Jumat, 16 November 2012

Beauty Love Brother - Bagian 14


Rating : K+

Genre : Family

Character : Alec, Ben, Dean, Sam


Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?

ENJOY


Chapter 14

                Dean mengetuk pintu sebelum masuk ke kamar adiknya. Ia harus menemui Samuel, untuk melihat keadaannya, setelah tadi ia membiarkan Alec menangis di pelukannya, dan Dean hanya bisa mengusap-usap bocah mungil itu. Dean tidak bisa memungkiri Alec sudah mencuri hatinya. Bukan hanya karena wajahnya yang menyerupai Adeline, tapi kerapuhan tubuhnya dan perasaannya yang sensitive, terlebih setelah melihat bocah tersebut menangis dan dengan dengan mudahnya jatuh ke pelukannya, orang yang baru dikenalnya, menandakan anak ini haus akan perhatian dan kasih sayang. Dean semakin tersentuh dengannya. Tapi Samuel adalah adiknya dan dia sangat menyayangi dia, terlebih setelah Adeline tidak ada; perasaan Samuel yang harus lebih ia jaga, meski memang Samuel telah melakukan yang sedikit keterlaluan dengan ucapannya yang tajam.  Iapun tidak menyukai ucapan Samuel, tapi ia mengerti kenapa Samuel melakukannya. Dan di sinilah ia, berdiri di depan pintu kamar Samuel, mengetuk pintu. 

    “Samuel?” Dean mendekatinya perlahan.
Samuel bereaksi dengan mengusap air matanya. “Untuk apa kesini? Urus saja anak cengeng itu ...”
Dean menarik nafas. “Papa belum mendengar sikapmu ini, Sam, dan lebih baik dia tidak mendengarnya.”
Samuel terkatup. Wajahnya semakin ditekuk berlipat-lipat.
Dean harus tersenyum melihatnya. Sudah lama sekali sejak ia terakhir mendengar Samuel merajuk seperti ini. Berapa umurnya sekarag, 13 tahun? Sudah seharusnya Samuel meninggalkan masa-masa merajuk seperti ini.
    “Masih pantaskah kau merajuk seperti ini?” dengan suara halus.
    “Lalu pantaskah dia menjadi Adeline?” balas Samuel tak mau kalah. “Anak yang nggak jelas asal-usulnya, nemu di jalan...penyakitan, cengeng pula.”
Dean menghela nafas. “Namanya Alec, dia dari Panti Asuhan St. Peter, dan ya, papa menemukannya di jalan dalam keadaan sakit. Tapi kita harus mengakui, dia yang membangkitkan semangat mama.”
    “Ya, karena dia mirip Adeline. Coba kalau dia tidak mirip Adeline.”
    “Tapi sebelumnya mama tidak tahu, anak itu mirip Adeline, bukan? Mama dengan sendirinya bangun dan masuk ke kamar Adeline tanpa tahu anak itu mirip Adeline, itu artinya ada sesuatu di antara mereka. Aku percaya anak itu datang untuk sesuatu.”
Samuel terbelalak tidak percaya dengan ucapan kakaknya yang tidak masuk akal.    
    “Anak itu bukan Adeline, kak, dan dia nggak boleh jadi Adeline. Kakak tidak sayang lagi Adeline.”
Dean terkatup dengan tuduhan Samuel.
    “Kau jahat menuduhku seperti itu.”
    “Kalau kakak masih sayang Adeline, kakak tidak akan mengizinkan anak itu menjadi Adeline.”
    “Alasannya?”
    “Karena anak itu akan menggantikan sosok Adeline. Adeline tidak akan pernah tergantikan, kak.”
Dean menghela nafas, “Sampai kapanpun Adeline tidak akan pernah tergantikan. Tapi mama tidak begitu, Sam, kau harus bisa memahami kondisi mama. Mama hanya melihat Adeline, mama hanya bercahaya saat ada Adeline, dan saat Adeline pergi, cahaya itupun redup,” Dean menahan nafas sebelum melanjutkannya, “Jujur, aku ingin ingin cahaya itu kembali....”
Samuel terkatup dengan ucapan kakaknya, air matanya kembali menggenang, “Tidak adil...,”
Dean tercenung, “Tidak adil?”
     “Mama lebih melihat Adeline daripada kita..., mama lebih sayang Adeline daripada kita,” suara Samuel berubah sedih.
Dean melihat raut wajah adik tersayangnya, tergambar jelas, raut wajah yang berusaha ia sembunyikan tapi tak tersembunyikan lagi  sekarang, Samuel cemburu dengan Adeline. Dan akan jahat sekali jika terpikirkan Samuel lebih memilih tidak ada Adeline. Dean tidak akan pernah mengizinkan pikiran itu sampai terucap dari mulutnya, karena ia tahu Samuel pun sangat sayang pada Adeline.
Dean menarik nafas dalam-dalam, “Tidak benar mama lebih sayang Adeline dari pada kita. Kita tahu sendiri kenapa mama lebih memperhatikan Adeline...,”
    “Karena mama hampir kehilangan Adeline saat mengeluarkan Adeline,” Samuel menjawab sendiri.
Dean harus mengangguk. Tentu Samuel tahu itu, usianya sudah 8 tahun saat Adeline lahir.
    “Kita hampir kehilangan Adeline karena kondisi jantungnya yang tidak sempurna, dan mama menyalahkan diri atas kondisi Adeline. Karena itu mama lebih memperhatikan Adeline, tapi bukan berarti tidak menyayangi kita, Sam,” Dean harus mengingatkan kembali. Alasan itu pula yang membuat dirinya ingin menjadi dokter selain juga ingin seperti ayahnya. Dia ingin dapat membantu anak-anak yang memiliki kondisi seperti Adeline.
Samuel terkatup.
    “Tapi aku akan kehilanganmu, kalau Adeline hidup lagi.”
    “Maksudmu, aku juga akan lebih memperhatikan Adeline daripada dirimu?”
    “Belum jadi Adeline saja, kau sudah lebih memperhatikan dia, Dean, apalagi kalau sudah menjadi Adeline”
    “Karena saat ini dia masih kurang sehat, Sam.”
    “Dia akan terus kurang sehat, dia kan penyakitan,” masih dengan menekuk wajahnya.
Dean harus tersenyum geli. Wajah Samuel benar-benar menggemaskan kalau sedang merajuk seperti ini. Samuel benar-benar ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari orang-orang yang disayanginya. Dan karena itu pula, Dean memang sedikit memanjakan Samuel melebih ayahnya, dan membiarkan Samuel bersikap semaunya. Dean hanya mencoba mengisi kekurangan perhatian yang dirasakan adiknya, walau sebenarnya Sam sama sekali tidak kehilangan semua itu.
     “Kau, adikku, Sam, tidak akan ada yang bisa menggantikan posisimu meski dia menjadi Adeline.”
Samuel masih menekuk mukanya.
    “Ayolah, Sam... “ Dean membujuk adiknya dengan suara yang halus. “Aku janji, kau tidak akan kehilangan aku. Berilah kesempatan anak itu untuk menghidupkan kembali cahaya mama. Tidakah kau sayang mama?”
    “Aku sayang mama...” sahut Sam lirih.
    “Tidakkah kau sedih melihat mama terus dalam kondisi seperti itu?”
Samuel tidak menyahut.
    “Aku ingin melihat mama yang dulu..., sehat dan ceria...”
    “Begitu pun aku, Sam...”
Samuel terkatup.
    “Kita akan hidup dalam kebohongan.”
Dean tersenyum dengan mengangguk, “Tapi tidak apa-apa, kita bisa melakukannya.”
Samuel tak menyahut.
Dean menarik nafas, ia mengusap-usap kepala adiknya, “Kau sudah besar, Samuel, sudah saatnya untuk belajar melihat sekelilingmu...,” ditariknya kepala Samuel untuk dikecupnya erat, “Kau tidak akan kehilangan aku, Sam, tidak akan pernah,” dan beranjak berdiri dan keluar kamar.
Samuel terpekur sepeninggal kakaknya. Air matanya menetes di pipi dan langsung diusapnya.
**

Alec tetap di kamar Adeline. Matanya masih merah sisa tadi ia menangis. Sir Caleb kini bersamanya memijat-mijat kaki Alec untuk melancarkan peredaran darah Alec yang agak terhenti setelah seminggu ia tidak turun tempat tidur. Perasaannya kini sedikit tenang setelah tadi Sir Dean menemaninya, memeluk Alec dan membiarkannya menangis di dadanya yang bidang - Alec jadi ingin cepat besar dan memiliki tubuh seperti Sir Dean. Alec sendiri tidak tahu kenapa Sir Dean baik padanya, sementara Sir Samuel, yang ia yakini sebagai adik Sir Dean, bersikap sebaliknya; jahat padanya. Memang Sir Dean tidak banyak bicara, tapi sikapnya begitu baik padanya dan menenangkannya untuk tidak perlu khawatir. Tapi tetap tidak membuat Alec nyaman sepenuhnya. Semua orang di sini bersikap aneh padanya. Ada yang baik dan ada juga yang jahat. Ucapan Sir Samuel yang menusuk hatinya masih terngiang di kepalanya. Alec tidak menyukainya, Sir Samuel jahat padanya. Sekarang Alec ingin pulang, pulang ke St. Peter di mana Suster Anne and Suster Theresa menyayanginya sepenuh hati.
    “Bapa Simon, bawa aku pulang sekarang ….”

Setelah seperti yang berjam-jam, akhirnya Bapa Simon muncul bersama Lord Winchester dan Sir Dean.

    “Bapa, bisa kita pulang sekarang?”
Tapi Bapa Simon tersenyum, dan dudk di tempat tidur.
    “Kamu ingin pulang?”
    “Ya!” tapi ia terpaku... menyadari itu adalah jawaban yang salah. “Bolehkah aku pulang...?” dengan melihat orang-orang besar dengan raut wajah yang aneh mengelilinginya, membuatnya semakin tegang.
Bapa Simon menghela nafas dengan tersenyum, dan menengok pada Lord Winchester, lalu kembali pada Alec, “Nak, ada yang harus Bapa sampaikan padamu. Pernahkah Bapa mengatakan tentang dirimu memiliki keluarga?”
Alec terpaku, dia dapat merasakannya. Takut-takut Alec menengok pada Lord Winchester denga mata penuh pertanyaan.
Lord Winchester menghela nafas dengan tersenyum, “Alec, … kami ingin mengadopsimu, Nak.
Alec terkatup kaget, tidak percaya apa yang baru saja dengar. Ia menengok kepada Bapa Simon untuk memastikannya. Dan Bapa Simon hanya mengangguk.
    “Bagaimana menurutmu, Nak? Maukah kau menjadi bagian dari keluarga kami? …?” Lord Winchester bertanya kembali dengan halus.
Alec langsung berpikir. Sangat mengagetkannya, dan tidak pernah ia berani membayangkannya. Memiliki keluarga, seperti Ben, dan yang ini adalah Keluarga Marques... dia akan menjadi bagian keluarga ini? Sebagai putra mereka? Memiliki ibu yang akan mencintainya. Tapi tunggu, anak mereka? Sepertinya Alec belum mendengar Lord Winchester menyinggung soal putra, hanya akan mengadopsinya saja. Alec langsung pucat. Dia tidak akan menjadi putra mereka, melainkan menjadi Miss Adeline untuk mereka, untuk Lady Mary.
     “Apakah aku akan menjadi Miss Adeline?” dengan suara yang sangat pelan tai lansgung pada titik pertanyaan yang mengagetkan semua orang di sana.
Mereka semua menelan ludah dengan gugup, tidak mengira akan mendapatkan pertanyaan langsung seperti ini.
Belum ada yang menjawan. Alec menengok pada Bapa Simon.
   “Nak, _”
   “Nak,” Lord Winchester memotingnya. “Kami tidak akan mengatakannya seperti itu, tapi Milady membutuhkan putrinya saat ini. Dan baginya, kau adalah putrinya. Kepergian Adeline sangat mempengaruhi Milady, dan menghancurkan hatinya. Beberapa tahun ini, kondisi Milady tidak baik dan tidak mampu untuk bangkit dari tempat tidur. Tapi saat kau datang, seperti semua mukjizat dan membuat Milady hidup kembali. Kau telah menyelamatkan Milady, Nak…”
    “Tapi aku bukan Adeline.”
    “Kami tahu, Nak, dan kami tidak akan mengatakan dirimu adalah Adeline. Kau adalah Alec, tapi untuk Milady, kau adalah Adeline, dan dia tidak bisa kehilangan puntrinya lagi. Jadi saya mohon, Nak …” Lord Winchester tidak perlu mengatakan lagi apa yang ia pohonkna dari Alec
Alec menggigit bibirnya, tidak dapat berpikir.
     “Apa aku akan berpakaian seperti Adeline?”
Lord Winchester menghela nafas. Ia tahu ini tidak akan mudah, tapi ia kan mencobanya.
   “Sepertinya begitu, Nak,” ia harus mengatakannya.
Alec sepakin pucat. Dia berdandan seperti anak perempuan? ‘Mimpi Buruk!’
    “Dan menata rambutku?
Lord Winchester mengangguk.
Ya Tuhan, kenapa harus jadi seperti ini?.’    
    “saya tahu ini akan sengat berat untukmu, tapi kami janji kami akan membuatnya lebih mudah. Dan kami janji, kau akan diperlakukan dengan baik di sini, kau akan dicintai, kami yang akan mengurus segalanya, kau akan memiliki kamar ini, dan kau akan sepenuhnya menjadi bagian dari keluarga ini. Tidak akan ada yang melihat darimana dirimu berasala.
Alec menggigit bibir, ‘Ada, Sir Samuel. Dia membenciku.’ Tapi Alec hanya terdiam, tidak tahu harus berucap apa. Dia melihat ke semua orang, terlebih dengan Sir Dean. Hanya dia yang ia ketahui benar-benar peduli padanya, yang lainnya? Mana ia tahu.
   “Dan aku akan dicintai sebagai Miss Adeline?” pertanyaan langsung lainnya keluar begitu saja. “Bukan sebagai diriku sendiri?”
Kesemuanya terpaku. Anak ini sudah memperkirakannya.
   “Tentu saja tidak, Nak, ... kau akan dicintai sebagai Alec. Kami tidak akan melihatmu sebagai Adeline, karenakau tetap Alec….”
    “Tapi aku disini untuk berpura-pura menjadi Adeline, dan aku diadopsi karena aku memiliki wajah seperti Adeline, makanya aku menjadi Adeline!” Alec tidak bsia lagi menahan emosinya.
    “ALEC!” Bapa Simon harus menghardiknya. Alec sudah keterlaluan.
   “Tidak, tidak apa-apa, Bapa,” Lord Winchester harus menarik nafas dalam-dalam. Dia tidak mengira anak ini sangat terbuka dan cukup cerdas dan berani. Dan ucapan Alec benar-benar mengagetkan mereka.
    “Saya tahu, apa yang kami minta sangatlah berat untukmu, dan kami tidak bisa memaksamu. Maafkan kami, Nak,” wajahnya menjadi sedih karena rencana ini tidak mungkin dilakukan. Alec tidak akan menerimanya. Ya, dia Alec bukan Adeline.
Alec menggigit bibirnya.
   “Sir…,” seorang pelayan masuk menginterupsi mereka.
  “Ya, Emma?”
  “Milady menayakan Miss Adeline, Tuan.”
Kesemuanya beralih pada Alec dengan wajah berharap di sana. Tapi Alec tak bergeming, dan Lord Winchester tidak dapat memaksanya.
Ia kembali pada Emma, “Emma, tolong  …”
    “Milady menangis, Tuan, dan ia tidak akan beristirahat sebelum melihat Miss Adeline.”
Sekali lagi mereka menengok pada Alec, dan Alec tidak tahu harus berbuat apa
Lord Winchester memandang mata Alec dalam-dalam. “Nak, tolong, bisakah kau melakukannya untuk Milady…?” dengan mata yang memohon.
Alec tidak kuat melihat mata memohon itu, ia lalu beralih pada Bapa Simon, yang juga memberikan mata yang sama.
    “Tolonglah, Nak …”
Alec melihat ke seluruh orang di sana, khususnya pada Sir Dean yang juga memberikan mata memohon. Alec kembali pada Lord Winchester. Ia tahu, ia akan sangat jahat sekali jika tidak memenuhi permintaan Lord untuk Milady, orang yang sudah menyelamatkan hidupnya dengan cintanya.
Perlahan ia mengangguk, dan kesemuanya menghela nafas lega.
    “Terima kasih, Nak. Mari,” Lord Winchester mengangkat tubuh kecil itu perlahan. Alec hanya mengenakan pakaian tidur milik Adeline, saat dibawa keluar kamar menuju kamar Milady.

Alec tetap diam di pelukan Lord. Perasaannya sangat nyaman, seperti berada di pelukan seorang ayah. Perasaan yang berbeda dibanding saat dipeluk oleh Bapa Simon. Ada perasan cinta dan kasih sayang di sana. Alec menginginkan ini.

Alec dapat mendengar rintihannya saat mereka masuk ke kamar Milady, dan melihat Milady menangis memanggil-manggil putrinya.

    “Di mana dia? Di mana putriku? Aku butuh dia... aku butuh Edel…”
   “Edel di sini, sayang,” Lord Winchester masuk dengan Alec di pelukannya.
   “Louis? Oh, Adeline ..,” suaranya langsung begitu melihat sosok kecil di gendongan suaminya, “Sini sayang...sini sama mama …”
Alec melihatnya dengan gugup.  Sedikit menakutnya mengingat kondisinya.
Dengan hati-hati, Lord Winchester meletakkan Alec di samping wanita yang rapuh ini, dan Alec tidak memberontak. Alec dapat mencium bau harum dari tubuhnya.
   “Oh, Edel…,” Mary langsung memeluknya hangat
Alec memandang kedua mata itu, dan merasa kasihan. Ia dapat melihat kecantikan di wajah ini, tapi rasa sedih menutupinya. Alec bertanya-tanya apakah ia bisa mengembalikan kecantikannya.
     “Jangan tinggalkan mama lagi, putri cantiku, mama butuh Edel, ya...sayang...dengan mengusap pipinya halus, sama sekali tidak menyadari siapa yang sebenarnya yang ada di hadapannya ini
Alec hanya mengangguk dan tidak Mary menutup mata dan membawa Alec ke mimpi indahnya Alecpun memejamkan matanya dan merasakan dalam-dalam cinta ini. Ia tidak bisa mengingkarinya, ia menyukai ini. Ia menyukai dipeluk seperti ini dan dicintai seperti ini.... memiliki seorang ibu... ia tersenyum dalam tidurnya.

Lord Winchester dan Dean tersenyum melihat pemandangan ini, juga seseorang yang berdiri mengintip di balik pintu tidak berani masuk. Sosok itu hanya melihat dengan wajah datar, mencoba bersahabat dengan perasaan yang ia rasakan saat ini.

TBC 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar