Jumat, 16 November 2012

Beauty Love Brother - Bagian 13


Rating : K+

Genre : Family

Character : Alec, Ben, Dean, Sam


Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?

ENJOY


Chapter  13
   
Samuel mengurung diri di kamarnya. Sakit hatinya kini berlipat. Ia tidak percaya ayahnya berpikiran sesuatu yang tidak masuk akal. Ayahnya berencana menggantikan anak itu sebagai Adeline, adiknya yang paling manis dan cantik sedunia, meski itu untuk Ibu. Yang benar saja! Mana mungkin mereka menggantikan sosok Adeline, terlebih oleh anak itu, hanya karena anak itu mirip dengan Adeline, dan ibu yang menginginkannya. Ia tahu bunya sudah tiga tahun dalam kondisi seperti itu, iapun tidak mengingkari menginginkan ibunya kembali sehat seperti itu. Tapi itu tidak menyelesaikan masalah dengan menghidupkan kembali sosok Adeline. Rencana yang gila! Dan yang lebih mengagetkan, Dean merestui niat ayahnya. Sam tidak mengerti, apa Dean sudah hilang akalnya?. Adeline tidak tergantikan. “Enak saja, datang-datang langsung menarik perhatian seisi rumah, sekarang dia mau dijadikan pengganti Adeline. Mana penyakitan, lagi.” Sekarang benar-benar doanya dulu yang mengharapkan anak itu mati saja, berharap didengar Tuhan. “Tidak boleh ada yang menganggantikan Adeline. Kalau sampai itu terjadi, anak itu tidak akan mudah menjalaninya. Awas saja kalau sampai terjadi!” Kini Samuel berdoa dengan kuat agar rencana gila ini tidak pernah terjadi.
*

 Tapi Seperti doa yang segera terkabul, tak lama setelah Alec mengucapkan doanya, Bapa Simon muncul di mulut pintu kamarnya.

    “Bapa…!” Alec seperti bertemu bertemu kembali dengan ayahnya.
    “Alec, anakku,” Bapa Simon langusng masuk dan memeluk Alec dengan erat. Perasaan lega merasuk di dadanya melihat Alec masih kuat bertahan dan dapat melaluinya. Ia harus menyadari anak ini anak yang sangat kuat.
    “Bapa, maafkan aku, aku sudah nakal, maafkan aku,” Alec menangis di pundak Bapa-nya
    “Tidak apa-apa, nak, yang penting kau selamat, itu saja,” bapa Simon mengusap-usap punggung Alec dan membiarkannya bersandar di pundaknya, pundak yang Alec kenal.
Alec terisak seraya melepaskan pelukannya, dan berbaring kemabli.
    “Bagaimana perasaanmu, Nak?”
    Lebih baik, Bapa. Mereka semua baik padaku
Bapa Simon tersenyum.
    “Tapi terasa aneh,” Alec berucap pelan.
    “Kanapa kau berpikir seperti itu?
 Alec menaikan pundaknya, “Tidak tahu, cuma terasa aneh. Dan Milady…”
    “Kenapa dengan Milady?” Bapa Simon tertarik dengan suaranya yang hangat.
   “Mereka bilang milady yang merawatku memelukku dan menjagaku selama aku sakit... dia..dia.. yang membuatku tetap hidup... dan sekarang milady sakit karena merawatku..., betulkah itu, bapa?
Bapa Simon mengehela nafas dengan tersenyum. Ia ingin mengatakan bukan, tapi Alec terlalu pandai. Mungkin tubuh Alec memang lemah, tapi ia termasuk anak yang pandai.
    “Iya, Nak, beliau yang merawatmu. Beliau yang memelukmu dan menjagamu selama kau sakit.”
    “seperti yang Suster Anne lakukan kalau aku sakit?”
    Ya.”
    “Dan sekarang Milady jatuh sakit karena aku?”
    “Tentu saja tidak, Nak. Beliau sudah sakit sebelumnya. Belau tidak dapat bangun dari tempat tidurnya. Sudah hampir 2 tahun, belau tidak dapat bangun..”
   “Lalu kenapa dia bisa sekarang, dan merawatku …?”
Bapa Simon menghela nafas, “Itu sebuah keajaiban, Nak, kebesaran Tuhan.”
    “Keajaiban?”
    “Yeah.”
    “Jadi dia bangun dari tempat tidurnya dan merawatku selama aku sakit?”
    “Bisa dibilang begitu.”
Alec menggigit bibirnya, “Kenapa bisa?”
Bapa Simon terkatup. Ia mencari jawaban yang tepat.
    “Mmm, belau mengira dirimu adalah putrinya, Nona Adeline.”
Alec terkatup.
    “Aku, Nona Adeline?”
    “Ya, kau memiliki wajah yang sama dengan Nona Adeline, mirip sekali.
Alec mengigit bibir, dan mengumpat; ia tahu wajahnya yang cantik seperti anak perempuan akan memberinya masalah.
    “Lalu dimana Nona Adeline sekarang?”
Bapa Simon menarik nafas, “Dia sudah berpulang tiga tahun yang lalu
Kali ini Alec pucat pasi. Jadi Milady mengira dirinya sebagai outrinya yang sudah meninggal? Bulu kuduk Alec meremang. Tidak heran Milady memeluknya hangat, mengecupnya, memanggilnya ‘sayang’, menyebut dirinya mama. 
  “Dia menyebut dirinya ‘mama’ padaku,” ada nada terpukau di sana
Bapa Simon harus tersenyum. Ia tahu bagaimana perasaan Alec. Pastinya sangat berarti untuk Alec yang belum pernah menyebut mama sebelumhya.
    “Dan bagaimana perasaanmu?” Bapa Simon memancingnya, meski ia tahu Alec menginginkan orang tua, Alec tidak pernah mau mengakuinya.
Alec bit his lips. Dia tidak mau mengakuinya. Ada harga diri di sana saat ia pernah mengucapkan, dia tidak butuh mama dan papa.
Tapi Bapa Simon tahu, Alec tidak akan bisa menahannya.
    “Katakan saja, Nak, tidak perlu malu mengakui perasaanmu sendiri,”
Alec masih terdiam.
   “Bagaimana perasaanmu, Alec... seorang ibu... mama?”
Alec memandang kedua mata hangatt itu, yang penh dengan kasih sayang dan perhatian, juga penuh pengertian.
    “Luar biasa, Bapa... aku suka mendengarnya,” ia harus mengakuinya dengan tersipu.
Bapa Simon tersenyum, ia mengacak rambut Alec penuh cinta.
    “Permisi, maaf, Bapa,seseorang menginterupsi mereka. Itu Tn. Caleb.
    “Ya?”
    “Lord Winchester ingin bertemu dengan Bapa.”
    “Oh, baiklah,” dan beralih pada Alec. “Bapa akan segera kembali. Kau tak perlu cemas.”
Alec hanya mengangguk, dan melihat Bapa keluar dari kamar.
Alec menarik nafas dalam-dalam, ‘Ibu’ sesautu yang baru untuknya. Ben sudah memiliki ibu sekarang, semua orang juga punya, kenapa ia tidak. Ya, jauh di dalam lubuk hatinya, ia ingin memiliki ibu. Ia ingin merasakan kehangatan dan kasih sayang seorang ibu. Sentuhan hangat seperti tangan Milady. Ia ingin merasakannya kembali. Ia ingin memiliki ibu. Air mata menetes di pipinya saat menyadari itu hanyalah mimpi. Mimpi dan harapan yang diharapkan semua anak di St. Peter setiap harinya.

Samuel masuk dengan mengendap-endap ke dalam kamar Adeline saat tidak ada orang di sana. Anak itu sendirian. Kesempatan yang bagus yang  memberi peringatan pada anak itu.

Dan Samuel bisa melihat sosok kecil tertutupi selimut tebal milik Adeline. Memang dia mirip Adeline, tapi dia bukan Adeline. Samuel mendengus kesal.
    “Hey....” panggilnya dingin, tidak peduli dia tertidur atau tidak.

Alec terbangun dengan suara dingin yang tiba-tiba masuk mengagetkannya. Ia menoleh dan melihat sosok anak laki-laki yang usianya mungkin tak jauh darinya. Dilihat dari pakaiannya, sangatlah bagus. “Siapa dia? Dan kenapa mata anak begitu sinis dan dingin padanya.”

    “Aku Samuel, Samuel Winchester, putra kedua dari Marques Winchester,” sama sekali tidak ada nada bersahabat di sana.
Jantung Alec mengekeret ketakutan.
     “Kau sudah kami tolong, jangan merepotkan lagi, dan jangan berharap lebih. Bersyukurlah kau ditemukan ayahku, kalau tidak...,” Samuel menghentikannya karena melihat perubahan wajah anak ini menjadi pucat, semakin mirip dengan Adeline. Samuel hampir goyah melihatnya, tapi ia langsung menguatkannya.
     “Aku tahu kau dari panti yang nggak punya orang tua, tapi jangan berharap kau mendapatkan di sini, setelah kau mendapatkan perhatian seisi rumah.”
Alec pucat pasi dengan perasaan yang hancur dan sakit. Ia tidak tahu kenapa anak ini mengucapkan itu semua. Tapi apa benar dia sudah merepotkan orang lagi?  Air mata sudah mengalir di pipinya.
     “Samuel!” seruan tegas mengagetkan mereka.
Kedua menoleh dan melihat sosok jangkung telah berada di antara mereka.
     “Dean...?” giliran Samuel yang sedikit mengekeret karena tertangkap basah. Mata Dean terlihat kecewa dan marah.
     “Kau keterlaluan Samuel, dan kalau papa mendengarnya...,”
     “AKU NGGAK PEDULI!!!!” pekik Sam seraya berlari keluar dari kamarnya,

Dean melihat adiknya keluar dengan menangis. Dia hanya mengela nafas. Dilihatnya anak ini pun terseguk menangis. Tapi ia mengerti jika ia menangis, ucapan yang baru saja ia dengar pastilah sangat menyakitkan. Dia benar-benar harus bicara serius dengan adiknya ini. Tapi untuk saat ini, anak ini lebih menarik perhatiannya. Ia tidak bisa mengingkari, sosoknya yang lemah dan terpojok membuatnya ingin memberikan kenyamana. ‘Ya Tuhan perasaan apa, ini?’

    “Hey, Nak,” Dean mencoba untuk bersikap baik. Ia duduk di tepi tempat tidur. “jangan kau hiraukan dia...dia tidak serius dengan ucapannya,”
Alec masih tersegu-seguk.
Dean menghela nafas, dan berpindah duduknya ke samping anak ini. Perlahan ia menarik tubuh kecil Alec ke pelukannya, “Shss., jangan nangis...”
Alec luluh dan jatuh kepelukan tuan mudanya.
     “Ak...u in...gin pu...lang...,” di tengah isakannya.
Dean hanya mengeratkan pelukannya.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar