Jumat, 16 November 2012

Beauty Love Brother - Bagian 12


Rating : K+

Genre : Family

Character : Alec, Ben, Dean, Sam


Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?

ENJOY


Chapter 12

Perlahan Alec membuka mata dan menyadari sekelilingnya. Dia berbaring di tempat tidur, tempat tidur yang bagus. Sinar matahari masuk dengan cerahnya dari jendela, menghangatkan kamar ini. Alec tidak tahu di mana dia, dan agaimana ia bisa sampai di sini, yang ia ingat hanyalah rasa sakit dan ketakutan. Dan juga mimpinya yang gelap tanpa ada orang di sana yang mendengar rintihannya, tidak ada yang peduli. Tapi semuanya sudah berlalu, dan ia menaydari dia tidak sendirian. Seseorang berada di sampingnya, memeluknya hangat. Seseorang yang memandangi dan tersenyum manis padanya. Alec harus memperjelas penglihatannya dan menyadari sesoerang tersebut adalah seorang wantia, wanita yang sangat cantik. ‘Malaikatkah?’
    “Sayang, mama tahu, kau takkan meninggalkan mama lagi, sayang…,” ia tersenyum dengan air mata di pipinya, dan mencium pipinya.
Alec mengerut heran. Terakhir yang ia ingat dia berada di jalan, basah kuyup dan kedinginan. Di Jalan. ‘Dimana ini? Dan siapa wanita ini?’
Alec mengedarkan matanya dan melihat dia sedang berada di sebuah kamar yang terindah yang pernah ia lihat (tapi, berapa banyak juga kamar yang pernah ia lihat selain kamar besar di St Peter dengan 12 tempat tidur sederhana di sana). Dan di sana ada wanita lain berdiri dengan tersenyum lega, dan memberi isyarat untuk tetap tenang, seperti yang sudah diperkirakan jika dirinya terbangun..
Alec mencoba untuk bangun, tapi tidak terjadi apa-apa! Dia sama sekali tak dapat bergerak, dan wanita yang ada di sampingnya menahannya untuk tetap berbaring..
    “Shs…, mama di sini, sayang, kembalilah tidur…,” dengan mengusap pipinya halus dan menenangkannya.
   “Mama?” dan dia harus tersenyum. Tak butuh banyak kata, Alec merasakan tenang dan damai, meski ia tidak tahu siapa wanita ini. Alec tak punya kekuatan untuk bangun dan membiarkan tubuhnya tetap berbaring di dalam pelukan wanita hangat ini. Semoga ini bukan mimpi. Dan dengan cepat ia kembali terlelap tidur.
    “Dia terlihat sangat lemah, Emma,” Marry seraya mengusap pipinya yang cantik.
    “Ya, Milady.”
    “Ini salahku, Emma, aku membuarnya seperti ini, aku menurunkan tubuhnya yang lemah ini…, semua ini salahku,” air matanya kembali jatuh di pipinya yang cantik dan pucat.
    “Bukan…, Milady…. Nona Adeline tidak apa-apa, dia akan baik-baik, Milady.”
Mary hanya tersenyum, dan masih mengusap-usap pipi putrinya yang sangat halus. Dikecupnya sekali lagi, dan menyusulnya tidur.
Emma menarik nafas dalam-dalam sikap Nyonyanya. Perih terasa, tapi ia dapat memahami mengapa Tuannya sampai terpikir akan rencana yang awalnya tidak masuk akal. Ini untuk Nyonya, dan dirinya akan melakukan apapun untuk Nyonyanya.

Namun tak lama kemudian, Emma menyadari Milady mengalami penurunan fisik. Nafasnya terdengar berat dan tersengal-sengal, dan semakin terlihat pucat.       
    “Tuan!”

Lord Winchester langsung berlari ke kamar dan melihat Mary sudah sangat lemah. Ia langsung memeriksanya. Yup, kondisinya menurun drastis. Ia tahu ini akan terjadi, Mary terlalu mendorong fisiknya terlalu kuat, tapi Mary tidak sekuat itu.
     “Baiklah, sayang, giliranmu untuk istirahat,” seraya mengangkat tubuh lemah istrinya..
    “Jangan, aku mohon…. Adele membutuhkanku,” Mary memberontak dengan lemahnya.
    “TIdak, sayang, Adeline baik-baik saja, dirimu yang membutuhkan istirahat sekarang,” dengan membawanya keluar kembali ke kamarnya tanpa bisa Mary melawannya sembari merintih kesakitan.

John membaringkan tubuh Mary di tempat tidur dengan Mary masih merintih,

    “Biarkan aku bersamanya, John.... Adele membutuhkanku ….”
    “Tidak, sayang, kau butuh tempat tidurmu sendiri, kamu butuh istirahat penuh di sini.”
    “Aku baik-baik saja, John.”
Tapi john menggeleng dengan tersenyum hangat yang tidak bisa Mary bantah. Marypun tahu bagaimana kondisinya sendiri.
    “Jangan tinggalkan dia sendirian, John, dia tidak suka sendirian.”
    “Tidak akan, sayang, Caleb sedang menemaninya.”
Mary hanya tersenyum lega.
John hanya mengangguk, “Nah, sekarang berhenti bicara, dan istirahatlah,” sembari menaikkan selimut hingga menyentuh dada istri tercintanya, terdengar
Nafas Mary semakin berat saat ia mencoba untuk tertidur kembali.
John menarik nafas dalam-dalam dan menciumnya hangat.
*

                Alec kembali terbangun dan menyadari dia masih berada di tempat tidur yang bagus. Ia bermimpi seorang wanita cantik memeluknya hangat dan mengecupnya lembut. Wanita yang ia kira ibunya. Ya, pastilah hanya mimpi. ‘Di mana ini?’ ia melihat sekelilingnya dan melihat sosok berambut coklat. ‘Ben?’ ia harus tersenyum. Ini pasti di Dublin, dan dia sudah menemukan Ben!
Alec mencoba untuk bangun, tapi tubuhnya yang lemah menahannya.
    “B…Be..nn..?”
Sosok tersebut menengok karena suaranya, dan Alec terkejut, bukan itu bukan Ben! Tapi dia tersenyum padanya.
    “Ah… kau sudah bangun rupanya?” laki-laki itu berucap.
Alec kebingungan. Ia merapatkan tubuhnya saat sosok tersebut mendekatinya.
    “Tenanglah, nak,” ia menenangkan Alec.
    “Di…m…man..a..s..aya…?”
    “Kau berada di rumah kami, di Kediaman Kel. Winchester.”
    “K..kenapa..say..a..di ..si..ni?”
Laki-laki itu tersenyum, “Sepertinya kau tidak ingat. Kau kami temukan di tepi jalan, setengah sadarkan diri, basah, dan kedinginan. Kau terkena radang paru-paru.”
Alec mengiggit bibirnya, “Radang paru-paru?
Mimpi dirinya dalam kegelapan dan kesakitan mengingatkannya. Hujan lebat, udara dingin, dan rasa sakit di dadanya setiap kali ia bernafas. Dadanya terasa nyeri, dan seluruha tubuhya terasa sakit. Dia sedang dalam perjalan ke Dublin.
    “Apa ini Dublin?”
    “Dublin?” ia tersenyum. “Bukan, kau bahkan belum keluar dari Amerika.”
Alec terpaku dan kecewa, ‘Mungkin tidak seharusnya ia pergi. Dia tidak akan bertemu Ben lagi. Tuhan tidak mengizinkannya.’
Ia kemudian teringat St Peter. Mereka pasti mengkhawatirkan dirinya. Itu menyadarkannya, dirinya sudah menjadi anak yang nakal.
    “Bapa Simon…maafin aku…” air matanya menetes.
Tapi laki-laki itu menyentuh tangannya, “Jangan khawatir, nak, mereka tahu.”
Alec tercekat kaget, “Mereka tahu? Mereka tahu aku di sini?””
    “Tentu saja, dan mereka selalu ada di sini selama kau demam.”
    “Dengan Suster Anne?”
    “Ya. Semuanya datang untukmu, berjuang untukmu. Saya yakin, kau akan baik-baik saja, kau pejuang yang tangguh,nak.”
Alec tersipu. Bagaimana ia dapat kekuatan lagi untuk melawannya? Ia pun tak tahu untuk apa ia bertahan hidup sekarang. Dia tidak akan bertemu dengan Ben lagi, jadi untuk apa ia hidup?
    “Saya Caleb. Tuan sedang bersama Milady, dan akan segera kemari. Yang kau butuhkan sekarang adalah waktu untuk memulihkanmu kembali. Kami hampir saja kehilanganmu, nak. Jadi istirahatlah. Dan lagi Milady sudah mencurahkan semuanya untukmu, jangan disia-siakan.”
    “Milady?”
    “Ya, Milady Mary, beliau yang menjagamu selama ini.”
Alec mengingatnya. Ia ingat nyonya itu. Itu bukan mimpi, nyonya itu benar-benar yang menjaganya. Nyonya yang menyebut dirinya ‘mama’ .

Selanjutnya, Alec menemukan dirinya dikelilingi banyak orang. Semuanya asing untuknya, selain Tuan Caleb. Ada dua orang laki-laki lain. Satu lebih tua berwibawa dengan pakaianya yang terlihat mahal, dan satu lagi lebih muda, dengan wajah yang datar tapi menampakkan kesejukan di sana. ‘Siapa mereka, apa mereka Tuan besar di sini?
    “Halo Nak, saya Dr. Winchester,” pria yang lebih tua itu mengenalkan diri. “Kami menemukanmu di tepi jalan, sakit, jadi kau kubawa kau kemari dan merawat radang paru-parumu. Sepertinya kau sudah pernah mengalaminya dulu?”
Alec mengangguk, “Saat umur saya 8 tahun.”
    “Ya, kami tahu itu. Dan ini putraku, Dean,” ia mengenalkan pemuda yang berada di sampingnya.
    “Terima kasih, Tuan, telah menyelamatkan saya,” Alec berucap dengan sopan dan malu-malu.
Lord Winchester tersenyum, “Itu sebenarnya tergantung pada perawatannya dan kau sendiri.”
Ia kemudian memeriksa kembali Alec.
     “Akan membutuhkan waktu, nak. Banyak istirahat, makanan yang sehat, udara segar, da melatih otot-ototmu. Kau akan tetap di tempat tidur untuk beberapa minggu ke depan. Kami tidak akan mengambil resiko kau akan kambuh kembali, lagipula kau seperti bayi yang baru saja dilahirkan. Tapi dengan perawatan yang baik, kau akan segera membaik, kami yang akan memastikannya!'
    “Terima kasih, Tuan.”
Lord Winchester tersenyum, “Sebenarnya, kami yang harus berterima kasih padamu.”
Alec terkatup, “Terima kasih, Tuan?”
    “Ya, kau membuat istri saya hidup kembali. Mungkin ini masih sulit untuk kau menggerti, tapi kau di sini karena dan untuk sesuatu. Terima kasih, Nak.”
Alec terpaku, dia sama sekali tidak tahu harus berucap apa.
    “Tuan…, Milady …” seorang wanita menginterupsi masuk.
Lord Winchester menghela nafas dengan tersenyum, “Kamu senang dan lega kau ada di sini, nak,” dengan mengusap rambutnya hangat, “Aku akan segera kembali,” dan segera keluar dari kamar meninggalkan dirinya bersama Tuan Caleb, dan Tuan Muda Dean.
Alec kembali menegang saat Tuan Muda Dean mendekatinya, terlebih menangkap mata kebingungannya
Ia menyentuh pipi Alec dengan hangat, “Tidak apa-apa, nak, kau akan baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sekarang istirahatlah.”
Alec masih kebingungan, tapi Tuan muda ini hanya mengangguk dengan tersenyum. Mau tidak mau, Alec kembali menutup mata, meski ia tidak dapat tidur. Ia merasa sangat ketakutan. Kenapa mereka semua bersikap baik padanya, dan terasa penuh misteri dengan kebaikan yang mereka berikan? Alec merasa tidak tenang, ia merasa sendirian. Ia ketakutan. Dia ingin pulang ke St. Peter, dia ingin bertemu Bapa Simon dan Suster Anne, dan dia janji tidak akan kabur lagi! 

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar