Sabtu, 17 November 2012

Beauty Love Brother - Bagian 23


Rating : K+

Genre : Family

Character : Alec, Ben, Dean, Sam


Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?

ENJOY


Chapter 23

                Alec menerima sepenuhnya menjadi Adeline. Tanpa pertentangan dari Samuel dan kasih sayang juga perlakuan yang normal dari seluruh anggota Winchester membuat semuanya lebih mudah untuk Alec. Memang todak normal, tapi Alec harus menjalaninya untuk Lady Mary, Lady Mary yang semakin hari semakin menunjukkan pemulihan kondisi kesehatannya. Dan untuk kesehatan Lady Mary juga, tidak ada yang menceritakan insiden Samuel pada Lady Mary, karena ditakutkan akan langsung mempengaruhi kondisi kesehatannya yang semakin membaik. Juga kondisi kesehatan Alec yang jauh semakin membaik, tidak lagi rentan, hanya memang harus tetap dijaga.

Alec meneruskan pelajarannya bersama Mrs. Watson. Jane mengajarkan semuanya lebih mendalam. Bagaimana menjadi seorang lady muda yang berpendidikan. Jane benar-benar memeprsiapkan Alec untuk sepenunya menjadi seorang Lady. Dan Alec menerima semuanya. Alec menerima dan menyerap kesemuanya dengan cepat dan sangat baik, termasuk pelajaran berkuda. Alec mendapatkan pengganti dari White Lily yang kabur setelah insiden di hutan kemarin. Sebagai gantinya  Jane sangat terkesan dibuatnya, belum lagi dengan pelajaran piano yang diberikan Samuel. Jane pun terheran dengan perubahan sikap Samuel yang kini semakin dekat dengan Alec. Jane percaya Alec akan menjadi seorang Lady yang hebat.

                Bulan berlalu, tiba saatnya Dean harus meninggalkan rumah untuk mengejar cita-citanya di kampus Harvard. Cukup sedih saat Alec harus mengantarkan kakak angkatnya ini di stasiun. Air matanya tak kunjung berhenti. Perasaan ditinggalkan kembali ia rasakan, perasaan yang sama saat Ben tiba-tiba tapi meninggalkannya. Tapi paling tidak, Dean pergi dengan berpamitan, dan Alec masih dapat melihat sosok Dean hingga hilang dari pandangan mata dibawa oleh kereta api yang membawanya ke kota Massachusette. Tidak seperti Ben yang pergi meninggalkannya secara diam-diam. Pergi hanya meninggalkan sepucuk surat, yang masih ia simpan hingga sekarang. Alec tidak mau merasakan perasaan ini, perasaan ditinggalkan, tapi Samuel mendekapnya erat, dan meyakinkan, tidak akan yang ada bedanya dari saat masih ada Dean dengan saat Dean tidak ada, dan Dean tidak akan selama itu pergi, tanpa Alec sadari nanti tiba-tiba Dean sudah ada di rumah dengan title dokter muda. Dokter, Alec bahkan tidak pernah membayangkan akan mendapatkan keluarga yang hebat seperti ini. Dari keluarga bangsawan dengan profesi seorang dokter pula. Alec tidak menginginkan lebih. Ia cukup bersyukur meski harus menjadi seorang gadis cilik bernama Adeline.

Dengan kepergian Dean Samuel seperti mengambil alih posisi Dean sebagai kakak yang baik untuk Alec dan selalu ada dalam posisi yang selalu melindungi Alec. Perlakuan Samuel pada Alec benar-benar seperti memperlakukan seorang adik kecil yang sangat butuh perlindungan. Dengan kondisi Alec yang harus menjadi seorang wanita, Samuel tahu, Alec tidak akan leluasa dapat membela dirinya bila suatu hal yang tidak diinginan terjadi, dan Samuel siap di sana untuk menggantikannya. Juga Samuel sering bermain dengan Alec di luar jam pelajaran Miss Watson. Dan Alec sangat menikmatinya, karena dengan Samuel Alec bisa bermain piano dengan sepuasnya, bermain strategi perang dari maket yang Samuel punya, dan bisa membaca semua koleksi buku-buku Samuel yang dulu hanya bisa Alec intip dari pintu kamar Samuel dengan sembunyi-sembunyi. Juga Samuel mengenalkan catur pada Alec. Meski awalnya pusing bagaimana cara menggerakkan bidak-bidak catur di atas papan kotak-kotak berwarna hitam putih itu, pelan-pelan Alec mulai memahaminya dan bahkan mulai menyukainya. Bersama Samuel, Alec dapat menyimpan bahkan mengeluarkan sisi natural dari seorang anak laki-laki, disamping dia harus berperan sebagai seorang gadis cilik bernama Adeline, untuk Milady Mary. Bahkan hanya Samuel yang masih memanggilnya dengan nama Alec bila tidak di hadapan Milady, dan Alec ingin Samuel tetap memanggilnya dirinya seperti itu, untuk mengingatkan bahwa dirinya memang Alec, bukan Adeline.

Meski demikian, Alec tetap menghayati perannya sebagai Adeline. Dan dalam beberapa bulan Alec perlahan-lahan menjelma menjadi seorang Lady kecil yang manis. Sosok anak lelaki Alec perlahan hilang dan berganti menjadi Adeline. Semua orang memanggilnya Adeline dan ia menerimanya. Alec kini telah menjadi seorang gadis cilik yang cantik dan menawan. Tidak ada yang menyangka bahwa di balik sosok gadis kecil yang menggemaskan itu adalah seorang anak laki-laki yang terperangkap dalam sosok Adeline. Alec memang dipersiapkan untuk menjadi seorang Lady sejati, dan ia mulai menikmatinya. Ia sangat menikmati curahan perhatian dan kasih sayang yang diberikan seisi rumah, terlebih oleh kedua orang tuanya dan kakaknya Samuel. Juga seluruh pelayan di rumah yang melayaninya sepenuh hati tanpa melihat Alec sebagai seorang Adeline palsu. Alec sangat bersyukur sekali, meski rasa perih akan kehilangan Ben tidak akan pernah hilang. Mungkinkan ia dapat bertemu dengan Ben lagi?

**
                Kehidupan Ben tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki Alec. Sama-sama memiliki keluarga yang bahagia meski dalam sisi yang berbeda. Ben sama bahagianya dengan Alec. Dia tinggal bersama orang tua yang terbaik yang pernah ia impikan. Mungkin memang bukan sebuah keluarga yang kaya, tapi Ben tidak pernah kekurangan perhatian dan kasih sayang. Kesehariannya diisi dengan pergi ke sekolah dan membantu orang tuanya di ladang dan peternakan, dan ia sangat menikmatinya. Tapi ada yang lebih ia sukai dan nikmati, yakni menjadi anak paduan suara di gereja. Ben sangat menyukai bernanyi, dan ia sangat bersukur memiliki orang tua angkat yang sama-sama menyukai bernyanyi, yang membuatnya lebih bahagia lagi.
Dan ada satu yang menambah kebahagiaan menjadi bagian dari keluarga Wesson, adalah dia kini sedang menunggu kehadiran calon adik. Yup, Mrs. Wesson sedang mengandung putra pertamanya, putra kandung yang telah lama mereka nantikan kehadirannya. Tapi mereka berjanji, kelahiran bayi ini tidak akan merubah rasa sayang mereka pada Ben. Ben masih tetap putra pertama mereka, dan akan selalu dicintai dan disayangi, dan Ben percaya itu. Tidak ada yang Ben harapkan lagi. Ini sudah cukup dari apa yang ia pohonkan saat masih di panti asuhan dulu, kecuali kehilangan Alec.
***

Alec menghela nafas dan masih tidak mempercayainya. Melihat sosok dirinya di pantulan cermin, gaun yang cantik dan rambut gelombang coklat emasnya dibiarkan tergerai sepundak menyilap matanya. Dia tidak lagi melihat sosok anak laki-laki di cermin itu. Dia seorang gadis kecil sekarang. Bagaimana takdir telah merubah dirinya sejak Lord Winchetser mengangkatnya sebagai anak untuk menjadi Adeline dan terpisah Jauh dari Ben. Dia sangat merindukan Ben. Keluarga ini tidak bisa menggantikan apa yang ia rasa. Dean dan Sam tidak bisa menggantikan Ben, meski mereka bersikap layaknya seorang kakak kandung. Alec masih membutuhkan Ben, Ben yang sesungguhnya. Alec ingin bertemu dengan Ben. Mungkinkah ia dapat bertemu Ben lagi ?
Alec membuka laci dan box barang-barang berharganya, barang-barang yang ia bawa dari panti. Alec membukanya dan membacanya lagi. Air matanya menetes di pipinya, Ben berjanji akan kembali datang untuknya, dan mengajaknya pergi untuk mereka dapat tinggal bersama lagi sebagai satu keluarga. Kapan Ben akan datang? Dalam satu tahun. Kapan satu tahun itu jatuh? Apakah Ben akan datang? Bagaimana kalau Ben datang dan dia tidak ada di Panti? Air mata Alec semakin deras menangis.

   “Alec?” kepala Samuel muncul di pintu kamar mengagetkan Alec. Samuel ingin mengajaknya bermain di luar.
Alec langsung menyeka air matanya dan memasukkan kembali suratnya ke dalam kotak sebelum kakaknya melihatnya, tapi tidak cukup cepat untuk menutupinya dari Samuel.
   “Wow, kok nangis ...?” Samuel penuh perhatian dan curiga.
   “Nggak kok...,”
Tapi mata Samuel tidak mempercayainya, terlebih dengan ia sempat melihat Alec memasukkan sesuatu ke dalam kotak rahasianya. Mata Alec tertuju pada kotak itu, dan sangat penasaran untuk tahu apa yang Alec masukan sana.
Terpacu rasa ingin tahunya, dengan cepat Samuel membuka kota itu dan mengambil apapun yang tergapai olehnya.
    “JANGAN AMBIL ITU!” pekik Alec histeris, langsung merebut kembali surat yang sudah dipegang kakaknya. Surat dari Ben, dan Samuel belum mengetahui tentang Ben. Tapi gagal, Samuel terlanjur mengangkat tinggi-tinggi surat di tangannya jauh-jauh dari jangkauan Alec.
Alec langsung gemetar menangis, “Kembalikan suratku...,”
Melihat Alec gemetar dan menangis, mengingatkannya pada Adeline saat dirinya mengambil boneka kesayangannya, Samuel tidak sampai hati, dikembalikannya surat itu pada Alec. “Maaf, dengan tulus.
Alec menerimanya dan langsung memeluknya erat.
    “Surat dari siapa?” Samuel pelan penuh perhatian
Alec terdiam.
    “Apa dari salah satu suster atau Bapamu di panti dulu?”
Alec masih terdiam, dan menggeleng.
    “Lalu dari siapa? Dari kawanmu dulu di panti?” kejar Samuel penasaran.
Alec kembali menggeleng.
    “Lantas...?” Samuel semakin tidak sabar. Samuel memang tidak memiliki kesabaran tingkat tinggi seperti yang dimiliki kakaknya.
Alec masih terdiam. Dia ragu jika harus menceritakannya. Tapi Dean pun mengetahuinya, ayah angkatnya pun mengetahuinya, jadi apa salahnya jika Samuelpun mengetahuinya.
    “Dari Ben,” sahut Alec lirih.
Samuel berkerut. “Ben?”
Alec mengangguk.
     “Siapa Ben?”   
    “Saudara kembarku.”
Samuel tercekat kaget, dia sama sekali tidak tahu Alec mempunyai sudara kembar. “Kamu punya saudara kembar?”
Alec tidak menjawab hanya mengeluarkan dua kalung dari balik bajunya yang tergantung di lehernya, kalung dengan nama masing-masing Ben dan Alec.
Samuel melihatnya, dan memang kedua kalung itu serupa. Satu lagi, Samuel tidak tahu, Alec memakai dua kalung di balik baju Adeline. Ternyata banyak yang tidak ia ketahui tentang Alec.
    “Di mana dia sekarang?”
    “Di Dublin.”
Samuel menghela nafas seraya mengingat di manakah Dublin itu berada. ‘Oh, di dekat dataran Inggris. Wuih, jauh sekali.’
    “Orang tua angkatnya membawanya ke sana,” lanjut Alec lirih. “Kami berjanji untuk tidak meninggalkan satu sama lain, dan berjanji untuk bisa diadopsi bersama. Tapi dia ingkar. Dia pergi bersama keluarga yang hanya mau mengadopsi dia saja. Dia meninggalkanku,” air matanya masih menetes di pipinya.
Samuel terkatup. Dia benar-benar tidak tahu tentang Ben. Apakah ayahnya dan Dean tahu tentang hal ini? Pastinya mereka tahu. Tapi mengapa ia tidak diberitahu.
Tanpa diminta, Alec menyodorkan suratnya pada Samuel untuk dibacanya. Samuelpun membuka dan membacanya.

Dear, Alec
    “Bagaimana kabarmu? Aku harap kamu baik-baik saja dan selalu sehat. Aku harap kamu nggak marah lagi sama aku, tapi nggak apa-apa kalau kamu masih marah. Aku tahu kamu pantes marah. Memang salahku, aku melanggar janjiku sendiri, tapi aku harap kamu mengerti ini bukan keinginannku, aku harus melakukannya.
     Alec, aku di Dublin sekarang, jauh sekali dari Amerika. Kami naik kapal besar selama beberapa hari. Pasangan yang mengadopsiku bernama Tn James dan Ny. Patricia Wesson. Kamu ingat ada nyonya yang memberikan kita sebatang coklat waktu hari kunjungan? Itu Ny. Wesson, Alec, dia adalah ibuku sekarang. Mereka petani tapi mereka baik sekali, dan mereka sangat menyayangiku. Seperti yang pernah aku bilang, Alec, punya keluarga itu enak. Punya mama punya papa yang sayang sama kita. Aku juga pengen kamu punya keluarga Alec, punya mama punya papa kayak aku.  Jadi aku mohon kalau ada orang tua yang menginginkanmu untuk menjadi anak mereka, jangan ditolak. Kamu akan bahagia bersama mereka, mereka akan menyayangimu. 
Oh ya, tahun depan mungkin kami akan kembali ke Amerika, dan mereka berjanji kami akan menjengukmu, dan kalau kamu masih belum ada yang mengadopsi, mereka akan mengadopsimu juga, dan kita akan kembali bersama.
Aku kangen kamu, Alec, kangen banget. Tiap malam aku selalu mimpi kamu, dan tiap malam aku terus berdoa agar kita bisa ketemu lagi dan tinggal bersama, tidak terpisahkan lagi.
Aku sayang kamu, Alec, aku pengen jagain kamu lagi, pengen ngelayanin kamu lagi, mastiin kamu baik-baik saja dan selalu sehat. Aku nggak akan ngelupain kamu, dan tetep aku simpan di hati aku.
Jaga diri baik-baik, Alec, dan jangan nakal. Semoga Tuhan mengizinkan kita untuk bertemu lagi dan tidak akan terpisahkan lagi selamanya.
-Love Ben –
Hush…don’t you worry now, just close your eyes and you’ll see the stars.
 They will lead you to heaven, where the happiness will around you.
Just close your eyes, and make a wish for it comes true.
Just close your eyes and don’t you worry, cos I’ll be right here with you.
 Keep you warm and safe.
Just close your eyes….

Samuel terdiam. Perasaanyapun terasa perih dengan isi surat ini. Ia dapat membayangkan perasaan Alec saat itu.
    “Apakah ini alasan kau lari dari Panti?”
    “Aku bukan lari, cuma mau nyusul Ben,” protes Alec kecil.
Samuel menghela nafas, ‘ya sama saja.’
    “Tapi paling tidak kau kini sudah memiliki keluarga seperti Ben. Dia bahagia, kau juga bahagia bersama kami yang juga menyayangi kamu, kan?”
Alec harus mengangguk. Ya dia bahagia kecuali dengan kenyataan dia harus terbalut pakaian Adeline terperangkap dalam identitas Adeline.
    “Ini sudah hampir setahun,” lanjut Alec.
Samuel terkatup kembali, dan membaca suratnya lagi.
    “Dia akan datang menjemput?” Samuel memastikan arah maksud kalimat Alec.
Alec mengangguk. “Tapi apa dia akan datang?” Alec bertanya dengan pesimis.
Samuel terdiam. Dia tidak mengenal Ben, sehingga dia tidak bisa memberikan jawabannya yang sekiranya mewakili jawaban Ben.
    “Tapi dia sudah berjanji, Kak. Dia janji mau datang.”
    “Tapi kau sudah menjadi bagian dari keluarga kami, Alec, kau sudah menjadi Winchester sekarang.”
Alec terdiam, dan mengangguk.
    “Apa ini yang membuatmu menangis tadi?”
Alec mengangguk lirih, “Aku sama Ben nggak akan bisa bersama lagi, Kak.”
Samuel terdiam, dapat merasakan perasaan Alec terpisah dengan saudara kembarnya. Dia pun tidak akan mau jika terpisah dengan Dean.
    “Mungkin kalian tidak akan tinggal bersama, tapi kamu bisa menemuinya jika kau mau. Aku yakin papa tidak akan keberatan jika kamu ingin bertemu dengan Ben. Papa tahu kan, tentang Ben.”
Alec mengangguk lirih.
Samuel mengangguk lega.
    “Tapi lihat aku, Kak, aku bukan lagi Alec!” pekik Alec tertahan, matanya memancarkan kekecewaan.
Samuel menghela nafas. Inilah salah satu kenapa ia tidak menyetujui Alec menjadi Adeline, karena itu artinya mengubur semua tentang Alec, berikut masa lalunya.
    “Aku sekarang sudah menjadi Adeline, kan, dengan gaun, dan rambut berpita ekor kuda. Aku nggak bisa ketemu Ben seperti ini, kak. Dia nggak akan mengenaliku.”
Samuel terkatup. ‘Ya siapa juga yang akan mengenali Alec dengan balutan gaun dan rambut berpita’
   “Aku kangen Ben, kak, aku ingin ketemu dia… Boleh aku kembali jadi anak laki-laki?”
Samuel terkaget dengan ucapan Alec, tapi sudah dapat mengiranya.
    “Satu hari saja,” dengan sangat memohon.
Samuel menggigit bibirnya. Ia ingin mengabulkan permintaan Alec, tapi tentunya ayahnya tidak akan menyukainya.
    “Papa tidak akan suka, Alec.”
Alec terdiam, tentu ia tahu itu. Alec mengangguk menerimanya.
    “Tapi kalau papa tidak tahu, kan, tidak akan menyakitinya…,” lanjut Samuel pelan.
Samuel tercekat dan menengok paad kakaknya, mencari tahu maksud dari kalimat Samuel.
Dan Samuel mengangguk.
    “Kapan satu tahunnya?”    
Giliran Alec yang terdiam, dia sendiri tidak tahu kapan satu tahunnya. Ia membuka suratnya dan mencari bulan dan tanggalnya , 10 Januari 1800, jadi satu tahunnya adalah sekitar di bulan Desember. Kapan bulan Desembernya ? Dalam satu minggu ini?
    “Minggu depan?” sahut Alec. “Minggu depan satu tahunnya.”
    “Kau yakin?”
Alec mengangguk.
Samuel mengangguk, “Minggu depan kau akan bertemu Ben dalam wujud Alec.”
Alec terbelalak semakin tidak percaya.
    “Rahasia kita, ya,” Samuel memastikan.
Alec mengangguk pasti dan langsung memeluk Samuel erat-erat.
    “tapi bagaimana kalau dia tidak datang?” raut wajah Alec kembali ragu.
    “Kalau dia ingat dengan janjinya ia pasti datang.”
Alec tersenyum dan kembali memeluk kakaknya erat-erat.
    “Terima kasih, Kak.”
Samuel mengangguk dengan tersenyum. Dan sekarang Alec tidak sabar untuk sampai di hari minggu depan.
    “Dah, jangan nangis lagi, malu. Eh itu puisi, ya?” Samuel mengalihkan perhatian Alec pada tulisan-tulisan di akhir surat. Penasaran menggelitiknya, anak cowok seperti apa yang membuatkan puisi untuk saudaranya, meski mereka kembar?
    “Bukan. Itu lirik lagu. Lagu yang dibuat Ben untuk aku. ”
    “Lagu?” Samuel menjadi tertarik.
    “Ya. Mau dengar?” Alec dengan semangat dan menyenandungkan lagu itu.
Samuel mendengarkan dengan seksama. Cukup bagus dan menyentuh hati.
    “Menyentuh sekali kata-katanya.”
 Alec mengangguk, “Kata Ben, dia membuatnya untukku saat aku hampir mati kena pneumonia karena terjun ke kolam.”
Samuel hampir meledak tawanya. Bukan karena menertawai Alec hampir mati, tapi karena ada saja masalah yang dihadapi anak ini karena kecerobohannya. Tapi karena wajah Alec yang serius dan sangat menggemaskan, Samuel berusaha menahannya. ‘Alec… Alec.’
    “Ben sangat pandai bernyanyi. Suaranya bagus sekali .”
Samuel hanya mengangguk.
   “Pernah diiringi pakai piano?” Samuel berusaha normal kembali.
Alec menggeleng.
Samuel langsung tersenyum, “Yuk, kita coba pakai piano,” seraya meraih tangan Alec dan mengajaknya keluar kamar.
Alec mengangguk dengan tersenyum lebar
****

Ben penuh dengan cinta, seperti dia telah memiliki segalanya. Dia selalu berharap ia bisa membaginya bersama Alec. Dan akan dia lakukan. Dia sudah berjanji akan kembali untuk Alec, dan sudah meminta orang tua angkatnya untuk dapat mengadopsi Alec juga. Dan kedua orang tuanya mengabulkannya, meski mereka juga tengah menantikan putra kandung mereka. Mereka percaya mereka akan dapat membesarkan tiga anak sekaligus dengan baik, karena mereka telah emnanntikan ekhadiran seorang anak selama sepuluh tahun. Mereka akna mengadopsi Alec, jika Alec belum diadopsi. Dan Ben tidak sabar menunggunya. Mereka akan berlayar ke Amerika untuk Alec.

****

Ben tidak sabar menunggu hari itu tiba, saat ia akan berlayar ke Amerika bersama orang tua angkat tercinta. Dirinya dan Alec akan bertemu kembali dan akan tinggal bersama untuk selamanya. Ben sangat bersemangat dengan ini semua, tapi justru membuat Mrs. Wesson khawatir. Pat takut jika tidak sesuai dengan yang diimpikan Ben. Apapun dapat saja terjadi, dan ia takut mengecewakan putra sulungnya.

    “Mama tahu kau sangat bersemangat, sayang, tapi jangan terlalu berharap. Kita tidak tahu apakah Alec masih di sana atau tidak. Mungkin saja Alec sudah ada keluarga yang mengadopsinya, memiliki keluarga saperti kau bersama kami,” Mrs. Wesson dengan sangat hati-hati.
Terlihat wajah Ben menjadi kecewa. Ya, dia tahu itu.
    “Iya, Ma. Aku juga akan ikut bahagia kalau dia telah menemukan keluarga yang baik, dan bahagia bersama mereka, Bend engan tersenyum perih. Dia tentu saja akan lebih memilih Alec belum diadopsi sehingga mereka dapat bersama, dan tidak terpisahkan lagi. Ben hanya bisa menarik nafas dalam-dalam dan berharap.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar