.

Dua hari berlalu, Sam mulai membaik. Dean sangat senang. Dan selama dua hari itu Dean tidak pergi bekerja dan ayahnya pun tidak datang menjemput. Dean tidak memikirkan apapun. Yang dia pikirkan hanyalah Sam kembali sehat. Apa yang terjadi setelah mereka kembali pulang, itu bagaimana nanti, tapi Dean bertekad tidak akan membiarkan ayahnya menyentuh Sam lagi. Biarlah dia yang menjadi gantinya. Sam tidak boleh disakiti lagi.

Dean tersenyum melihat Sam yang terlelap tidur. Dia semakin membaik, juga senyum kepolosannya mulai sering ia perlihatkan. Dean tahu, Sam sangat senang berada di sini, dan mengharapkan untuk tetap di sini. Tapi bagaimanapun juga, ia pasti akan kembali lagi ke rumah, bersama ‘dia’. Kemudian dikecupnya kening adik tersayangnya.
    “Dia manis sekali,” suara Ny. Sullivan sudah tepat di sampingnya, juga Tn. Sullivan.
Dean hanya mengangguk. “Terimakasih atas kebaikan Nyonya.”
    “Dean, ada yang ingin saya bicarakan denganmu.”
Dean menegang suara Tn. Sullivan yang serius.
    “Kau tahu jika kami semua yang ada di rumah ini menyayangimu dan Sam?”
Dean mengangguk dengan malu-malu.
Peter tersenyum, “Kami sangat menyayangi kalian. Jadi... maukah kau tinggal bersama kami dan ikut kami ke Inggris?”
Dean terkatup, tak tahu harus berucap apa.
    “Mungkin bila Sam pergi dari sini, jauh dari ‘dia’, dapat menghilangkan ketakutannya dan mau untuk berbicara lagi. Kami yang akan merawatmu dan Sam. Kau tidak lagi harus bekerja, dan kalian berdua akan bersekolah.  Gabriel juga ingin kalian tinggal bersama kami. Kau mau?”
Dean masih belum bisa menjawab. Dia ragu dan takut.
    “Kenapa, Dean? Kau berat meninggalkan ‘dia’?”
Dean langsung menggeleng, dan menoleh pada adiknya yang masih tertidur tenang.
    “Lalu?”
Dean terdiam. Dia malu mengatakannya.
    “Bagimana, Dean. Kau bersedia ikut dengan kami?”
Dean masih ragu. Hingga akhirnya ia mengangguk menerima.
Catherine tersenyum lega, dan langsung memeluk Dean. “Terimakasih, Dean.”
    “Terimakasih, Nyonya, Tuan.”
Catherine dan Peter hanya mengangguk tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya. Putra mereka bertambah dua lagi.

Dean masih belum mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Dia dan Sam akan tinggal di sini? Sam akhirnya terbebas dari ‘dia’? Tn. dan Ny. Sullivan terlalu baik padanya, juga Gabriel yang sudah sangat baik pada Sam, mau berteman dengannya. Mereka sangat menyayanginya dan Sam. Dean sangat bersyukur.

Dean sudah tidak sabar untuk menceritakan semuanya pada Sam.

    “Sammy, kamu ingat waktu aku bilang, kita akan pergi, pergi ninggalin dia?” Dean tersenyum bersemangat.
Sam hanya mengangguk.
    “Kita akan segera pergi Sam. Kita akan pergi dari sini. Kita akan pergi ke Inggris dan tinggal bersama Ny. Sullivan. Kamu bisa sekolah di sana.”
Sesaat Sam terpaku tak percaya.
    “Iya, Sam, kamu nanti bisa sekolah, dan nggak ada yang akan nyakitin kamu lagi. Kamu mau kan?”
Sam kembali mengangguk lirih.
    “Kok diam? Kamu nggak seneng?”
Sam hanya mengangguk dan tersenyum.
Dean senang melihatnya. Dipeluknya Sam dengan erat. “Kita akan pergi dari sini, Sam. Aku udah janji, aku akan bawa kamu pergi dari sini.”
Sam hanya mengangguk di pelukan kakaknya.

SPN

    “Siapa Anda? Ada perlu apa Anda datang kemari?” Peter memandangi pria yang kumal dan berbau di hadapannya.
    “Saya mencari anak-anak saya. Di mana mereka?”
    “Oh, jadi Anda Ayah mereka?”
    “Ya. Dan saya ingin menjemput mereka. DEAN, SAM!!”

Suara keras dan kasar dari arah luar mengagetkan Dean dan Sam, dan langsung membuat mereka terpaku pucat, terlebih Sam. Spontan ia memegang tangan kakaknya dengan kuat.

    “Tidak!!” suara Catherine dengan lantang.  “Anda tidak perlu bersusah payah lagi menjemput mereka, karena mereka tidak akan kembali lagi pada Anda.”
John terdiam tidak mengerti, “Apa maksud Nyonya?”
    “Karena mereka akan tinggal di sini,” Peter menjawab dengan pasti.
John terpaku, “Tidak, kalian tidak bisa melakukannya. Mereka anak-anak saya!”
    “Dan lihat apa yang Anda lakukan pada mereka? Anda menyiksa mereka!!” Catherine hampir saja meledak kalau Peter tidak segera menahannya.
    “Saya berhak melakukan apa pun pada mereka!”
Spontan Peter menyerang John dan mendorongnya ke pintu, “Pergi dari sini! Kau tidak akan mendapatkan mereka kembali, dan jangan muncul lagi. Sudah bagus saya tidak menyeretmu ke kantor polisi!”
Anton segera menyeretnya keluar rumah."
    “Kalian tidak bisa melakukannya!!” John protes keras. “Ini tindakan kriminal! Kalian tidak akan bisa merebut mereka dari saya!! DEAN, SAM, AWAS KALIAN!!” melawan genggaman Anton yang menyeretnya keluar rumah.

Dean masih gemetar dengan suara ayahnya, sementara tangan Sam sudah dingin semua. Ia langsung memeluk erat Sam.
    “Jangan takut, Sam. Kita nggak akan kembali pada dia,”

    “Jangan takut, Dean, dia sudah pergi,” Ny. Sullivan masuk dengan tersenyum lega bersama Tn Sullivan. “Dia tidak akan mengganggumu lagi.”
    “Terimakasih, Nyonya.”
    “Sekarang, kau tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Kalian akan tetap pergi dengan kami,” kemudian teringat pada Sam. “Kau sudah memberi-tahukan Sam, bukan?”
Dean mengangguk, “Sudah Nyonya.”
Catherine tersenyum pada Sam, “Bagaimana Sam, kau mau pergi bersama kami?”
Malu-malu Sam mengangguk, membuat Catherine sangat lega dan senang,
    “Kami juga senang kau bisa ikut bersama kami,” dengan memeluk dan mengecupnya hangat.
“Sekarang kita akan mempersiapkan semuanya,” setelah melepaskan pelukannya. “Kalau tidak ada halangan kita berangkat minggu depan. Mudah-mudahan kau sudah cukup sehat untuk melakukan perjalanan jauh.”
Sam hanya mengangguk.
Catherine tersenyum tenang. “Jangan pikirkan macam-macam. Semua akan baik-baik saja.”
Dean dan Sam hanya mengangguk menurut.


Tidak hanya Tn. dan Ny. Sullivan yang senang dengan rencana ikut bersamanya Dean dan Sam ke Inggris, tapi juga Gabriel. Dia terlihat sangat senang Sam dapat pergi bersama mereka. Sepertinya Gabriel menyukai Sam, walau Sam tidak pernah mengeluarkan suaranya. Dean semakin senang dan lega, kita-kitanya membawa Sam pergi akan segera tercapai.

Semua persiapan telah dilakukan. Dean dan Sam tidak perlu lagi kembali ke rumah untuk mengambil pakaian-pakaian mereka, karena Ny. Sullivan telah membelikan mereka dengan yang baru dan jauh lebih bagus. Tn. Sullivan bahkan telah memesan tiket tambahan untuk mereka, dan dalam satu minggu ini mereka akan berangkat ke Inggris.

Dean masih belum mempercayainya, ia dan Sam akan meninggalkan kota kecil ini dan pergi ke Inggris, negara yang belum pernah mereka lihat. Dean hanya tahu, negara itu jaraknya bermil-mil dari sini dan harus ditempuh dengan kapal laut selama lima hari. Dean sangat bersyukur doanya akan segera terkabul. Membawa Sam pergi dari sini.
Tetapi Dean dikagetkan dengan kedatangan Castiel di depan pintu kediaman Kel. Sullivan, dan mengabarkan satu berita buruk.
    “Ayahmu tertabrak mobil.”

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar