Rating : K+
Genre : Family
Character : Alec, Ben, Dean, Sam
Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?
Genre : Family
Character : Alec, Ben, Dean, Sam
Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?
ENJOY
Chapter
14
Dean mengetuk pintu sebelum masuk
ke kamar adiknya. Ia harus menemui Samuel, untuk melihat keadaannya, setelah
tadi ia membiarkan Alec menangis di pelukannya, dan Dean hanya bisa mengusap-usap
bocah mungil itu. Dean tidak bisa memungkiri Alec sudah mencuri hatinya. Bukan
hanya karena wajahnya yang menyerupai Adeline, tapi kerapuhan tubuhnya dan
perasaannya yang sensitive, terlebih setelah melihat bocah tersebut menangis dan dengan dengan mudahnya jatuh ke
pelukannya, orang yang baru dikenalnya, menandakan anak ini haus akan perhatian
dan kasih sayang. Dean semakin tersentuh dengannya. Tapi Samuel adalah adiknya
dan dia sangat menyayangi dia, terlebih setelah Adeline tidak ada; perasaan
Samuel yang harus lebih ia jaga, meski memang Samuel telah melakukan yang sedikit keterlaluan
dengan ucapannya yang tajam. Iapun tidak
menyukai ucapan Samuel, tapi ia mengerti kenapa Samuel melakukannya. Dan di sinilah ia, berdiri di depan pintu kamar Samuel, mengetuk
pintu.
“Samuel?” Dean mendekatinya perlahan.
Samuel bereaksi
dengan mengusap air matanya. “Untuk apa kesini? Urus saja anak cengeng itu ...”
Dean menarik
nafas. “Papa belum mendengar sikapmu ini, Sam, dan lebih baik dia tidak
mendengarnya.”
Samuel
terkatup. Wajahnya semakin ditekuk berlipat-lipat.
Dean harus
tersenyum melihatnya. Sudah lama sekali sejak ia terakhir mendengar Samuel
merajuk seperti ini. Berapa umurnya sekarag, 13 tahun? Sudah seharusnya Samuel meninggalkan
masa-masa merajuk seperti ini.
“Masih
pantaskah kau merajuk seperti ini?” dengan suara halus.
“Lalu pantaskah dia menjadi Adeline?” balas
Samuel tak mau kalah. “Anak yang nggak jelas asal-usulnya, nemu di
jalan...penyakitan, cengeng pula.”
Dean menghela
nafas. “Namanya Alec, dia dari Panti Asuhan St. Peter, dan ya, papa
menemukannya di jalan dalam keadaan sakit. Tapi kita harus mengakui, dia yang
membangkitkan semangat mama.”
“Ya, karena dia mirip Adeline. Coba kalau
dia tidak mirip Adeline.”
“Tapi sebelumnya mama tidak tahu, anak itu
mirip Adeline, bukan? Mama dengan sendirinya bangun dan masuk ke kamar Adeline
tanpa tahu anak itu mirip Adeline, itu artinya ada sesuatu di antara mereka. Aku
percaya anak itu datang untuk sesuatu.”
Samuel
terbelalak tidak percaya dengan ucapan kakaknya yang tidak masuk akal.
“Anak itu bukan Adeline, kak, dan dia nggak
boleh jadi Adeline. Kakak tidak sayang lagi Adeline.”
Dean terkatup
dengan tuduhan Samuel.
“Kau jahat menuduhku seperti itu.”
“Kalau kakak masih sayang Adeline, kakak
tidak akan mengizinkan anak itu menjadi Adeline.”
“Alasannya?”
“Karena anak itu akan menggantikan sosok
Adeline. Adeline tidak akan pernah tergantikan, kak.”
Dean menghela
nafas, “Sampai kapanpun Adeline tidak akan pernah tergantikan. Tapi mama tidak
begitu, Sam, kau harus bisa memahami kondisi mama. Mama hanya melihat Adeline,
mama hanya bercahaya saat ada Adeline, dan saat Adeline pergi, cahaya itupun
redup,” Dean menahan nafas sebelum melanjutkannya, “Jujur, aku ingin ingin cahaya
itu kembali....”
Samuel terkatup
dengan ucapan kakaknya, air matanya kembali menggenang, “Tidak adil...,”
Dean tercenung,
“Tidak adil?”
“Mama lebih melihat Adeline daripada
kita..., mama lebih sayang Adeline daripada kita,” suara Samuel berubah sedih.
Dean melihat
raut wajah adik tersayangnya, tergambar jelas, raut wajah yang berusaha ia
sembunyikan tapi tak tersembunyikan lagi
sekarang, Samuel cemburu dengan Adeline. Dan akan jahat sekali jika
terpikirkan Samuel lebih memilih tidak ada Adeline. Dean tidak akan pernah
mengizinkan pikiran itu sampai terucap dari mulutnya, karena ia tahu Samuel pun
sangat sayang pada Adeline.
Dean menarik
nafas dalam-dalam, “Tidak benar mama lebih sayang Adeline dari pada kita. Kita
tahu sendiri kenapa mama lebih memperhatikan Adeline...,”
“Karena mama hampir kehilangan Adeline saat
mengeluarkan Adeline,” Samuel menjawab sendiri.
Dean harus
mengangguk. Tentu Samuel tahu itu, usianya sudah 8 tahun saat Adeline lahir.
“Kita hampir kehilangan Adeline karena kondisi
jantungnya yang tidak sempurna, dan mama menyalahkan diri atas kondisi Adeline.
Karena itu mama lebih memperhatikan Adeline, tapi bukan berarti tidak
menyayangi kita, Sam,” Dean harus mengingatkan kembali. Alasan itu pula yang
membuat dirinya ingin menjadi dokter selain juga ingin seperti ayahnya. Dia
ingin dapat membantu anak-anak yang memiliki kondisi seperti Adeline.
Samuel
terkatup.
“Tapi aku akan kehilanganmu, kalau Adeline
hidup lagi.”
“Maksudmu, aku juga akan lebih
memperhatikan Adeline daripada dirimu?”
“Belum jadi Adeline saja, kau sudah lebih
memperhatikan dia, Dean, apalagi kalau sudah menjadi Adeline”
“Karena saat ini dia masih kurang sehat,
Sam.”
“Dia akan terus kurang sehat, dia kan
penyakitan,” masih dengan menekuk wajahnya.
Dean harus
tersenyum geli. Wajah Samuel benar-benar menggemaskan kalau sedang merajuk
seperti ini. Samuel benar-benar ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari
orang-orang yang disayanginya. Dan karena itu pula, Dean memang sedikit
memanjakan Samuel melebih ayahnya, dan membiarkan Samuel bersikap semaunya. Dean
hanya mencoba mengisi kekurangan perhatian yang dirasakan adiknya, walau
sebenarnya Sam sama sekali tidak kehilangan semua itu.
“Kau, adikku, Sam, tidak akan ada yang
bisa menggantikan posisimu meski dia menjadi Adeline.”
Samuel masih
menekuk mukanya.
“Ayolah, Sam... “ Dean membujuk adiknya
dengan suara yang halus. “Aku janji, kau tidak akan kehilangan aku. Berilah
kesempatan anak itu untuk menghidupkan kembali cahaya mama. Tidakah kau sayang
mama?”
“Aku sayang mama...” sahut Sam lirih.
“Tidakkah kau sedih melihat mama terus
dalam kondisi seperti itu?”
Samuel tidak
menyahut.
“Aku ingin melihat mama yang dulu..., sehat
dan ceria...”
“Begitu pun aku, Sam...”
Samuel terkatup.
“Kita akan hidup dalam kebohongan.”
Dean tersenyum
dengan mengangguk, “Tapi tidak apa-apa, kita bisa melakukannya.”
Samuel tak
menyahut.
Dean menarik
nafas, ia mengusap-usap kepala adiknya, “Kau sudah besar, Samuel, sudah saatnya
untuk belajar melihat sekelilingmu...,” ditariknya kepala Samuel untuk
dikecupnya erat, “Kau tidak akan kehilangan aku, Sam, tidak akan pernah,” dan
beranjak berdiri dan keluar kamar.
Samuel terpekur
sepeninggal kakaknya. Air matanya menetes di pipi dan langsung diusapnya.
**
Alec tetap di kamar
Adeline. Matanya masih merah sisa tadi ia menangis. Sir Caleb kini bersamanya memijat-mijat
kaki Alec untuk melancarkan peredaran darah Alec yang agak terhenti setelah
seminggu ia tidak
turun tempat tidur. Perasaannya kini sedikit tenang setelah tadi Sir
Dean menemaninya, memeluk Alec dan membiarkannya menangis di dadanya yang
bidang - Alec jadi ingin cepat besar dan memiliki tubuh seperti Sir Dean. Alec
sendiri tidak tahu kenapa Sir Dean baik padanya, sementara Sir Samuel, yang ia
yakini sebagai adik Sir Dean, bersikap sebaliknya; jahat padanya. Memang
Sir Dean tidak banyak bicara, tapi sikapnya begitu baik padanya dan menenangkannya
untuk tidak perlu khawatir. Tapi tetap tidak membuat Alec nyaman sepenuhnya.
Semua orang di sini bersikap aneh padanya. Ada yang baik dan ada juga yang
jahat. Ucapan Sir Samuel yang menusuk hatinya masih terngiang di kepalanya.
Alec tidak menyukainya, Sir Samuel jahat padanya. Sekarang Alec ingin pulang,
pulang ke St. Peter di mana Suster Anne and Suster Theresa menyayanginya
sepenuh hati.
“Bapa
Simon, bawa aku pulang sekarang ….”
Setelah seperti yang berjam-jam, akhirnya
Bapa Simon muncul bersama Lord Winchester dan Sir Dean.
“Bapa,
bisa kita pulang sekarang?”
Tapi Bapa Simon tersenyum, dan dudk di
tempat tidur.
“Kamu
ingin pulang?”
“Ya!”
tapi ia terpaku... menyadari itu adalah jawaban yang
salah. “Bolehkah aku pulang...?” dengan melihat orang-orang besar dengan raut
wajah yang aneh mengelilinginya, membuatnya semakin tegang.
Bapa Simon menghela nafas dengan tersenyum, dan menengok pada Lord Winchester, lalu kembali pada Alec,
“Nak, ada yang harus Bapa sampaikan padamu. Pernahkah Bapa
mengatakan tentang dirimu memiliki keluarga?”
Alec terpaku, dia
dapat merasakannya. Takut-takut Alec menengok pada Lord Winchester denga mata
penuh pertanyaan.
Lord Winchester menghela nafas dengan tersenyum, “Alec, … kami ingin mengadopsimu, Nak.”
Alec terkatup kaget,
tidak percaya apa yang baru saja dengar. Ia menengok kepada Bapa Simon untuk
memastikannya.
Dan Bapa Simon hanya mengangguk.
“Bagaimana menurutmu, Nak? Maukah kau menjadi bagian dari keluarga
kami? …?”
Lord Winchester bertanya kembali dengan halus.
Alec langsung
berpikir. Sangat mengagetkannya, dan tidak pernah ia berani membayangkannya.
Memiliki keluarga, seperti Ben, dan yang ini adalah Keluarga Marques... dia
akan menjadi bagian keluarga ini? Sebagai putra mereka? Memiliki ibu yang akan
mencintainya. Tapi tunggu, anak mereka? Sepertinya Alec belum mendengar Lord
Winchester menyinggung soal putra, hanya akan mengadopsinya saja. Alec langsung
pucat. Dia tidak akan menjadi putra mereka, melainkan menjadi Miss Adeline
untuk mereka, untuk Lady
Mary.
“Apakah aku akan menjadi Miss Adeline?” dengan suara yang sangat pelan tai lansgung pada titik pertanyaan yang
mengagetkan semua orang di sana.
Mereka semua
menelan ludah dengan gugup, tidak mengira akan mendapatkan pertanyaan langsung
seperti ini.
Belum ada yang
menjawan. Alec menengok pada Bapa Simon.
“Nak,
_”
“Nak,”
Lord Winchester memotingnya. “Kami tidak akan
mengatakannya seperti itu, tapi Milady membutuhkan putrinya saat ini. Dan
baginya, kau adalah putrinya. Kepergian Adeline sangat mempengaruhi Milady, dan
menghancurkan hatinya. Beberapa tahun ini, kondisi Milady tidak baik dan tidak
mampu untuk bangkit dari tempat tidur. Tapi saat kau datang, seperti semua
mukjizat dan membuat Milady hidup kembali. Kau telah menyelamatkan Milady, Nak…”
“Tapi aku bukan Adeline.”
“Kami tahu, Nak,
dan kami tidak akan mengatakan dirimu adalah Adeline. Kau
adalah Alec, tapi untuk Milady, kau adalah Adeline, dan dia tidak bisa
kehilangan puntrinya lagi. Jadi saya mohon, Nak …” Lord Winchester tidak perlu mengatakan lagi apa yang ia pohonkna dari Alec
Alec menggigit
bibirnya, tidak dapat berpikir.
“Apa aku akan berpakaian seperti Adeline?”
Lord Winchester menghela nafas. Ia tahu ini tidak akan mudah, tapi ia kan mencobanya.
“Sepertinya begitu, Nak,” ia harus mengatakannya.
Alec sepakin pucat.
Dia berdandan seperti anak perempuan? ‘Mimpi Buruk!’
“Dan menata rambutku?”
Lord Winchester mengangguk.
‘Ya Tuhan,
kenapa harus jadi seperti ini?.’
“saya tahu ini akan sengat berat untukmu, tapi kami janji kami akan
membuatnya lebih mudah.
Dan kami janji, kau akan diperlakukan dengan baik di
sini, kau akan dicintai, kami yang akan mengurus segalanya, kau akan memiliki
kamar ini, dan kau akan sepenuhnya menjadi bagian dari keluarga ini. Tidak akan
ada yang melihat darimana dirimu berasala.
Alec menggigit
bibir, ‘Ada, Sir Samuel. Dia membenciku.’
Tapi Alec hanya terdiam, tidak tahu harus berucap apa. Dia melihat ke semua
orang, terlebih dengan Sir Dean. Hanya dia yang ia ketahui benar-benar peduli padanya, yang lainnya? Mana ia tahu.
“Dan aku akan dicintai sebagai Miss Adeline?” pertanyaan langsung lainnya
keluar begitu saja. “Bukan sebagai diriku sendiri?”
Kesemuanya
terpaku. Anak ini sudah memperkirakannya.
“Tentu saja tidak, Nak, ... kau akan dicintai sebagai Alec. Kami tidak akan
melihatmu sebagai Adeline, karenakau tetap Alec….”
“Tapi aku disini untuk
berpura-pura menjadi Adeline, dan aku diadopsi karena aku memiliki wajah
seperti Adeline, makanya aku menjadi Adeline!” Alec tidak bsia
lagi menahan emosinya.
“ALEC!”
Bapa Simon harus menghardiknya.
Alec sudah keterlaluan.
“Tidak, tidak apa-apa, Bapa,” Lord Winchester harus menarik nafas dalam-dalam. Dia tidak mengira anak ini sangat terbuka
dan cukup cerdas dan berani. Dan ucapan Alec benar-benar mengagetkan mereka.
“Saya tahu, apa yang kami minta sangatlah berat untukmu, dan kami tidak bisa
memaksamu. Maafkan kami, Nak,” wajahnya menjadi sedih
karena rencana ini tidak mungkin dilakukan. Alec tidak akan menerimanya. Ya,
dia Alec bukan Adeline.
Alec menggigit bibirnya.
“Sir…,” seorang pelayan masuk menginterupsi mereka.
“Ya,
Emma?”
“Milady menayakan Miss Adeline, Tuan.”
Kesemuanya
beralih pada Alec dengan wajah berharap di sana. Tapi Alec
tak bergeming, dan Lord Winchester tidak dapat memaksanya.
Ia kembali pada
Emma, “Emma, tolong …”
“Milady menangis, Tuan, dan ia tidak akan beristirahat sebelum melihat Miss Adeline.”
Sekali lagi
mereka menengok pada Alec, dan Alec tidak tahu harus berbuat apa
Lord Winchester memandang mata Alec dalam-dalam. “Nak, tolong,
bisakah kau melakukannya untuk Milady…?” dengan mata yang
memohon.
Alec tidak kuat
melihat mata memohon itu, ia lalu beralih pada Bapa Simon, yang juga memberikan
mata yang sama.
“Tolonglah, Nak
…”
Alec melihat ke
seluruh orang di sana, khususnya pada Sir Dean yang juga memberikan mata
memohon. Alec kembali pada Lord Winchester. Ia tahu, ia akan
sangat jahat sekali jika tidak memenuhi permintaan Lord untuk Milady, orang
yang sudah menyelamatkan hidupnya dengan cintanya.
Perlahan ia
mengangguk, dan kesemuanya menghela nafas lega.
“Terima kasih, Nak. Mari,” Lord Winchester mengangkat tubuh kecil itu perlahan. Alec hanya mengenakan pakaian tidur
milik Adeline, saat dibawa keluar kamar menuju kamar Milady.
Alec tetap diam di
pelukan Lord. Perasaannya sangat nyaman, seperti berada di pelukan seorang
ayah. Perasaan yang berbeda dibanding saat dipeluk oleh Bapa Simon. Ada perasan
cinta dan kasih sayang di sana. Alec menginginkan ini.
Alec dapat mendengar
rintihannya saat mereka masuk ke kamar Milady, dan melihat Milady menangis
memanggil-manggil putrinya.
“Di mana dia? Di mana putriku? Aku butuh dia... aku butuh Edel…”
“Edel di sini, sayang,” Lord Winchester masuk dengan
Alec di pelukannya.
“Louis? Oh, Adeline
..,” suaranya langsung begitu melihat sosok kecil di gendongan
suaminya, “Sini sayang...sini sama mama …”
Alec melihatnya
dengan gugup. Sedikit menakutnya
mengingat kondisinya.
Dengan
hati-hati, Lord
Winchester meletakkan Alec di samping
wanita yang rapuh ini, dan Alec tidak memberontak.
Alec dapat mencium bau harum dari tubuhnya.
“Oh, Edel…,”
Mary langsung memeluknya hangat
Alec memandang kedua
mata itu, dan merasa kasihan. Ia dapat melihat kecantikan di wajah ini, tapi rasa
sedih menutupinya. Alec
bertanya-tanya apakah ia bisa mengembalikan kecantikannya.
“Jangan tinggalkan mama lagi, putri cantiku, mama butuh
Edel, ya...sayang...”
dengan mengusap pipinya halus, sama sekali tidak
menyadari siapa yang sebenarnya yang ada di hadapannya ini
Alec hanya
mengangguk dan tidak Mary menutup mata dan membawa Alec ke mimpi indahnya Alecpun memejamkan matanya dan merasakan dalam-dalam cinta ini. Ia tidak bisa
mengingkarinya, ia menyukai ini. Ia menyukai dipeluk seperti ini dan dicintai
seperti ini.... memiliki seorang ibu... ia tersenyum dalam tidurnya.
Lord Winchester
dan Dean tersenyum melihat pemandangan ini, juga seseorang yang berdiri
mengintip di balik pintu tidak berani masuk. Sosok itu hanya melihat dengan
wajah datar, mencoba bersahabat dengan perasaan yang ia rasakan saat ini.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar