Rating : K+
Genre : Family
Character : Alec, Ben, Dean, Sam
Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?
Genre : Family
Character : Alec, Ben, Dean, Sam
Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?
ENJOY
Chapter
23
Alec menerima sepenuhnya menjadi Adeline. Tanpa pertentangan dari Samuel
dan kasih sayang juga perlakuan yang normal dari seluruh anggota Winchester
membuat semuanya lebih mudah untuk Alec. Memang todak normal, tapi Alec harus
menjalaninya untuk Lady Mary, Lady Mary yang semakin hari semakin menunjukkan
pemulihan kondisi kesehatannya. Dan untuk kesehatan Lady Mary juga, tidak ada
yang menceritakan insiden Samuel pada Lady Mary, karena ditakutkan akan
langsung mempengaruhi kondisi kesehatannya yang semakin membaik. Juga kondisi
kesehatan Alec yang jauh semakin membaik, tidak lagi rentan, hanya memang harus
tetap dijaga.
Alec meneruskan pelajarannya bersama Mrs. Watson. Jane mengajarkan semuanya lebih mendalam. Bagaimana menjadi seorang lady
muda yang berpendidikan. Jane benar-benar memeprsiapkan Alec untuk sepenunya
menjadi seorang Lady. Dan Alec menerima semuanya. Alec menerima dan menyerap
kesemuanya dengan cepat dan sangat baik, termasuk pelajaran berkuda. Alec
mendapatkan pengganti dari White Lily yang kabur setelah insiden di hutan
kemarin. Sebagai gantinya Jane sangat
terkesan dibuatnya, belum lagi dengan pelajaran piano yang diberikan Samuel.
Jane pun terheran dengan perubahan sikap Samuel yang kini semakin dekat dengan
Alec. Jane percaya Alec akan menjadi seorang Lady yang hebat.
Bulan berlalu, tiba saatnya Dean harus meninggalkan rumah untuk mengejar
cita-citanya di kampus Harvard. Cukup sedih saat Alec harus mengantarkan kakak
angkatnya ini di stasiun. Air matanya tak kunjung berhenti. Perasaan
ditinggalkan kembali ia rasakan, perasaan yang sama saat Ben tiba-tiba tapi
meninggalkannya. Tapi paling tidak, Dean pergi dengan berpamitan, dan Alec
masih dapat melihat sosok Dean hingga hilang dari pandangan mata dibawa oleh
kereta api yang membawanya ke kota Massachusette. Tidak seperti Ben yang pergi
meninggalkannya secara diam-diam. Pergi hanya meninggalkan sepucuk surat, yang
masih ia simpan hingga sekarang. Alec tidak mau merasakan perasaan ini,
perasaan ditinggalkan, tapi Samuel mendekapnya erat, dan meyakinkan, tidak akan
yang ada bedanya dari saat masih ada Dean dengan saat Dean tidak ada, dan Dean
tidak akan selama itu pergi, tanpa Alec sadari nanti tiba-tiba Dean sudah ada di
rumah dengan title dokter muda. Dokter, Alec bahkan tidak pernah membayangkan
akan mendapatkan keluarga yang hebat seperti ini. Dari keluarga bangsawan
dengan profesi seorang dokter pula. Alec tidak menginginkan lebih. Ia cukup
bersyukur meski harus menjadi seorang gadis cilik bernama Adeline.
Dengan kepergian
Dean Samuel seperti mengambil alih posisi Dean sebagai kakak yang baik untuk
Alec dan selalu ada dalam posisi yang selalu melindungi Alec.
Perlakuan Samuel pada Alec benar-benar seperti memperlakukan seorang adik kecil
yang sangat butuh perlindungan. Dengan kondisi Alec yang harus menjadi seorang
wanita, Samuel tahu, Alec tidak akan leluasa dapat membela dirinya bila suatu
hal yang tidak diinginan terjadi, dan Samuel siap di sana untuk menggantikannya.
Juga
Samuel sering bermain dengan Alec di luar jam pelajaran Miss Watson. Dan Alec
sangat menikmatinya, karena dengan Samuel Alec bisa bermain piano dengan
sepuasnya, bermain strategi perang dari maket yang Samuel punya, dan bisa
membaca semua koleksi buku-buku Samuel yang dulu hanya bisa Alec intip dari
pintu kamar Samuel dengan sembunyi-sembunyi. Juga Samuel mengenalkan catur pada
Alec. Meski awalnya pusing bagaimana cara menggerakkan bidak-bidak catur di
atas papan kotak-kotak berwarna hitam putih itu, pelan-pelan Alec mulai
memahaminya dan bahkan mulai menyukainya. Bersama Samuel, Alec dapat menyimpan
bahkan mengeluarkan sisi natural dari seorang anak laki-laki, disamping dia
harus berperan sebagai seorang gadis cilik bernama Adeline, untuk Milady Mary.
Bahkan hanya Samuel yang masih memanggilnya dengan nama Alec bila tidak di
hadapan Milady, dan Alec ingin Samuel tetap memanggilnya dirinya seperti itu,
untuk mengingatkan bahwa dirinya memang Alec, bukan Adeline.
Meski demikian, Alec tetap
menghayati perannya sebagai Adeline. Dan dalam beberapa
bulan Alec perlahan-lahan menjelma menjadi seorang Lady kecil yang manis. Sosok
anak lelaki Alec perlahan hilang dan berganti menjadi Adeline. Semua orang memanggilnya Adeline dan ia menerimanya. Alec kini telah
menjadi seorang gadis cilik yang cantik dan menawan. Tidak ada yang menyangka
bahwa di balik sosok gadis kecil yang menggemaskan itu adalah seorang anak
laki-laki yang terperangkap dalam sosok Adeline. Alec memang dipersiapkan untuk
menjadi seorang Lady sejati, dan ia mulai menikmatinya. Ia sangat menikmati
curahan perhatian dan kasih sayang yang diberikan seisi rumah, terlebih oleh
kedua orang tuanya dan kakaknya Samuel. Juga seluruh pelayan di rumah yang
melayaninya sepenuh hati tanpa melihat Alec sebagai seorang
Adeline palsu. Alec sangat bersyukur sekali, meski rasa perih akan kehilangan
Ben tidak akan pernah hilang. Mungkinkan ia dapat bertemu dengan Ben lagi?
**
Kehidupan Ben tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki Alec. Sama-sama
memiliki keluarga yang bahagia meski dalam sisi yang berbeda. Ben sama
bahagianya dengan Alec. Dia tinggal bersama orang tua yang terbaik yang pernah
ia impikan. Mungkin memang bukan sebuah keluarga yang kaya, tapi Ben tidak
pernah kekurangan perhatian dan kasih sayang. Kesehariannya diisi dengan pergi
ke sekolah dan membantu orang tuanya di ladang dan peternakan, dan ia sangat
menikmatinya. Tapi ada yang lebih ia sukai dan nikmati, yakni menjadi anak
paduan suara di gereja. Ben sangat menyukai bernanyi, dan ia sangat bersukur
memiliki orang tua angkat yang sama-sama menyukai bernyanyi, yang membuatnya
lebih bahagia lagi.
Dan ada satu yang menambah kebahagiaan menjadi bagian dari keluarga Wesson,
adalah dia kini sedang menunggu kehadiran calon adik. Yup, Mrs. Wesson sedang mengandung putra pertamanya, putra kandung yang telah lama mereka nantikan kehadirannya. Tapi mereka
berjanji, kelahiran bayi ini tidak akan merubah rasa sayang mereka pada Ben. Ben masih tetap putra pertama mereka, dan akan selalu dicintai dan disayangi,
dan Ben percaya itu. Tidak ada yang Ben harapkan lagi. Ini sudah cukup dari apa
yang ia pohonkan saat masih di panti asuhan dulu, kecuali kehilangan Alec.
***
Alec menghela nafas
dan masih tidak mempercayainya. Melihat sosok dirinya di pantulan cermin, gaun
yang cantik dan rambut gelombang coklat emasnya dibiarkan tergerai sepundak
menyilap matanya. Dia tidak lagi melihat sosok anak laki-laki di cermin itu.
Dia seorang gadis kecil sekarang. Bagaimana takdir telah merubah dirinya sejak
Lord Winchetser mengangkatnya sebagai anak untuk menjadi Adeline dan terpisah
Jauh dari Ben. Dia sangat merindukan Ben. Keluarga ini tidak bisa menggantikan
apa yang ia rasa. Dean dan Sam tidak bisa menggantikan Ben, meski mereka
bersikap layaknya seorang kakak kandung. Alec masih membutuhkan Ben, Ben yang
sesungguhnya. Alec ingin bertemu dengan Ben. Mungkinkah ia dapat bertemu Ben
lagi ?
Alec membuka
laci dan box barang-barang berharganya, barang-barang yang ia bawa dari panti.
Alec membukanya dan membacanya lagi. Air matanya menetes di pipinya, Ben berjanji akan kembali
datang untuknya, dan mengajaknya pergi untuk mereka dapat tinggal bersama lagi
sebagai satu keluarga. Kapan Ben akan datang? Dalam satu tahun. Kapan satu
tahun itu jatuh? Apakah Ben akan datang? Bagaimana kalau Ben datang dan dia
tidak ada di Panti? Air mata Alec semakin deras menangis.
“Alec?” kepala
Samuel muncul di pintu kamar mengagetkan Alec. Samuel ingin mengajaknya bermain di
luar.
Alec langsung
menyeka air matanya dan memasukkan kembali suratnya ke dalam kotak sebelum
kakaknya melihatnya, tapi tidak cukup cepat untuk menutupinya dari Samuel.
“Wow, kok nangis ...?” Samuel penuh
perhatian dan curiga.
“Nggak kok...,”
Tapi mata
Samuel tidak mempercayainya, terlebih dengan ia sempat melihat Alec memasukkan
sesuatu ke dalam kotak rahasianya. Mata Alec tertuju pada kotak itu, dan sangat
penasaran untuk tahu apa yang Alec masukan sana.
Terpacu rasa
ingin tahunya, dengan cepat Samuel membuka kota itu dan mengambil apapun yang
tergapai olehnya.
“JANGAN AMBIL ITU!” pekik Alec
histeris, langsung merebut kembali surat yang sudah dipegang
kakaknya. Surat dari Ben, dan Samuel belum mengetahui
tentang Ben. Tapi gagal, Samuel terlanjur mengangkat tinggi-tinggi surat di tangannya jauh-jauh dari jangkauan Alec.
Alec langsung
gemetar menangis, “Kembalikan suratku...,”
Melihat Alec
gemetar dan menangis, mengingatkannya
pada Adeline saat dirinya mengambil boneka kesayangannya, Samuel tidak sampai hati, dikembalikannya surat itu pada Alec. “Maaf,”
dengan tulus.
Alec
menerimanya dan langsung memeluknya erat.
“Surat dari siapa?” Samuel pelan penuh
perhatian
Alec terdiam.
“Apa dari salah satu suster atau Bapamu di panti dulu?”
Alec masih terdiam, dan menggeleng.
“Lalu dari siapa? Dari kawanmu dulu di panti?” kejar Samuel
penasaran.
Alec kembali
menggeleng.
“Lantas...?” Samuel semakin tidak sabar. Samuel
memang tidak memiliki kesabaran tingkat tinggi seperti yang dimiliki kakaknya.
Alec masih
terdiam. Dia ragu jika harus menceritakannya. Tapi Dean pun mengetahuinya, ayah
angkatnya pun mengetahuinya, jadi apa salahnya jika Samuelpun mengetahuinya.
“Dari Ben,” sahut Alec lirih.
Samuel
berkerut. “Ben?”
Alec
mengangguk.
“Siapa Ben?”
“Saudara kembarku.”
Samuel tercekat
kaget, dia sama sekali tidak tahu Alec mempunyai sudara kembar. “Kamu punya
saudara kembar?”
Alec tidak
menjawab hanya mengeluarkan dua kalung dari balik bajunya yang tergantung di
lehernya, kalung dengan nama masing-masing Ben dan Alec.
Samuel
melihatnya, dan memang kedua kalung itu serupa. Satu lagi, Samuel tidak tahu,
Alec memakai dua kalung di balik baju Adeline. Ternyata banyak yang tidak ia
ketahui tentang Alec.
“Di mana dia sekarang?”
“Di Dublin.”
Samuel menghela
nafas seraya mengingat di manakah Dublin
itu berada. ‘Oh, di dekat dataran
Inggris. Wuih, jauh sekali.’
“Orang tua angkatnya membawanya ke sana,”
lanjut Alec lirih. “Kami berjanji untuk tidak meninggalkan satu sama lain, dan
berjanji untuk bisa diadopsi bersama. Tapi dia ingkar. Dia pergi bersama keluarga
yang hanya mau mengadopsi dia saja. Dia meninggalkanku,” air matanya masih
menetes di pipinya.
Samuel
terkatup. Dia benar-benar tidak tahu tentang Ben. Apakah ayahnya dan Dean tahu
tentang hal ini? Pastinya mereka tahu. Tapi mengapa ia tidak diberitahu.
Tanpa diminta,
Alec menyodorkan suratnya pada Samuel untuk dibacanya. Samuelpun membuka dan
membacanya.
Dear, Alec
“Bagaimana kabarmu? Aku harap kamu baik-baik saja dan selalu sehat. Aku
harap kamu nggak marah lagi sama aku, tapi nggak apa-apa kalau kamu masih
marah. Aku tahu kamu pantes marah. Memang salahku, aku melanggar janjiku
sendiri, tapi aku harap kamu mengerti ini bukan keinginannku, aku harus
melakukannya.
Alec, aku di Dublin
sekarang, jauh sekali dari Amerika. Kami naik kapal besar selama beberapa hari.
Pasangan yang mengadopsiku bernama Tn James dan Ny. Patricia Wesson. Kamu ingat ada nyonya yang memberikan kita sebatang coklat waktu
hari kunjungan? Itu Ny. Wesson, Alec, dia adalah ibuku sekarang. Mereka petani
tapi mereka baik sekali, dan mereka sangat menyayangiku. Seperti yang pernah
aku bilang, Alec, punya keluarga itu enak. Punya mama punya papa yang sayang
sama kita. Aku juga pengen kamu punya keluarga Alec, punya mama punya papa
kayak aku. Jadi aku mohon kalau ada
orang tua yang menginginkanmu untuk menjadi anak mereka, jangan ditolak. Kamu
akan bahagia bersama mereka, mereka akan menyayangimu.
Oh ya, tahun
depan mungkin kami akan kembali ke Amerika, dan mereka berjanji kami akan
menjengukmu, dan kalau kamu masih belum ada yang mengadopsi, mereka akan mengadopsimu juga, dan kita
akan kembali bersama.
Aku kangen
kamu, Alec, kangen banget. Tiap malam aku selalu mimpi kamu, dan tiap malam aku
terus berdoa agar kita bisa ketemu lagi dan tinggal bersama, tidak terpisahkan
lagi.
Aku sayang
kamu, Alec, aku pengen jagain kamu lagi, pengen ngelayanin kamu lagi, mastiin
kamu baik-baik saja dan selalu sehat. Aku nggak akan ngelupain kamu, dan tetep
aku simpan di hati aku.
Jaga diri
baik-baik, Alec, dan jangan nakal. Semoga Tuhan mengizinkan kita untuk bertemu
lagi dan tidak akan terpisahkan lagi selamanya.
-Love Ben –
Hush…don’t
you worry now, just close your eyes and you’ll see the stars.
They will lead you to heaven, where the
happiness will around you.
Just
close your eyes, and make a wish for it comes true.
Just
close your eyes and don’t you worry, cos I’ll be right here with you.
Keep you warm and safe.
Just
close your eyes….
Samuel terdiam.
Perasaanyapun terasa perih dengan isi surat ini. Ia dapat membayangkan perasaan
Alec saat itu.
“Apakah ini alasan kau lari dari Panti?”
“Aku bukan lari, cuma mau nyusul Ben,” protes Alec kecil.
Samuel menghela
nafas, ‘ya sama saja.’
“Tapi paling tidak kau kini sudah memiliki
keluarga seperti Ben. Dia bahagia, kau juga bahagia bersama kami yang juga
menyayangi kamu,
kan?”
Alec harus
mengangguk. Ya dia bahagia kecuali dengan
kenyataan dia harus terbalut pakaian Adeline terperangkap dalam identitas
Adeline.
“Ini sudah hampir setahun,” lanjut Alec.
Samuel terkatup
kembali, dan membaca suratnya lagi.
“Dia akan datang menjemput?” Samuel memastikan
arah maksud kalimat Alec.
Alec
mengangguk. “Tapi apa dia akan datang?” Alec bertanya dengan pesimis.
Samuel terdiam.
Dia tidak mengenal Ben, sehingga dia tidak bisa memberikan jawabannya yang
sekiranya mewakili jawaban Ben.
“Tapi dia sudah berjanji, Kak. Dia janji
mau datang.”
“Tapi kau sudah menjadi bagian dari
keluarga kami, Alec, kau sudah menjadi Winchester sekarang.”
Alec terdiam,
dan mengangguk.
“Apa ini yang membuatmu menangis tadi?”
Alec mengangguk lirih, “Aku sama Ben nggak
akan bisa bersama lagi, Kak.”
Samuel terdiam, dapat merasakan perasaan
Alec terpisah dengan saudara kembarnya. Dia pun tidak akan mau jika terpisah
dengan Dean.
“Mungkin kalian tidak akan tinggal bersama, tapi kamu bisa menemuinya
jika kau mau. Aku yakin papa tidak akan keberatan jika kamu ingin bertemu
dengan Ben. Papa tahu kan, tentang Ben.”
Alec mengangguk lirih.
Samuel mengangguk lega.
“Tapi lihat aku, Kak, aku bukan lagi Alec!” pekik Alec tertahan, matanya
memancarkan kekecewaan.
Samuel menghela nafas. Inilah salah satu
kenapa ia tidak menyetujui Alec menjadi Adeline, karena itu artinya mengubur
semua tentang Alec, berikut masa lalunya.
“Aku sekarang sudah menjadi Adeline, kan, dengan gaun, dan rambut
berpita ekor kuda. Aku nggak bisa ketemu Ben seperti ini, kak. Dia nggak akan
mengenaliku.”
Samuel terkatup. ‘Ya siapa juga yang akan mengenali Alec dengan balutan gaun dan rambut
berpita’
“Aku kangen Ben, kak, aku ingin ketemu dia… Boleh aku kembali jadi anak
laki-laki?”
Samuel terkaget dengan ucapan Alec, tapi
sudah dapat mengiranya.
“Satu hari saja,” dengan sangat memohon.
Samuel menggigit bibirnya. Ia ingin
mengabulkan permintaan Alec, tapi tentunya ayahnya tidak akan menyukainya.
“Papa tidak akan suka, Alec.”
Alec terdiam, tentu ia tahu itu. Alec
mengangguk menerimanya.
“Tapi kalau papa tidak tahu, kan, tidak akan menyakitinya…,” lanjut
Samuel pelan.
Samuel tercekat dan menengok paad kakaknya,
mencari tahu maksud dari kalimat Samuel.
Dan Samuel mengangguk.
“Kapan satu tahunnya?”
Giliran Alec yang terdiam, dia sendiri
tidak tahu kapan satu tahunnya. Ia membuka suratnya dan mencari bulan dan
tanggalnya , 10 Januari 1800, jadi satu tahunnya adalah sekitar di bulan
Desember. Kapan bulan Desembernya ? Dalam satu minggu ini?
“Minggu depan?” sahut Alec. “Minggu depan satu tahunnya.”
“Kau yakin?”
Alec mengangguk.
Samuel mengangguk, “Minggu depan kau akan
bertemu Ben dalam wujud Alec.”
Alec terbelalak semakin tidak percaya.
“Rahasia kita, ya,” Samuel memastikan.
Alec mengangguk pasti dan langsung memeluk
Samuel erat-erat.
“tapi bagaimana kalau dia tidak datang?” raut wajah Alec kembali ragu.
“Kalau dia ingat dengan janjinya ia pasti datang.”
Alec tersenyum dan kembali memeluk kakaknya
erat-erat.
“Terima kasih, Kak.”
Samuel mengangguk dengan tersenyum. Dan
sekarang Alec tidak sabar untuk sampai di hari minggu depan.
“Dah, jangan nangis lagi, malu. Eh itu puisi, ya?” Samuel mengalihkan
perhatian Alec pada tulisan-tulisan di akhir surat. Penasaran menggelitiknya,
anak cowok seperti apa yang membuatkan puisi untuk saudaranya, meski mereka
kembar?
“Bukan. Itu lirik lagu. Lagu yang dibuat Ben untuk aku. ”
“Lagu?” Samuel menjadi tertarik.
“Ya. Mau dengar?” Alec dengan semangat dan menyenandungkan lagu itu.
Samuel mendengarkan dengan seksama. Cukup
bagus dan menyentuh hati.
“Menyentuh sekali kata-katanya.”
Alec
mengangguk, “Kata Ben, dia membuatnya untukku saat aku hampir mati kena
pneumonia karena terjun ke kolam.”
Samuel hampir meledak tawanya. Bukan karena
menertawai Alec hampir mati, tapi karena ada saja masalah yang dihadapi anak
ini karena kecerobohannya. Tapi karena wajah Alec yang serius dan sangat
menggemaskan, Samuel berusaha menahannya. ‘Alec…
Alec.’
“Ben sangat pandai bernyanyi. Suaranya bagus sekali .”
Samuel hanya mengangguk.
“Pernah diiringi pakai piano?” Samuel berusaha normal kembali.
Alec menggeleng.
Samuel langsung tersenyum, “Yuk, kita coba
pakai piano,” seraya meraih tangan Alec dan mengajaknya keluar kamar.
Alec mengangguk dengan tersenyum lebar
****
Ben penuh dengan
cinta, seperti dia telah memiliki segalanya. Dia selalu berharap ia bisa
membaginya bersama Alec. Dan akan dia lakukan. Dia sudah berjanji akan kembali
untuk Alec, dan sudah meminta orang tua angkatnya untuk dapat mengadopsi Alec
juga. Dan kedua orang tuanya mengabulkannya, meski mereka juga tengah
menantikan putra kandung mereka. Mereka percaya mereka akan dapat membesarkan
tiga anak sekaligus dengan baik, karena mereka telah emnanntikan ekhadiran
seorang anak selama sepuluh tahun. Mereka akna mengadopsi Alec, jika Alec belum
diadopsi. Dan Ben tidak sabar menunggunya. Mereka akan berlayar ke Amerika
untuk Alec.
****
Ben tidak sabar
menunggu hari itu tiba, saat ia akan berlayar ke Amerika bersama orang tua
angkat tercinta. Dirinya dan Alec akan bertemu kembali dan akan tinggal bersama
untuk selamanya. Ben sangat bersemangat dengan ini semua, tapi justru membuat
Mrs. Wesson khawatir. Pat takut jika tidak sesuai dengan yang diimpikan Ben.
Apapun dapat saja terjadi, dan ia takut mengecewakan putra sulungnya.
“Mama tahu kau sangat bersemangat, sayang, tapi jangan terlalu berharap.
Kita tidak tahu apakah Alec masih di sana atau tidak. Mungkin saja Alec sudah
ada keluarga yang mengadopsinya, memiliki keluarga saperti kau bersama kami,”
Mrs. Wesson dengan sangat hati-hati.
Terlihat wajah Ben menjadi kecewa. Ya, dia
tahu itu.
“Iya, Ma. Aku juga akan ikut bahagia kalau dia telah menemukan keluarga
yang baik, dan bahagia bersama mereka, Bend engan tersenyum perih. Dia tentu
saja akan lebih memilih Alec belum diadopsi sehingga mereka dapat bersama, dan
tidak terpisahkan lagi. Ben hanya bisa menarik nafas dalam-dalam dan berharap.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar