Sabtu, 02 Oktober 2010

Brother's Love - 7


Chapter  7


Di luar kamar,

Catherine Sullivan tersenyum menyambut kepulangan suaminya setelah beberapa hari ke luar kota untuk urusan bisnisnya.

    “Hallo, sayang. Bagaimana, semua baik-baik saja selama kutinggalkan?” Peter mengecup istri tercintanya.
Catherine mengangguk. “Hanya, …ada sesuatu terjadi kemarin.”
Wajah Peter menegang. “Ada apa? Bukan Gabriel, khan?”
    “Oh, bukan. Gabriel baik-baik saja.”
    “Lantas?”
Catherine menarik nafas sebelum memulainya. “Kemarin, sepulangku dari berbelanja, kami menabrak seorang anak. Anak itu pingsan dan terluka, jadi kubawa dia pulang untuk melihat luka-lukanya”
    “Lalu? Lukanya tidak serius bukan?”
    “Bahkan lebih buruk. Dia terluka parah, Pete. Aku bahkan belum pernah melihat luka-luka seperti itu.”
Wajah Peter menjadi serius, “Semengerikah kejadiannya, sampai dia terluka parah?”
    “Bukan luka dari kecelakaan itu, Pete, tapi luka kekerasan.”
Peter semakin tertegun.
    “Bagian belakangnya dipenuhi luka-luka, juga telapak tangannya, baik baru maupun yang belum sembuh. Sepertinya dia dianiaya secara terus-menerus oleh seseorang. ”
Peter terkatup.
    “Aku sudah memanggil Paman Louis untuk memeriksa lukanya, dan memang cukup serius. Dia sempat demam semalam, tapi sudah turun pagi ini. Mudah-mudahan kau tidak marah kalau aku ingin merawatnya hingga dia sedikit lebih baik.”
    “Di mana anak itu sekarang?”
    “Ada di kamar tamu,” kemudian mengajak suaminya menuju kamar Sam.

SPN

    “Tidak apa-apa, Sam, Gab hanya ingin berteman denganmu,” Anton menenangkan Sam yang masih tampak kebingungan dan ketakutan dengan kedatangan Gabriel.
Sam diam tidak menyahut. Dia benar-benar ketakutan. Siapa orang-orang ini, dan di mana dia? Sam semakin ketakutan dengan masuknya sosok lelaki tua bertubuh besar.
Anton segera berdiri dengan kedatangan Tuannya. “Selamat datang kembali, Tuan.”
    “Terimakasih, Anton,” dengan mendekati sosok kecil tersebut.
Sam merapatkan tubuhnya dan berlindung pada selimut tebalnya. ‘Siapa lagi ini? Dean!! Aku mau  pulang!’

Peter memperhatikannya. Tubuh yang tertutupi selimut tebal dengan mata penuh ketakutan itu, terlihat sangat kecil dan rapuh.
    “Hallo, nak,” Peter sehalus mungkin dengan tersenyum, tidak bermaksud membuatnya ketakutan.
Sam semakin merapatkan tubuhnya, terlebih saat pria itu mengulurkan tangannya padanya.
Peter segera menarik kembali tangannya dengan reaksinya.
    “Jangan takut, Sam,” Catherine mencoba menenangkan. “Suamiku hanya ingin melihat keadaanmu. Kau sudah terlihat lebih baik,” dan duduk di samping Sam.
    “Jadi Sam namamu?” Peter masih tersenyum. “Kau sudah agak baikan?”
Sam tidak menjawab.
Catherine harus menggeleng pada Peter agar tidak dulu memberi pertanyaan. Ia beralih pada Sam.
    “Kau ingin sarapan sekarang?”
Sam menoleh padanya dan menggeleng.
    “Ayolah, kau belum makan sejak kemarin.”
Sam ingin menolaknya,
    “Kau harus makan, nak,” dan menyuruh Anton untuk mengambilkan makanan.
Catherine kembali pada Sam, “Kau tidak perlu takut di sini. Kami tidak akan menyakitimu, kau aman di sini.”
Tak lama Anton kembali dengan meja makan kecil.
Catherine menerimanya dan meletakkannya di atas kaki Sam.
    “Saya suapkan, ya?” Catherine siap dengan mangkuk sup di hadapaan Sam.
Sam tetap menggeleng. Matanya masih melihat ketakutan pada lelaki di sebelahnya.
    “Keluarlah, Peter, dia masih takut melihatmu.”
Mau tak mau, Peter segera keluar. Memang terlihat anak ini sangat ketakutan melihatnya.
    “Nah, makanlah,” Catherine berucap setelah Peter keluar kamar.
Sesaat Sam ragu. Perutnya tidak begitu lapar. Dia biasa tidak makan beberapa hari, bila ayahnya tidak mengizinkannya. Tapi ia tidak ingin mengecewakan Nyonya ini.
Dengan malu-malu, ia membuka mulutnya dan membiarkan sendok itu masuk ke dalam mulutnya.
Ada perasaan nyaman saat air sup hangat itu masuk ke dalam perutnya. Dan Nyonya ini terlihat senang sekali.
Hingga berlanjut pada suapan-suapan berikutnya yang masuk perlahan-lahan.

SPN

    “Nak, kamu tahu siapa anak itu?” Peter menanyakan pada putra bungsunya.
    “Tidak tahu, Yah. Dia anak jalanan yang tidak sengaja kami tabrak kemarin, lalu ibu membawanya pulang.”
    “Dia terlihat kecil. Dia lebih muda darimu?”
    “Mungkin. Kata ibu umurnya masih 9 tahun.”
    “Ayah lihat luka-luka di punggungnya? Mengerikan, Yah! Apa mungkin dia disiksa?”
    “Entahlah, Gabriel, ayah belum melihatnya. Dia sangat ketakutan saat melihat ayah.”
    “Dia takut pada semua orang. Dia juga tidak bisa bicara. Tadi aku coba untuk mengajaknya ngobrol, dia tidak menjawab, dan dia juga sama sekali tidak bersuara. Aneh. Apa dia bisu?”
    “Ayah tidak tahu. Tapi mungkin saja. Dia juga tidak menyahut saat ayah mengajaknya bicara, dan ibumu meminta agar ayah tidak menanyakan apa-apa lagi.”
Gabriel hanya menghela nafas. “Kasihan dia, yah.”
Peter hanya mengangguk dengan perasaan bangga. Putranya yang masih 11 tahun, sudah memiliki rasa peduli.

SPN

Catherine senang sekali saat menyuapkan sendok terakhir ke mulut Sam.
    “Hebat, Sam, kau menghabiskannya,” dengan tersenyum lega, lalu membantunya minum karena tangan Sam yang masih sulit memegang sesuatu dengan luka-luka di telapak tangannya.
Sam hanya diam.
Catherine mengangkat meja makan dari kaki Sam.
    “Kau mau istirahat lagi?”
Kali ini Sam mengangguk.
    “Baiklah. Kau boleh istirahat lagi. Aku yakin saat kau bangun nanti, Dean sudah ada sini. Ya?”
Sekali lagi Sam mengangguk, dan membiarkan dia dibimbing untuk tidur hingga selimut menyelimuti tubuhnya menyentuh dada.
    “Istirahatlah, Sam. Jangan takut, kau aman di sini,” sekali lagi meyakinkan Sam dengan mengusap rambutnya yang kusam, yang entah kapan terakhir ia mencucinya.
Dengan kalimat itu, Sam mulai memejamkan matanya. Entah, terasa aman dia kini. Dengan Nyonya ini di sampingnya, ia yakin tidak akan ada yang menyakitinya.
Catherine memandangi Sam penuh kekaguman dan prihatin. Dia belum tahu siapa anak ini. Seorang budak atau bukan. Catherine tidak peduli. Yang jelas anak ini sudah menderita, dan Catherine perih melihatnya. Tidak seharusnya anak sekecil ini mendapat perlakuan seperti ini. Mungkin dia sudah jatuh hati dengan anak malang ini. Tapi bukankah dia memang sangat menyayangi anak? Karena itulah dia bisa membesarkan 7 anaknya dengan penuh kasih sayang.

    “Dia sudah tidur lagi?” suara pelan Peter hampir mengagetkan Catherine yang tak meninggalkan matanya dari anak malang ini.
Catherine mengangguk.
    “Aku tidak tahu siapa dia atau apa yang terjadi padanya, tapi dia sangat menderita. Kakaknya belum bercerita apa-apa tentang dia.”
    “Kakaknya?”
    “Ya. Dia bersama kakaknya, Dean. Sekarang dia sedang bekerja, nanti sore dia kembali  untuk melihatnya.”
Peter terdiam.
    “Catherine, kau yakin dia bukan anak-anak gelandangan yang berniat mencuri, dengan memakai anak itu sebagai umpan berpura-pura terluka?”
Catherine sempat kaget dengan kecurigaan suaminya.
     “Kau melihat ini sebagai sebuah sandiwara?” Catherine masih dengan suara tenang.
    “Entahlah.”
    “Kau sudah melihat mata anak itu. Dia sangat ketakutan. Mata itu bukan mata sandiwara. Mungkin kau akan percaya bila kau sudah melihat sendiri luka-luka di seluruh tubuhnya. Ini bukan sandiwara, Peter dan aku yakin mereka anak-anak yang baik,” Catherine tetap berusaha tenang, walau tidak percaya suaminya berpikiran sejauh itu.
    “Baiklah, maafkan aku. Aku hanya bersikap waspada. Sekarang banyak sekali anak-anak gelandangan yang melakukan hal seperti itu.”
    “Aku tahu. Tapi bukan mereka,” dengan tersenyum meyakini.
Peter mengangguk mengalah.
    “Dan dia tidak bisa bicara,” lanjut Catherine memberi tahu.
    “Apa dia bisu?”
    “Entahlah. Tapi dia memang tidak berbicara, bahkan tidak bersuara. Seperti tidak memiliki pita suara.”
Peter hanya mengangguk.
    “Akan kutanyakan pada Paman Louis nanti. Dia akan kembali sore ini untuk melihat luka-lukanya.”
    “Ya.”

SPNSPN

    “Kamu mau kembali ke rumah Nyonya itu?” tanya Castiel melihat Dean keluar dengan tergesa-gesa sepulang mereka bekerja.
    “Sam masih di sana. Dan aku yakin dia sangat ketakutan di tempat yang asing dan aku nggak ada di sana. Aku harus ke sana,” entah bagaimana Dean dapat bertahan dengan siksa selama ia bekerja hari ini dengan kepala terus memikirkan Sam.
    “Dan tolong, kalau kamu ketemu ayahku dan mencari kami, bilang kamu nggak tahu, ya?”
    “Tapi Nix_” belum sempat Castiel menyelesaikan pertanyaannya, Dean sudah melesat menjauh, meninggalkannya yang terbengong. ‘Menghadapi John Winchester? Jangan sampai!’

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar