Rating : K+
Genre : Family
Character : Alec, Ben, Dean, Sam
Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?
ENJOYGenre : Family
Character : Alec, Ben, Dean, Sam
Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?
Chapter 16
Bapa Simon terpaku.
“Alec…?” dan menatap mata kecil itu dalam-dalam.
“Aku nggak mau pergi, Bapa, aku mau di sini, meski aku harus menjadi Adeline.
Tidak apa-apa, kan, Bapa?”
Bapa Simon masih
memandang Alec dan meyakinkannya. “Kau yakin, Nak?”
Alec mengangguk,
“Untuk Milady Mary. Milady sudah sangat baik padaku Bapa. Milady mencintaiku,
meski ia tidak tahu siapa aku sebenarnya. Milady yang membuatku tetap hidup,
dan mereka bilang aku juga membuat Milady hidup kembali….”
Bapa Simon mengerti
maksudnya. Ia tersenyum, “Meski kau harus hidup sebagai Adeline?”
Alec mengangguk.
“Dan kau tidak keberatan jika Bapa menyampaikannya pada Lord Winchester
sekarang?”
Sekali lagi Alec
mengangguk.
“Baiklah Alec, Bapa akan sampaikan sekarang,” dengan tersenyum lega dan keluar
dari kamar.
Alec menarik nafas
dalam-dalam saat Bapa keluar kamar.
Tak butuh waktu
lama untuk Bapa Simon kembali bersama Lord Wicnhester didampingi Sir Caleb.
Mereka semua tersenyum dengan gugup. Alec lebih gugup lagi.
Lord Winchester
duduk di tempat tidur dan memandang hangat Alec.
“Nak, ada yang ingin kau sampaikan pada kami?”
Alec melihat ke
arah Bapa Simon dengan gugup, dan dibalas dengan senyuman yang menangkannya.
Alec kembali pada Lord Winchester.
"Ya, Tuan …”
“Nah, katakanlah, Nak.”
Sekali lagi Alec
menoleh ke arah Bapanya dan kembali pada Lord Winchester juga pada Sir Dean.
“Ng... masih
mungkinkah saya tinggal di sini, Tuan? Saya tidak keberatan menjadi Nona
Adeline, Tuan, dan saya berjanji saya akan jadi anak baik, saya tidak akan
nakal, saya janji, Tuan,” Alec mengucapkan kalimat yang diucapkan hampir
seluruh anak-anak seperti dirinya untuk meyakinkan orang untuk mau mengadopsi
mereka, dengan memohon.
Lord Winchester
harus tersenyum dengan lega.
“Tentu
Alec, kami akan dengan senang hati menerimamu, Nak, dan juga kau yang bersedia
menjadi Adeline untuk Milady.”
Alec tidak
menyahut, hanya melihat ke arah mata Milord.
“Kami tahu kau akan menjadi anak baik, karena kau memang anak yang baik. Dan
kami juga berjanji akan menyayangimu dengan sepenuh hati sebagai Alec bukan
sebagai Adeline.”
Alec masih bekum
mengucapkan apa-apa.
Lord John meraih
tangan Alec dan digenggamnya hangat, “Kami sangat menghargainya, Nak, dan
terima kasih,” dan memeluk Alec hanya dan penuh kasih sayang.
Alec merasakan
kehangat dan kasih sayang yang terkirim dari tubuh besar dan bidang ini. Ia
sangat membutuhkannya.
Lord Winchester
memberikan pelukan hangat sebelum dilepaskan dan tersenyum penuh kelegaan dan
bahagia.
“Akan segera kami atur semuanya sekarang, dan kau tak perlu meninggalkan rumah
ini. Kau akan menggunakan kamar ini sebagai kamarmu, dan dengan sendirinya
menjadi milikmu.”
Alec terpaku
mendengarnya. Kamar sebagus dan sebesar ini menjadi miliknya? Kamar yang dulu
milik Adeline kini menjadi miliknya. Alec menyukai kamar ini, Alec menyukai
tempat tidurnya, dan ia tidak mau meninggalkan kamar ini.
Alec tersenyum
sendiri dan menyadari maaf Sir Dean kepadanya dengan tersenyum, tahu arti
senyuman Alec. Alec jadi malu sendiri. Tapi Sir Dean hanya mengangguk.
Lord Winchester
menarik nafas dalam-dalam penuh kelegaan.
“Baiklah, sepertinya kita harus mempersiapkan surat-suratnya sekarang. Dan
menoleh pada Bapa Simon.
“Mari Bapa?”
“Tentu, mari, Tuan.”
Lord Winchester
segera keluar bersama Bapa Simon, dengan meninggalkan Caleb bersama Alec.
Alec masih
tercenung sepeninggal mereka berdua. Ia menyadari, dirinya di sini karena
Milady. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi bila Milady meninggal dunia, apakah
dia akan dikembalikan ke panti, atau bagaiman, Alec tidak tahu dan ia takut
memikirkannya. Ia hanya berdoa akan takdirnya ini, mudah-mudahan ini sebuah
pilihan yang tepat. Ia akan melakukan segalanya untuk membuat Milady Mary
bahagia dan hidup kembali.
Alec menoleh gugup
pada Sir Caleb yang masih menemaninya, dan Sir Caleb memberinya senyuman
kehangatan, membuat Alec semakin yaman.
*
Semua berjalan
begitu cepat. Berikutnya yang Alec ingat Lord Winchester sudah kembali lagi
bersama Bapa Simon dengan membawa surat-surat, kali ini bersama Sir Dean. Alec
semakin gugup ‘Jadi inilah
saatnya.’
Lord Winchester
duduk di tempat tidur berhadapan dengan Alec. Sebelum proses dilakukan, sekali
lagi, John bertanya pada Alec, meyakinkan Alec kembali atas keputusan ini.
“Alec, anakku, dengan surat ini kau dengan resmi menjadi bagian dari keluarga
ini, Kel. Winchester, tapi sebelumnya, aku ingin mendengar sekali lagi, dan
mudah-mudahan ini adalah keputusan terakhirmu, dan kami akan menghormatinya.”
Alec langsung
gugup..
“Nak, apakaah kau benar-benar menerima adopsi ini dan menjadi Adeline, karena
jika kau masih ragu, tidak apa-apa, kau bisa mengatakannya, dan kita bisa
membatalkannya. Kami tidak akan marah, dan kami akans anat menghormatinya.”
Alec terpaku, dia
tidak bisa menjawabnya, tapi iya, ia ingin melakukannya...untuk Milady.
Alec menengok ke
arah Bapanya dengan gugup dan mendapatkan mata yang memberi kenyamanan dengan
sinyal ‘tidak apa-apa, kau bisa memutuskan apapun’.
Perlahan ia beralih
pada Lord Winchester, dan mengangguk.
Dan semua yang ada
di sana menghela nafas lega, tapi tetap Lord Winchester belum dapat menerimanya
begitu saja.
“Alec, kami tahu kau anak yang cerdas, dan dapat memutuskan apapun yang kau
inginkan. Kau tahu begitu kau resmi kami adopsi, kau akan berubah menjadi
Adeline dan segala hal, meski kami berjanji kau masih Alec di dalam sana. Dan
kau melakukannya untuk Milady, untuk keluarha ini. Jadi kutanyakan sekali lagi,
karena kami tidak ingin kau merasa terpenjara dalam sosok Adeline.”
Alec menyerap apa
yang diucapkan Lord, dan ya, ia tahu itu. Meski mereka tidak berniat
memenjarakannya, tetap ia akan terpenjara, dan ia tidak yakin ia akan bisa
lepas dari penjara itu. Tapi ya, dia bisa melakukannya, dan saat ini, ia ia
tidak ragu sama sekali.
Dan Alec
mengangguk, “Ya, Milord, aku menerimanya, dan aku bisa melakukannya,” dengan
menatap langsung ke arah mata Tuan, dan Tuan dapat mengerti arti tatapan itu.
Ia mengangguk
dengan penuh kelegaan, dan menariknya dalam pelukannya.
“Terima kasih, nak, terima kasih banyak. Dan selamat datang di keluarga kami,
kau sudah resmi menjadi seorang Winchester,” dan mengecup keningnya tanda kasih
sayang.
“Terima kasih.”
“Nah, jika kau menginginkannya, kau boleh memanggilku Papa – seperti panggilan
Dean dan Sam, juga mama pada Milady. Dean dan Samuel, mereka kakakmu.”
“Papa... mama …?” masih terdengar aneh di telinganya.
Lord Winchester
mengangguk, “Ya, mama dan papa.”
Alec harus
tersenyum, masih belum mempercayainya. Dia kini memiliki semuanya, ayah ibu,
dan kakak, seperti yang ia bayangkan.
“Tapi bagaimana aku bisa menjadi Miss Adeline kalau aku belum pernah menjadi
perempuan?” tanyanya langsung.
Baik Bapa Simn dan
Lord Winchester tersenyum. Anak ini memang luar biasanya cerdasnya untuk
usianya.
“Jangan takut, nak, kau akan memiliki guru, guru kepribadian, yang akan
mengajarkanmu semuanya menjadi seorang Putri. Dan kau akan mendapatkan apa yang
seharusnya Adeline dapatkan; cara bersopan santun, tata krama dan pengetahuan.”
Alec mengigit
bibirnya. Hidupnya akan benar-benar berubah sekarang.
“Ya?”
Alec mengangguk
lirih.
“Jangan takut, Nak, kau akan baik-baik saja, di sini, dan kami akan membantumu
melalui ini, semuanya akan baik-baik saja, kami berjanji,” di memberi senyuman
hangat. “Dan kau memiliki Caleb dan pelayan-pelayan ini yang juga akan
menjagamu.”
Alec hanya
mengangguk.
Dan sekali lagi,
Lord Winchester dan Bapa Simon meninggalkan Alec, kali ini bersama Sir Dean.
Alec menengok pada
Sir Dean yang memandanginya dengan tersenyum. Sir Dean akan menjadi kakaknya.
Ia tergugup dengan Sir Dean mendekatinya dan duduk di tempat tidur,
memandangnya hangat.
“Selamat, Alec, kau sudah resmi menjadi bagian dari keluarga ini, dan menjadi
adikku. Dan terima kasih, banyak,” ucap Dean dengan tersenyum penuh ketulusan.
Kami semua sangat menghargai apa yang kau lakukan ini, dan kami berjanji untuk
memperlakukanmu dengan baik. Dan tentang Samuel... jangan kau takut padanya,
dia sebenarnya anak yang baik...”
Alec terkatup, dan
teringat Tuan Samuel yang kemarin mengunjunginya.
“Kemarin Sir Samuel kemari,” ucap Alec lirih.
Dean tercekat, dan
sedikit khawatir apalagi yang dilakukan Samuel pada anak ini.
“Oh,
ya...?” Dean menahan diri, dan ingin mendengarkan langsung dari anak ini, yang
ia yakini akan bercerita terus terang.
Alec menelan ludah,
“Sir Samuel memintaku untuk tetap tinggal, dia bilang Milady membutuhkanku.”
Dean menahan nafas
mendengar laporan Alec. Dan ia harus tersenyum simpul penuh kelegaan dan rasa
bangga.
Dean mengangguk,
“Kalau begitu tidak ada yang perlu kau takutkan, kau akan baik-baik saja
bersama kami, percayalah Sam anak yang baik,” ucapnya halus.
Alec hanya
mengangguk.
Suara Sir Dean
begitu enak didengar, dan halus, seperti yang tidak pernah marah. Alec menyukai
Sir Dean.
Dean tersenyum,
Samuel sudah mendatanginya dan berbaikan dengannya, mungkin itu juga menjadi
tambahan keberanian untuk Alec menerima dan menjadi bagian dari keluarga ini.
Kini Alec sudah resmi menjadi adiknya sekarang.
"Kau boleh memanggilku kakak, Alec, tidak perlu lagi dengan Sir, agak
janggal di telingaku untuk anak seumurmu memanggilku begitu, jadi panggil saja
kakak, ya,”Dean dengan tersenyum renyah.
Alec tercekat dan
tersenyum malu. “Kakak...?”
Dean hanya
mengangguk masih dengan tersenyum hangat.
“Baiklah, untuk sementara Caleb yang akan menemanimu.”
Alec mengangguk.
“Terima kasih, kak....,” ucapnya malu-malu.
Dean mengangguk,
dan beranjak dari duduknya dan keluar setelah memberinya pelukan hangat.
Alec masih
tersenyum sendiri dengan ucapan kakak. ‘Ya,
Tuhan, aku punya kakak sekarang. Dua kakak sekaligus, meski ia ragu apakah Tuan
Samuel mengizinkan dia memanggil dengan sebutan kakak? Tapi Alec tidak peduli,
yang jelas, ia sekarang punya dua kakak, bukan hanya saudara kembar, tapi KAKAK
yang usianya lebih tua beberapa tahun dari dirinya.’ Masih
terdengar asing di telinganya, tapi ia menyukainya. ‘Ben aku punya kakak, sekarang.’
*
Dean masih
tersenyum dengan kepastian dan secara resmi Alec telah menjadi bagian dari
keluarganya. Tapi yang lebih membuatnya tesenyum adalah kabar dari Alec yang
mengatakan Samuel mengunjunginya dan mengatakan sesuatu yang di luar dugaannya,
khususnya dengan sikap Samuel sebelumnya. Samuel akhirnya mengizinkan Alec
menjadi bagian dari keluarga mereka. Dan sebuah ucapan terima kasih patut
Samuel dapatkan, karena ia tahu, sangatlah berat Samuel menerima Alec untuk
menjadi Adeline.
Dean
mendapati Samuel tenggelam dalam buku tebalnya di meja belajarnya yang
menghadap jendela dan membelakangi pintu. Entah apa yang ia baca, tapi cukup
membuatnya tidak menyadari kedatangannya meski ia sudah mengetuk pintunya yang
sudah terbuka.
Tanpa berucap Dean
mendekati adiknya dan dengan tenangnya dia duduk di tepian jendela yang besar
itu
“Dean!!” Samuel menarik nafas kaget dengan sosok tinggi yang tiba-tiba muncul
di hadapannya dan duduk di jendela. “Kau mengagetkan saja!”
Dean tersenyum,
“Kau yang terlalu asyik membaca, aku ketuk kau tidak dengar.”
Samuel membalas
tersenyum, dan kembali pada bukunya.
Dean menarik nafas,
“Alec sudah resmi menjadi bagian keluarga kita, dia adik kita sekarang,
adikmu.”
Samuel menahan
nafas mendengarnya. Tidak bisa ditutupi perasaan kaget dan kecewa plus lega
bercampur menjadi satu. Samuel harus menarik nafas dalam-dalam untuk
mengendalikan emosinya, kemudian ia mengangguk tanpa ekspresi dan tetap pada
bukunya.
Dean mengamati
perubahan mimik wajah Samuel. Memang masih terlihat berat, dan berusaha ia
tutupi, tapi Dean menghargainya.
Dean menghela
nafas, “Terima kasih, Samuel, kau memang sudah besar, aku bangga padamu, Sam.”
Samuel tercenung
dengan kalimat yang ia dengar. Ia sedikit mendongak untuk melihat kakak
tersayangnya, dan masih ada senyuman hangat untuknya di sana.
Dean masih
tersenyum, dan mengangguk. Ia melenggang keluar dengan tenang dengan kalimat,
“Kutunggu kau di Istal belakang, kita balapan ke hutan.”
Samuel langsung
mendongak ke arah pintu, dan tersenyum dengan undangan Dean. Tanpa pikir dua
kali dia langsung mehempaskan bukunya dan mengejar kakaknya keluar .
*
Bapa Simon menemani Alec untuk yang terakhir kalinya, sebelum ia
meninggalkannya mungkin untuk selamanya. Alec akan memiliki kehidupan baru
bersama keluarga ini. Bapa Simon mereka lega Alec mendapatkan keluarga yang
baik. Mungkin bukan karena mereka keluarga kaya, tapi karena mereka adalah
keluarga yang baik. Alec akan baik-baik saja bersama keluaga ini, meski ia tahu
Alec merasa belum yakin sepenuhnya.
“Tapi tidak apa-apa, kan, kalau aku hidup sebagai perempuan, Bapa? Aku tidak
melawan Tuhan, kan?”
Bapa Simon harus
tersenyum, kagum dengan anak ini.
“Ya,
saya tahu, Alec, tapi selama itu untuk menolong orang dan untuk kebaikan, tidak
akan ada salahnya. Saya yakin Tuhan tidak akan keberatan selama kau selalu
ingat siapa dirimu yang sebenarnya.
“Jangan takut, Nak, kau akan baik-baik saja, tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Aku akan bahagia di sini, bersama keluarga yang menyayangimu.”
Alec menggigit
bibirnya.
“Jadi Bapa tidak akan datang menengokku lagi?”
“Mungkin sesekali, atau jika kau memintaku,” dengan tersenyum.
“Aku akan merindukanmu, Bapa, dan juga Suster Anne.”
“Dia juga merindukanmu, Alec.”
“Apa aku akan bertemu suster Anne lagi? Suster Anne dn Suster There? Aku bahkan
beluk berpamitan dengan mereka.”
“Kau ingin mereka datang?”
“Bemang bisa?”
“Tentu saja bisa.”
Alec tersenyum
bahagia.
Bapa Simon harus
menarik nafa dan tersenyum, “Nah, sepertinya sudah saatnya Bapa pulang, Nak.”
Wajah Alec langsung
berubah sedih. Tapi ia tahu, ini akan terjadi.
“Jangan takut, kau akan baik-baik saja di sini. Jadilah anak yang manis dan
baik, ya.”
Alec mengangguk
lirih.
“Berjanjilah kau
akan menjadi anak yang baik dan kau tidak akan mempermalukan keluarga ini dan
St Peter.”
“Aku janji, Bapa,” dengan mengangguk pasti.
Bapa Simon
tersenyum dengan lega dan mengusap rambut Alec penuh sayang. Sebenarnya berat
untuk melepaskan Alec. Alec sangat berbeda, meski bukan membedakannya dengan
saudara kembarnya, tapi memang Alec berbeda, dan ia ingin Alec mendapatkan
keluarga yang baik.
Bapa Simon
memberkati Alec dengan penuh doa.
“Selamat tinggal, Nak, Tuhan memberkatimu, dan akan selalu melindungin di
setiap langkah dan kehidupanmu.”
“Terima kasih, Bapa.”
Bapa Simon
mengangguk, dan mengecup kening Alec untuk yang terakhir kalinya.
Alec melepas
kepergian Bapa Simon dengan menitikkan air mata, dan melihatnya menghilang di
balik pintu, dan meninggalkan Alec sendirian di kamar yang besar ini
bersama keluarga barunya ini. Dia harus siap dengan kehidupan barunya ini.
***
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar