Rating : K+
Genre : Family
Character : Alec, Ben, Dean, Sam
Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?
ENJOYGenre : Family
Character : Alec, Ben, Dean, Sam
Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?
Chapter
15
Alec
membuka mata dan menemukan diirnya sudah kembali ke kamar
Adeline yang indah. Sudah tiga hari berlalu sejak ia dibawa ke kamar Milady,
dan ia bias melihat wajah ceria melady saat bersamanya. Senyumannya, tawa
kecilnya, sentuhan lembut dan kasih sayangnya, sangatlah manis, Alec
menyukanya. Ia berharap Melady adalah ibunya. Mungkin Milady akan menjadi
ibunya jika ia menerima adopsi ini. Sepertinya dia bisa menerima kasih sayang
dari Milady meski Milady melihat dirinya sebagai putrinya, bukan sebagai Alec,
anak yatim yang membutuhkan kasih sayang. Ya, Alec butuh kasih sayang. Kasih
sayang yang hilang sejak Alec pergi. Ia ingin merasakan lagi. Dan tentu saja
keluarga Winchester akan memberikannya jika mengetahui sejarah kesehatan Alec.
Dan Sir Caleb juga Sir Dean begitu baik padanya. Ia juga menyukai mereka. Tapi
apakah ia sanggup jika menjalani hidupnya sebagai seorang putri? Lalu Bagaimana
dengan Sir Samuel? Dia satu-satunya yang tidak menyukai kehadiran dirinya di
rumah ini, terbukti dengan ia tidak pernah mengunjunginya. Ia akan terus
berhadapan dengan Sir Samuel jika menjadi Putri Adeline.
*
Samuel masih
mengurung di kamarnya dan sebisa mungkin tidak bersinggungan dengan anak itu. Ia
masih tidak mengerti bagaimana anak itu bisa begitu mirip dengan Adeline dan
bisa begitu dekat ibunya. Semakin ada rasa cemburu di sana. Tapi ia tidak dapat
mengingkari, beberapa hari ini ibunya begitu terlihat ceria dan segar, sangat
jauh dari sebelum anak itu datang. Apakah benar anak itu yang bisa menghidupkan
kembali cahaya ibunya? Perih Samuel memikirkannya. Dan Dean, Dean sudah bisa
menerimanya. Dean menerima saja, jika anak itu menjadi Adeline.
“Sir?” Ia dikejutkan dengan suara yang
muncul di pintu. Ia menengok dan melihat
Emma muncul di pintu.
“Maaf, Tuan, tapi Milady memanggil Tuan,”
ucapnya dengan tersenyum
Hampir mati
berdiri Samuel mendengarnya. Tapi ingat, siapa tahu dengan anak itu.
“Anak itu?” tanyanya dengan curiga.
Emma tersenyum,
“Dia ada di kamarnya, Ibumu hanya ingin bertemu denganmu, Tuan.”
Samuel sempat
terpaku, tapi langsung bangkit dan berlari keluar menuju kamar ibundanya.
Sesampainya ia
di kamar ibunya, ia hampir tak percaya melihat ibundanya duduk di kursi roda
menghadap jendela memberinya sinar matahari yang hangat.
Engahan nafas
Samuel setelah berlari dari kamarnya terdengar oleh ibundanya.
“Samuel, kaukah itu, sayang?” tanyanya lirih
dengan suaranya yang lembut, tangannya terulur.
Samuel langsung
berlari mendekatinya dan menggenggam tangan itu, berlutut di hadapan ibundanya.
“Iya, Ma, ini Samuel,” dengan menghadap
wajah ibunya yang tersenyum manis. Hampir menangis Samuel melihat wajah cantik
ini yang sempat tak ada senyum di sana selama beberapa tahun lalu, sekarang
dapat tersenyum lagi, tersenyum padanya!
“Halo, pangeran kecilku,” Mary tersenyum
lemah dengan mengusap pipinya hangat. “Mama rindu padamu, sayang, lama kau
tidak mengunjungi mama. Sedang sedihkah, kau, nak?” suaranya begitu lembut
terdengar dan pelan untuk menyesuaikan nafasnya yang masih terasa pendek.
Samuel langsung
menggeleng, “Tidak, Ma, Samuel tidak a pa-apa. Samuel juga rindu mama,” senyum lebar menyeruak di pipi Samuel,
memamerkan dua lesung pipinya.
Mary tersenyum
dengan senyum putra kecilnya, diusapnya lesung pipinya, “Kau memang mirip
ayahmu.”
Samuel semakin tersenyum
bangga.
“Wajahmu, kepandaianmu, sifat keras
kepalamu, semua mirip dia. Mama sayang padamu, Nak.”
Samuel
tersenyum haru, “Samuel juga sayang mama.”
Mary tersenyum,
“Mama sayang anak-anak mama, hanya mungkin Adeline sedikit berbeda.”
Hati Samuel
langsung ciut dengan mendengar ibunya menyinggung nama Adeline.
“Edele agak berbeda dari kalian berdua,”
Mary melanjutkan “Edele membutuhkan perlindungan, dari kau dan Dean. Tapi
kakakmu itu, tak perlu diminta pun sudah langsung melindungi adik-adiknya. Dia
seperti Ksatria Berkuda Putih yang selalu siap untuk menjaga dan melindungi
siapa saja. Dan Edele sangat beruntung memiliki dua kakak seperti kalian. Mama
yakin kau juga akan selalu menjaga, melindungi dan menyayangi Edele. Kau akan
selalu melindunginya, bukan?”
Samuel menelan
ludah. Bagaimana menjawabnya, tapi tatapan hangat ibundanya tidak dapat ia
tolak. Iapun sebenarnya takjub mendengar ucapan ibundanya. Ibunya masih dapat
mengingat semuanya, dan ia tidak lagi terlihat sakit. Apakah anak itu yang
merubahnya? Mengembalikan ibunya yang dulu, yang ceria dan pintar? ‘Ya Tuhan.’ Ingin menangis Samuel merasakannya.
Dan Samuel
hanya bisa mengangguk. “Iya, ma, Samuel akan selalu menjaga Adele, ....
untuk mama...”
Mary tersenyum
lega, “Terima kasih, nak, mama tahu kau akan selalu melindungi Adeline, seperti
yang dilakukan kakakmu.”
‘Tapi aku bukan Dean!!!’ teriak Sam dalam hati.
Diusapnya pipi
itu dikecupnya hangat, “Mama sangat sayang padamu, Nak.”
Samuel
tersenyum, “Samuel juga sangat sayang mama,” dan langsung memeluk ibundanya
erat.
“Temani mama di sini ya.”
Samuel
mengangguk dan perlahan melepaskan pelukan untuk menarik kursi dan diletakkan di
samping kursi roda ibunya, dan menemaninya. Samuel tersenyum dengan bahagianya,
akhirnya bisa kembali mendapatkan ibundanya yang dulu.
Cukup lama
Samuel menemani Ibundanya di kamar hingga Milady kembali beristirahat di tempat
tidur.
Samuel
memandang sosok ibunya yang telah tertidur kelelahan. Ibundanya mungkin masih
terlihat rapuh, tapi keadaan ini jauh-jauh-jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Samuel harus mengakui anak itu membawa sesuatu untuk ibunya. Sesuatu yang
positif. Ia pun menyadari, ibunya masih menyayangi dirinya, dirinya tidak
pernah terlupakan, sama seperti yang dikatakan Dean. Mungkin Dean benar, sudah
saatnya ia untuk menjadi anak besar, toh ia bukan anak kecil lagi, umurnya
sudah 13 tahun, ia harus bisa meninggalkan egonya, terlebih untuk kebahagiaan
ibunya. Ibu yang amat ia sayangi. Sekali lagi Dean benar. Yah, Dean memang
selalu benar.
Dikecupnya
tangan ibunya sebelum beranjak keluar menuju kamar yang berusaha ia hindari. Kebetulan
sekali tidak ada siapa-siapa di sana.
Dan ia melihat
sosok kecil di tempat tidur. Dan ia langsung mengkeret ketakutan begitu melihat
Samuel masuk dan mendekatinya. Ia menelan ludah dengan gugup.
“Aku mau pulang, kok,” ucapnya dengan polos
dengan gemetar ketakutan hampir menangis.
Samuel hampir
terkejut dengan suaranya yang kecil, tipis, dan tinggi. Ternyata tidak hanya
tubuhnya saja yang seperti perempuan, tapi juga suaranya.
“Jangan!” sergahnya langsung.
Tentu saja
sahutan Samuel mengagetkannya.
“Ng..maksudku...kamu harus tetep di sini,
mama butuh kamu, kita butuh kamu... aku mau kamu tetap di sini.”
Anak itu
menelan ludah kebingungan.
“Kumohon,” dan ia langsung keluar
meninggalkan Alec yang masih ternganga kaget. Benarkah yang ia dengar ini?
*
Bapa Simon terus mengunjungi dan menemani Alec. Ia merasa lega Alec
perlahan-lahan kembali sehat, dan akan segera pulang ke St. Peter, tempat ia
berasal. Ia dapat mengerti jika Ale menolak adopsi itu karena tahu Alec tidak
akan mungkin hidup sebagai anak perempunya, dan memang tidaklah normal. Tapi
menjadi bagian dari Kel. Winchester akan memberi Alec kehidupan baru. Memiliki
keluarga yang akan menyayanginya. Entah mengapa ia sama sekali tidak meragukan
Kel Winchester akan menyayangi Alec seperti putra mereka sendiri, bukan sebagai
Adeline. Mereka bisa mencintai Alec apa adanya, bukan orang lain. Alec harus
bisa melihat itu.
“Bagaimana perasaanmu, Nak?”
“Aku baik-baik saja, Bapa.”
“Bagus, kau pulih
dengan baik, Nak, itu artinya kau bisa pulang besok,” dengan tersenyum hangat, “Kau ingin segera pulang kan? Kau sudah rindu Suster
Anne dan Suster
Theresa...”
Tapi Alec
menggigit bibirnya. Ya, ia sangat merindukan mereka, tapi …
Bapa Simon menggenggam tangan Alec dengan tersneyum, “Bapa tahu ini berat untukmu, Nak, meninggalkan keluarga yang baik ini, tapi
itu keputusanmu. Kami tidak bisa memaksamu, meski mereka menginginkannya.
Mereka sudah terlanjut menyayangimu, Nak. Dan kau sangat beruntung, kami masih
bisa menentukan pilihanmu sendiri, sementara beberapa anak lain tidak bisa. Ben tidak bisa melakukannya, meski ia sangat ingin tetap tinggal dan tidak
meninggalkanmu. Oh ya, hampir
Bapa lupa,
ini suratmu kau boleh menyimpannya kembaIi,”
seraya menyerahkan suratnya.
Alec
menerimanya. Itu surat Ben, yang ia kira sudah hilang. Dan semua mengingatkan
kembali pada Ben, kalimatanya; ‘Jangan tolak siapapun yang mencintaimu dan
menyayangimu, terlebih juka ada yang
ingin mengadopsimu, karena kau akan menyukai apa yang kumiliki sekarang.’ Alec tahu ia akna
mendapatkan kasih sayang yang Ben miliki sekarang. Tapi Ben sudah berjanji akan
datang tahun depan untuk menjemputnya. Tapi ia juga tidak ingin meninggalkan
keluarga baik ini.... Dan Lady Mary… dia adalah sosok ibu yang ia impikan. Milady menyayanginya, meski Milady
tidak tau siapa anak yang disayanginya ini. Tapi ia tidak bisa melepaskannya.
Alec sangat menginginkannya. Terlebih setelah tadi Sir Samuel datang dan mengucapkan
sesuatu yang mengagetkannya. Sir samuel juga ingin dia tetap tinggal di sini
....
“Bapa
... ,” Alec mengangkat kepalanya perlahan.
“Ya,
Nak?”
Alec menelan ludah
dengan gugupnya, “Bapa.... bolehkah aku tetap tinggal...?”
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar