Sabtu, 17 November 2012

Beauty Love Brrother - Bagian 21


Rating : K+

Genre : Family

Character : Alec, Ben, Dean, Sam


Summary : Ben dan Alec tinggal di Panti Asuhan sejak mereka masih bayi. Mereka berjanji akan selalu bersama meski ada yang ingin mengadopsi mereka. Tapi bagaimana jika ada yang ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan membuat mereka terpisah satu sama lain?

ENJOY



Chapter 21

                Alec menerima kembali menjadi Adeline. Tidak perlu diucapkan, sudah dapat terlihat. Alec masih membutuhkan Lady Mary, seperti Lady Mary membutuhkan Alec sebagai Adeline. Selama tidak ada penolakan dari siapapun, Alec dapat melakukannya, khususnya tidak ada penolakan dan Samuel.

                Kondisi Lady Mary berangsur-angsur membaik, hanya dengan melihat wajah Adeline di hadapannya. Itulah yang membuat Alec sulit untuk meninggalkan Lady Mary, dan bersedia menjadi Adeline untuk Lady Mary.

Sudah beberapa hari berlalu sejak hari itu. Meski sudah tidak ada penolakan dari Sir Samuel, dan Alec mendengar sendiri, Sir Samuel-lah yang memohon untukknya tetap tinggal, Alec masih belum sepenuh dapat menghilangkan rasa takut pada Samuel. Alec masih terus dibayangi ketakutan samuel sewaktu-waktu dapat berubah dan tiba-tiba akan seperti kemarin lagi. karenanya Alec lebih baik menjaga jarak, dan tidak sekali lagi berani-berani mendekati Samuel terlebih masuk ke dalam kamar kakak angkatnya ini. Alec lebih nyaman bersama Dean, yang benar-benar sudah sepenuhnya menerima dan menyayanginya, dan kakak Dean bersedia untuk bermain piano dengannya, seperti saat ini. Alec telah menghabiskan hampir satu jam bermain piano dengan kakaknya. Sesekali ada gelak tawa di antara mereka. Alec ingin cepat mahir bermain piano seperti kakaknya.

Samuel memperhatikan dengan perih kedekatan Dean dengan Alec yang sedang bermain piano. Ia tahu, Dean sedang mencoba mengajarkan Alec bermain piano. Ia tahu, Alec menyukai piano. Piano yang menjadi keahlian Samuel, bukan Dean, meski Samuel tidak mengingkari kemahiran Dean bermain piano, karena memang dari Deanlah, iapun menjadi suka bermain piano. Dean hanya ahli pada berburu dan hal-hal yang berbau ‘life survival’. Kenapa Dean mau bersusah payah mengajarkan Alec bermain piano? Kenapa Dean begitu sayang pada Alec? Seistimewakan Alec untuk keluarga ini sekarang? Samuel masih belum dapat mengerti benar mengapa Dean dapat begitu langsung dekat dan sayang pada Alec? Dean kakaknya, bukan kakak Alec. Tapi siapa lagi yang akan dekat dengan Alec jika bukan Dean, Alec sangat takut pada Samuel. Tapi sungguh, Samuel bisa melakukannya seperti yang Dean lakukan, kalau Alec tidak takut padanya. Samuel mau mengajarkan Alec bermain piano, jika memang Alec ingin bisa bermain piano.

    “Aku bisa mengajarimu main piano...,”
Alec terkaget mendongak dengan suara tegas namun pelan, tiba-tiba muncul di sampingnya. Tidak hanya kaget dengan dengan suaranya, tapi juga dengan sosok yang berbicara itu.
Dean mendongak, dan harus tersenyum simpul.
    “Aku bisa mengajarimu, lebih baik dari Dean...,” lanjutnya lagi. “Itu juga kalau kamu mau...kalau kamu mahir seperti seorang pianis betulan.”
Alec masih belum percaya, Sir Samuel menawarkan untuk mengajarinya bermain piano?
Alec menengok pada Dean, dan Dean mengangguk dengan tersenyum simpul,
    “Sudah kukatakan, dia ahlinya, kamu bisa bisa belajar lebih dari ahlinya...,”
Alec kembali pada Samuel yang masih berdiri menunggu.
    “Sir Samuel mau mengajariku main piano?”
   “Yah, itu juga kamu mau ...”
   “MAU!” senyum sumringah Alec langsung keluar begitu saja mengagetkan Samuel sendiri.
‘Bener, anak ini emang aneh, tapi lucu,’ batin Samuel dengan menghela nafas.
Tanpa diminta Samuel langsung duduk di samping Alec, yang secara otomatis menggusur Dean ke samping dan keluar dari kursi, karena terdorong Alec yang terdorong  Samuel.
Dean hampir jatuh dari dorongan yang tiba-tiba, tapi langsung berdiri sigap dan memperhatikan anak dua ini dengan hati senang.
    “Tadi sudah belajar sampai mana?”
    “Ng... baca nada di partitur...”
    “Tau kunci-kunci nadanya?
    “Tau, tapi masih satu-satu.., belum bisa hafal semuanya...”
    “Gampang, gini aku kasih trik biar bisa cepet hafal...”
.............
Dean harus menghela nafas dengan penuh kelegaan, Samuel akhirnya mau mendekatkan diri dengan Alec. Dan dengan cara Samuel mendekati Alec, tidak akan mungkin Alec akan takut lagi pada Samuel. Dean tersenyum bangga.
‘Usaha yang bagus, Sam.’
Dan melihat Alec dan Samuel dengan cepat membentuk dunia sendiri berdua, sepertinya ia harus menyingkir dari sana, dan membiarkan mereka berdua lebih lama lagi. Mereka butuh untuk saling mengenal. Mudah-mudahan berjalan dengan baik. Sayang ayahnya tidak ada di rumah saat ini. Kalau saja ayahnya melihat ini,mungkin akan sedikit dapat mengurangkan prasangka buruk ayahnya terhadap Samuel.

Dean masih mendengar Samuel mengajarkan Alec bermain, dengan sesekali Alec memainkannya, saat Dean masuk ke dalam kamar. Sam memang guru yang baik. Tinggal sekarang menunggu tumbuhnya kedekatan Samuel dengan Alec, sebelum ia pergi untuk semester pertamanya. Dean hanya bisa berdoa dan berharap, meski ada harapan di sana; Samuel akan menjadi kakak yang baik untuk Alec.

Alec tidak dapat menyembunyikan rasa senang dan leganya. Akhirnya ia bisa duduk bersama Sir samuel yang mengajarinya bermain piano. Ternyata Sir Samuel tidak segalak yang ia sangka. Sir Samuel mau mengajarinya pelan-pelan sampai Alec mengerti benar, bahkan ia memberikan trik caraa menghafal cepat kunci-kunci nada yang berwarna hitam putih itu, juga menunjukkan ketrampilan bermain Samuel yang super cepat. Alec pengen bisa seperti itu. Tapi menurut Samuel, bukan hanya ketrampilan bermain cepat yang menjadikan seorang pianis dapat dikatakan maestro, tapi juga penghayatan pada lagu dan musik  yang membuat orang yang mendengarkan dapat terhanyut dengan musik piano yang dibawakan. Alec akan camkan itu baik-baik di kepalanya. Dan yang pasti Alec semakin suka pada Sir Samuel.
*

Dean mendengar suara kamar Samuel ditutup, yang artinya Samuel sudah kembali ke kamarnya. Dean memutuskan untuk menemuinya.

Dan Dean menemukan Samuel baru saja duduk di meja belajarnya dengan membuka buku tebalnya.

   “Hey, gimana latihannya?”
   “Heh?” Samuel menoleh, dan mengangguk dingin, “biasa... harus pelan-pelan, anak itu sama sekali nggak tahu piano...”
    “Ya, harap maklum, dia memang baru pegang piano sekarang, dia belum pernah pegang sebelumnya, karena dulu dia tidak pernah boleh ikut kegiatan apa-apa karena tubuhnya yang lemah.”
    “Terlalu dimanja, sih...,” sahut Samuel pelan dengan wajah dinginnya.
Dean hanya tersenyum kulum.
    “Tapi aku hargai yang kau lakukan tadi. Terima kasih ya ...”
Samuel hanya mengangguk.
    “Aku lihat dia ada bakat...” ucap Dean.
    “Masih terlalu pagi, menghafal kunci aja masih susah,” sahut Samuel sedikit ketus.
    “Ya, paling tidak ada minat di sana. Kayak dulu kamu nggak susah menghafal kunci aja,” Dean mencoba menggoda adiknya.
     “Memang ada anak umur 4 tahun bisa menghafal kunci nada piano dengan cepat?” protes Samuel tidak terima.
Dean hampir meledak tawanya. Memang sulit berdebat dengan Samuel. Tapi memang benar, umur 4 tahun Samuel sudah mulai pegang piano, dan umur 5 tahun dia sudah bisa menghafal kunci dan memainkan sebuah lagu dengan baik. Adiknya ini memang istimewa.
     “Ya, tapi tidak ada anak 4 tahun yang sudah suka dengan piano...”
    “Kecuali aku,” potong Samuel penuh bangga.
Dean harus tertawa kecil, dan mengacak-ngacak rambut adiknya, “Yup.”
Samuel pun tertawa. Ada perasaan lega di sana, Dean masih memperhatikannya. Lalu kembali pada bukunya.
Dean masih memperhatikan adiknya dan menarik nafas lega lalu melenggang ke arah pintu,
    “Besok pagi kita main ke hutan.”
Samuel sempat tercekat, “Nggak usah bawa bayi itu khan?” dengan penuh harap.
    “YA!” sahut Dean tanpa menoleh ke belakang.
Samuel semakin tersenyum kulum senang. ‘Yes!’
***
  
Keesokan harinya Samuel bangun lebih awal dan langsung ke istal setelah sarapan. Saat Samuel sampai di Istal, ia tidak heran dengan Dean yang sudah ada di sana dengan Stallion, kuda kesayangannya.

       “Selamat pagi, Putri Tidur,” sambut Dean setengah menggoda.
Samuel hanya tersenyum kecut, dan menuju ‘Nothern Light’ kesayangannya.  Ya, untuk bangun pagi, Samuel selalu kalah. Dean selalu bangun lebih awal daripada dia.

Samuel dengan cepat menyiapkan kudanya sementara Dean sudah siap di atas Stallion menunggu sang adik yang masih kusak-kusuk dengan kuda putihnya.

     “Samuel...” Dean tidak sabar menunggu.
     “Iya, bentar,” berusaha dengan cepat, dan langsung naik ke atas ‘Nothern Light’ begitu dirasa kudanya telah siap.

Tepat saat Dean mau memacu kudanya keluar dengan berlari, saat itulah, sosok kecil dengan gaun selutut muncul di pintu istal. Dean harus menarik tali kekangnya kuat-kuat. “Edele!?”
Entah kenapa, spontan Dean menyebut nama itu begitu melihat sosoknya. Dean sempat mengutuk diri, Alec tidak akan suka bila dipanggil begitu.  “Alec!?” Dean langsung menggantinya, dengan nada tegas, karena masih menyimpan marah kekagetan.
Alec langsung mengkeret ketakutan,   “Maaf.”
Dean menghela nafas.
    “Mau kemana?” Alec penuh ingin tahu melihat kedua kakaknya sudah gagah di atas kuda mereka.
    “Mau main ke hutan sebentar.”
    “Boleh ikut?”
    “JANGAN!” sahut Samuel langsung.
Alec langsung cemberut kecewa.
Dean menghela nafas, “Lain kali saja kau ikut, ya. Kami mau balapan ke hutan.”
     “Aku juga bisa...,”
     “Tidak dengan gaun itu..,” Dean mengingatkan. “Kau belum mahir, dan kau baru beberapa kali naik kuda.”
Alec semakin cemberut. ‘Pake gaun memang sangat menyusahkan!’
     “Aku ikut di belakang, boleh?” mulai merengek.
Dean harus tersenyum, “Mungkin lain kali, ya...,” Dean tahu, Samuel hanya ingin berdua dengan dirinya tanpa Alec. “Lain kali kau boleh ikut di belakangku.”
Alec masih terdiam kecewa, lalu melihat ke arah Samuel yang memberinya tatapan dingin, membuat Alec terpaksa mengangguk menurut.
Dean tersenyum, “Terima kasih, Alec, kita main nanti ya..”
Alec mengangguk.
Dean mengangguk dan langsung memacu kudanya keluar diikuti Samuel yang tersenyum kulum kemenangan.

Alec masih melihat kepergian sang kakak dari belakang. Sekali lagi ia merasa ditinggalkan. Benar-benar ia ditinggalkan kedua kakaknya dengan alasan karena ia memakai gaun. Ya, mungkin Alec baru beberapa kali naik kuda dengan gaun, tapi ia sudah bisa, dan ia pasti bisa ikut berkuda ke dalam hutan bersama kedua kakaknya.
Alec langsung melirik ke arah seeokar kuda yang masih ada di dalam kandangnya. Ukurannya memang tidak sebesar milik kedua kakaknya. Dan memang kuda ini adalah milik Adeline dulu. Namanya ‘White Lily’. Alec harus mendengus, kenapa juga nama kuda harus ‘White Lily’ yang pantas diberikan pada bunga, bukan pada seekor kuda. ‘Dasar cewek!’
Dengan setengah gugup, Alec mendekati ‘White Lily’ dan memberikan pendekatan yang manis agar tidak didepak oleh kuda putih berponi yang menutupi matanya.
    “Kita jalan-jalan, yuk, Lily...,” dengan mengusap-usap kepalanya, dan diangguki plus lenguhan dari hewan yang tingginya hampir  sepundak Alec.
Alec tersenyum lega, dan mulai menyiapkan pelana, seperti yang pernah diajarkan Mrs. Watson.
Setelah pelana terpasang, kini dia bingung bagaimana naiknya ke atas punggungnya. Alec melirik ke kanan kiri dan melihat kotak kayu yang cukup buat jadi pijakan. Dia langsung mengambilnya dan menaruhnya di samping ‘Lily’.
Alec menarik nafas dan langsung menaikinya dan dengan hati-hati duduk di atas punggung Lily layaknya seorang anak laki-laki duduk di atas punggung kuda, tidak peduli dengan gaun selututnya.
Butuh beberapa saat untuk Alec mengatur keseimbangan tubuhnya di atas Lily. Saat dirasa ia siap, dengan hati-hati, Alec menarik kekang kudanya dan meminta Lily untuk jalan.
Sungguh mengherankan tidak ada penjaga di Istal ini.
   “Kita susul Dean dan Samuel, ya Lily...,” ucap Alec penuh percaya diri saat membawa Lily keluar dari Istal.

Saat dirasa siap dan berdoa, Alec memberanikan untuk memacu Lily lebih cepat, 
    “Kita kejar mereka, Lily!” seru Alec penuh kegirangan, menuju hutan.

*

Dean dan Samuel sempat berlomba menyebrangi hutan hingga keluar dari hutan milik keluarga mereka. Lomba dimenangkan oleh Dean. Bagaimanapun skil berkuda Dean masih jauh di atas Samuel. Dan untuk mengobati kekecewaan adiknya, Dean mengajak Sam melihat Grizlly, seekor beruang besar yang cukup ditakuti penduduk di sekitar mereka. Tapi kalau ia tidak diganggu, dia tidak akan menyerang, dan mereka hanya melihatnya dari jauh dari atas tebing memperhatikan sang beruang hutan menikmati sarapan paginya di sungai, menangkapi ikan-ikan salmon di sana.
    “Berapa beratnya kira-kira?” Sam terpesona memperhatikan sang beruang
    “Entahlah, satu ton mungkin...,” sahut Dean tanpa lepas matanya pada sang beruang, juga terpesona.
    “Boleh aku tembak dia?” seraya melirik senapan yang dipegang Dean.
Dean menoleh pada adiknya, “Papa tidak akan suka...”
Samuel hanya tersenyum nakal.
Dean menggeleng-geleng kepalanya.
*
Alec terengah-engah dengan menyerah. Ia mencoba kudanya berusaha menyusul kedua kakaknya, tapi tanpa hasil. Kedua kakaknya tak tampak mata sejauh ia menyapu hutan ini. Alec menyerah, ia mau pulang saja! Tapi bagaimana mau pulang kalau ia tidak tahu jalan pulang. IA TERSESAT!!! masih berjalan di atas
*
    “Yuk, sudah siang, kita pulang...,” ucap Dean seraya melihat matahari sudah tepat di atas kepala mereka, saat melihat Grizlly sudah meninggalkan tempat tadi ia berburu ikan. Pertunjukan sudah selesai.
Samuel menghela nafas, dan bangun dari posisi telungkupnya. Ia tersenyum puas.
    “Kenapa tersenyum?” Dean terheran saat siap naik ke atas Stallion.
Samuel menggeleng masih dengan tersenyum.
Dean tersenyum membalas dengan mengangguk, entah bagaimana ia tahu arti senyuman Samuel.
    “Kita balapan lagi sampai ke rumah,” seraya naik ke atas punggung Stallion dan langsung memacu kuda.
    “HEY! Curang, aku belum naik!!” seru Samuel dengan terburu-buru naik ke atas Nothern Light, dan langsung berlari menyusl abangnya. “DEAN!!!”
*
Alec masih berjalan di atas Lily mencoba mencari jalan keluar, tapi ia yakin ia belum juga keluar dari hutan ini. ia mulai merasakan bagian bawahnya terasa sakit, mungkin karena belum terbiasa berkuda, dan tanpa celana panjang yang tebal, hanya lapisan celana stocking tipis sebatas paha, membuat pahanya menyentuh langsung pelana kulit Lily, sangat tidak nyaman! Alec ingin cepat-cepat sampai di rumah. Dan semakin ia menyusuri hutan, semakin ia yakin Ada perasaan takut di sana ia tidak bisa keluar dari
‘Kenapa sih, keluarga ini harus punya hutan seluas ini!’ rutuknya hampir menangis.

GRAAAWW!!!!
    Alec terlonjak dengan suara rauman yang tiba-tiba, hingga membuatnya hilang keseimbangan dan jatuh dari atas  Lily. Tapi lebih terkaget lagi dengan sosok besar berbulu berwarna coklat. SUPER BESAR. BERUANG!!!!
Alec ternganga melihatnya, terlebih dengan dia menggraum lagi memamerkan gigi dan tarinya yang super tajam. Alec bener-bener nggak tahu, kalau keluarga ini memelihara beruang juga!
Alec tersadar dengan beruang itu mulai mendekatinya...
    “Jangan, jangan mendekat! Jauh, jauh sana!!” pekik Alec ketakutan dengan mundur, dan mencari-cari apapun yang bisa ia lemparkan pada beruang besar dan luar itu untuk mengusirnya, tanpa hanya menghasilkan beruang itu tambah marah.
    “WAA!!!” pekik Alec terpojok ketakutan. “PERGI SANA!!!!”
*
Samuel tertinggal jauh dari Dean. ‘Awas, ya, dirumah nanti, aku balas pake catur!!’ dengusnya kesal.
  “WAAA!!!!”
Samuel tekaget dengan pekikan tiba-tiba di tengah hutan ini.
   “PERGI SANA!!!”
Pekikan itu terdengar lagi. Samuel langsung mencari sumber suara, dengan menyapu matanya. Dan ia terkaget dengan sosok beruang besar yang tadi ia nikmati sosoknya dari jauh, kini ada di sana, sedang mengancam mangsanya.
Samuel memperhatikan apa yang dimangsanya. Dan dia hampir pingsan begitu mengetahui mangasanya adalah ALEC!!!??? Yang sudah terpojok ketakutan
‘Haduh, anak itu kenapa bisa sampai ke tengah hutan begini sih!’
Samuel langsung turun dari kudanya dan mengambil belati kesayangannya lalu berlari menuju hewan hutan besar itu.
    “HEY!!! TINGGALKAN DIA!!!” pekik Samuel berlari mendekat menarik perhatian “JANGAN GANGGU ADIKKU!!!”
Perhatian Grizly teralihkan dan melihat wujud yang sama kecilnya tapi penuh keberanian. Grizly menujukkan kemarahannya dan berdiri dan menggraum dengan kerasnya.
Samuel tercengang sendiri. Tapi ia tidak gentar. Ia mengayunkan belatinya, setiap kali beruang untuk mengancamnya.
    “Alec, lari! Pulang, sana!!”
Alec yang masih shock hanya bisa melihat Samuel terancam dengan beruang liar ini.
   “AWWW!!!” pekik Samuel mengagetkan Alec. Dan Alec  bisa melihat darah mengalir deras dari lengan kanan Samuel yang tertutupi tangan kirinya. Belatinya terlempar dari tangannya.
   “KAKAK!!??”
   “ALEC, JANGAN KESINI, PULANG SANA!! AWWW!!!!”
Alec shock dengan pakaian depan Samuel yang sudah terkoyak meninggalkan cakaran di dada Samuel. Darah mengalir di sana.
Kepala Alec langsung mencari jalan, bagaimana mengusir beruang itu. Samuel bisa terbunuh.
Alec melihat belati tergeletak di tanah, sulit dijangkau Samuel katena perhatian Grizly terfokus padanya, tapi mungkin bisa dijangkau Alec tanpa sepengetahuan Grizly.
Jantung berdebar kuat saat ia mengambil belati itu tanpa menarik perhatian sang beruang dan tanpa berpikir dua kali ia langsung menghujamkan belati itu ke salah satu telapak kaki beruang itu hingga terpekik kesakitan dan mengeluarkan suara yang menyeramkan dan keras. 

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar