Jumat, 16 November 2012

Beauty Love Brother - Bagian 15


Rating : K+

Genre : Family

Character : Alec, Ben, Dean, Sam


Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?

ENJOY

Chapter 15

                Alec membuka mata dan menemukan diirnya sudah kembali ke kamar Adeline yang indah. Sudah tiga hari berlalu sejak ia dibawa ke kamar Milady, dan ia bias melihat wajah ceria melady saat bersamanya. Senyumannya, tawa kecilnya, sentuhan lembut dan kasih sayangnya, sangatlah manis, Alec menyukanya. Ia berharap Melady adalah ibunya. Mungkin Milady akan menjadi ibunya jika ia menerima adopsi ini. Sepertinya dia bisa menerima kasih sayang dari Milady meski Milady melihat dirinya sebagai putrinya, bukan sebagai Alec, anak yatim yang membutuhkan kasih sayang. Ya, Alec butuh kasih sayang. Kasih sayang yang hilang sejak Alec pergi. Ia ingin merasakan lagi. Dan tentu saja keluarga Winchester akan memberikannya jika mengetahui sejarah kesehatan Alec. Dan Sir Caleb juga Sir Dean begitu baik padanya. Ia juga menyukai mereka. Tapi apakah ia sanggup jika menjalani hidupnya sebagai seorang putri? Lalu Bagaimana dengan Sir Samuel? Dia satu-satunya yang tidak menyukai kehadiran dirinya di rumah ini, terbukti dengan ia tidak pernah mengunjunginya. Ia akan terus berhadapan dengan Sir Samuel jika menjadi Putri Adeline.

*
Samuel masih mengurung di kamarnya dan sebisa mungkin tidak bersinggungan dengan anak itu. Ia masih tidak mengerti bagaimana anak itu bisa begitu mirip dengan Adeline dan bisa begitu dekat ibunya. Semakin ada rasa cemburu di sana. Tapi ia tidak dapat mengingkari, beberapa hari ini ibunya begitu terlihat ceria dan segar, sangat jauh dari sebelum anak itu datang. Apakah benar anak itu yang bisa menghidupkan kembali cahaya ibunya? Perih Samuel memikirkannya. Dan Dean, Dean sudah bisa menerimanya. Dean menerima saja, jika anak itu menjadi Adeline.

   “Sir?” Ia dikejutkan dengan suara yang muncul di pintu.  Ia menengok dan melihat Emma muncul di pintu.
   “Maaf, Tuan, tapi Milady memanggil Tuan,” ucapnya dengan tersenyum
Hampir mati berdiri Samuel mendengarnya. Tapi ingat, siapa tahu dengan anak itu.
    “Anak itu?” tanyanya dengan curiga.
Emma tersenyum, “Dia ada di kamarnya, Ibumu hanya ingin bertemu denganmu, Tuan.”
Samuel sempat terpaku, tapi langsung bangkit dan berlari keluar menuju kamar ibundanya.

Sesampainya ia di kamar ibunya, ia hampir tak percaya melihat ibundanya duduk di kursi roda menghadap jendela memberinya sinar matahari yang hangat.

Engahan nafas Samuel setelah berlari dari kamarnya terdengar oleh ibundanya.

   “Samuel, kaukah itu, sayang?” tanyanya lirih dengan suaranya yang lembut, tangannya terulur.
Samuel langsung berlari mendekatinya dan menggenggam tangan itu, berlutut di hadapan ibundanya.
    “Iya, Ma, ini Samuel,” dengan menghadap wajah ibunya yang tersenyum manis. Hampir menangis Samuel melihat wajah cantik ini yang sempat tak ada senyum di sana selama beberapa tahun lalu, sekarang dapat tersenyum lagi, tersenyum padanya!
    “Halo, pangeran kecilku,” Mary tersenyum lemah dengan mengusap pipinya hangat. “Mama rindu padamu, sayang, lama kau tidak mengunjungi mama. Sedang sedihkah, kau, nak?” suaranya begitu lembut terdengar dan pelan untuk menyesuaikan nafasnya yang masih terasa pendek.
Samuel langsung menggeleng, “Tidak, Ma, Samuel tidak a           pa-apa. Samuel juga rindu mama,” senyum lebar menyeruak di pipi Samuel, memamerkan dua lesung pipinya.
Mary tersenyum dengan senyum putra kecilnya, diusapnya lesung pipinya, “Kau memang mirip ayahmu.”
Samuel semakin tersenyum bangga.
    “Wajahmu, kepandaianmu, sifat keras kepalamu, semua mirip dia. Mama sayang padamu, Nak.”
Samuel tersenyum haru, “Samuel juga sayang mama.”
Mary tersenyum, “Mama sayang anak-anak mama, hanya mungkin Adeline sedikit berbeda.”
Hati Samuel langsung ciut dengan mendengar ibunya menyinggung nama Adeline.
   “Edele agak berbeda dari kalian berdua,” Mary melanjutkan “Edele membutuhkan perlindungan, dari kau dan Dean. Tapi kakakmu itu, tak perlu diminta pun sudah langsung melindungi adik-adiknya. Dia seperti Ksatria Berkuda Putih yang selalu siap untuk menjaga dan melindungi siapa saja. Dan Edele sangat beruntung memiliki dua kakak seperti kalian. Mama yakin kau juga akan selalu menjaga, melindungi dan menyayangi Edele. Kau akan selalu melindunginya, bukan?”
Samuel menelan ludah. Bagaimana menjawabnya, tapi tatapan hangat ibundanya tidak dapat ia tolak. Iapun sebenarnya takjub mendengar ucapan ibundanya. Ibunya masih dapat mengingat semuanya, dan ia tidak lagi terlihat sakit. Apakah anak itu yang merubahnya? Mengembalikan ibunya yang dulu, yang ceria dan pintar? ‘Ya Tuhan.’ Ingin menangis Samuel merasakannya.
Dan Samuel hanya bisa mengangguk. “Iya, ma, Samuel akan selalu menjaga  Adele, ....  untuk mama...”
Mary tersenyum lega, “Terima kasih, nak, mama tahu kau akan selalu melindungi Adeline, seperti yang dilakukan kakakmu.”
‘Tapi aku bukan Dean!!!’ teriak Sam dalam hati.
Diusapnya pipi itu dikecupnya hangat, “Mama sangat sayang padamu, Nak.”
Samuel tersenyum, “Samuel juga sangat sayang mama,” dan langsung memeluk ibundanya erat.
   “Temani mama di sini ya.”
Samuel mengangguk dan perlahan melepaskan pelukan untuk menarik kursi dan diletakkan di samping kursi roda ibunya, dan menemaninya. Samuel tersenyum dengan bahagianya, akhirnya bisa kembali mendapatkan ibundanya yang dulu.

Cukup lama Samuel menemani Ibundanya di kamar hingga Milady kembali beristirahat di tempat tidur.

Samuel memandang sosok ibunya yang telah tertidur kelelahan. Ibundanya mungkin masih terlihat rapuh, tapi keadaan ini jauh-jauh-jauh lebih baik daripada sebelumnya. Samuel harus mengakui anak itu membawa sesuatu untuk ibunya. Sesuatu yang positif. Ia pun menyadari, ibunya masih menyayangi dirinya, dirinya tidak pernah terlupakan, sama seperti yang dikatakan Dean. Mungkin Dean benar, sudah saatnya ia untuk menjadi anak besar, toh ia bukan anak kecil lagi, umurnya sudah 13 tahun, ia harus bisa meninggalkan egonya, terlebih untuk kebahagiaan ibunya. Ibu yang amat ia sayangi. Sekali lagi Dean benar. Yah, Dean memang selalu benar.

Dikecupnya tangan ibunya sebelum beranjak keluar menuju kamar yang berusaha ia hindari. Kebetulan sekali tidak ada siapa-siapa di sana.

Dan ia melihat sosok kecil di tempat tidur. Dan ia langsung mengkeret ketakutan begitu melihat Samuel masuk dan mendekatinya. Ia menelan ludah dengan gugup.

   “Aku mau pulang, kok,” ucapnya dengan polos dengan gemetar ketakutan hampir menangis.
Samuel hampir terkejut dengan suaranya yang kecil, tipis, dan tinggi. Ternyata tidak hanya tubuhnya saja yang seperti perempuan, tapi juga suaranya.
   “Jangan!” sergahnya langsung.
Tentu saja sahutan Samuel mengagetkannya.
   “Ng..maksudku...kamu harus tetep di sini, mama butuh kamu, kita butuh kamu... aku mau kamu tetap di sini.”
Anak itu menelan ludah kebingungan.
   “Kumohon,” dan ia langsung keluar meninggalkan Alec yang masih ternganga kaget. Benarkah yang ia dengar ini?

*

Bapa Simon terus mengunjungi dan menemani Alec. Ia merasa lega Alec perlahan-lahan kembali sehat, dan akan segera pulang ke St. Peter, tempat ia berasal. Ia dapat mengerti jika Ale menolak adopsi itu karena tahu Alec tidak akan mungkin hidup sebagai anak perempunya, dan memang tidaklah normal. Tapi menjadi bagian dari Kel. Winchester akan memberi Alec kehidupan baru. Memiliki keluarga yang akan menyayanginya. Entah mengapa ia sama sekali tidak meragukan Kel Winchester akan menyayangi Alec seperti putra mereka sendiri, bukan sebagai Adeline. Mereka bisa mencintai Alec apa adanya, bukan orang lain. Alec harus bisa melihat itu.

    “Bagaimana perasaanmu, Nak?”
    “Aku baik-baik saja, Bapa.”
    “Bagus, kau pulih dengan baik, Nak, itu artinya kau bisa pulang besok,” dengan tersenyum hangat, “Kau ingin segera pulang kan? Kau sudah rindu Suster Anne dan Suster Theresa...”
Tapi Alec menggigit bibirnya. Ya, ia sangat merindukan mereka, tapi
Bapa Simon menggenggam tangan Alec dengan tersneyum, “Bapa tahu ini berat untukmu, Nak, meninggalkan keluarga yang baik ini, tapi itu keputusanmu. Kami tidak bisa memaksamu, meski mereka menginginkannya. Mereka sudah terlanjut menyayangimu, Nak. Dan kau sangat beruntung, kami masih bisa menentukan pilihanmu sendiri, sementara beberapa anak lain tidak bisa. Ben tidak bisa melakukannya, meski ia sangat ingin tetap tinggal dan tidak meninggalkanmu.   Oh ya, hampir Bapa lupa, ini suratmu kau boleh menyimpannya kembaIi,” seraya menyerahkan suratnya.
Alec menerimanya. Itu surat Ben, yang ia kira sudah hilang. Dan semua mengingatkan kembali pada Ben, kalimatanya; ‘Jangan tolak siapapun yang mencintaimu dan menyayangimu,  terlebih juka ada yang ingin mengadopsimu, karena kau akan menyukai apa yang kumiliki sekarang.’  Alec tahu ia akna mendapatkan kasih sayang yang Ben miliki sekarang. Tapi Ben sudah berjanji akan datang tahun depan untuk menjemputnya. Tapi ia juga tidak ingin meninggalkan keluarga baik ini.... Dan Lady Marydia adalah sosok ibu yang ia impikan. Milady menyayanginya, meski Milady tidak tau siapa anak yang disayanginya ini. Tapi ia tidak bisa melepaskannya. Alec sangat menginginkannya. Terlebih setelah tadi Sir Samuel datang dan mengucapkan sesuatu yang mengagetkannya. Sir samuel juga ingin dia tetap tinggal di sini ....
   “Bapa ... ,” Alec mengangkat kepalanya perlahan.
   “Ya, Nak?”
Alec menelan ludah dengan gugupnya, “Bapa.... bolehkah aku tetap tinggal...?”

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar